Mohon tunggu...
Khoirul Amin
Khoirul Amin Mohon Tunggu... Jurnalis - www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

coffeestory, berliterasi karena suka ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Borobudur, Episentrum Universalisme Peradaban Menuju Pusat Musik Dunia

17 Mei 2021   00:01 Diperbarui: 17 Mei 2021   00:07 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CANDI BOROBUDUR adalah sebuah mahakarya menakjubkan yang dimiliki Indonesia, yang sudah terlahir jauh sebelum Republik ini dideklarasikan. Borobudur juga menjadi salah satu ikon kekayaan budaya Wonderful Indonesia, yang telah diakui sebagai salah satu dari Keajaiban Dunia.


Tahukah Anda, bahwa sejarah keberadaan candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah sebenarnya sudah ditemukan sejak abad ke-9 Masehi, dan pengakuan resmi badan dunia baru terjadi pada tahun 1990-an. Ini artinya, usia candi Borobudur sebenarnya telah melewati kurun waktu berabad-abad lamanya.


Candi Borobudur merupakan 'kitab' sejarah peradaban dan kehidupan manusia sejak zaman kejayaan Budha, yang penting selalu digali. Sejarah yang merupakan miniatur peradaban dunia, dan kemudian bisa melahirkan universalisme dan hubungan antarnegara yang mencakup segala bidang dan pranata kehidupan semua bangsa di dunia.


Semua yang ada di bangunan Candi Borobudur, menjadi begitu menarik bagi wisatawan hingga mancanegara. Konsep alam raya sesuai kepercayaan Budha tergambar dalam relief-relief candi. Bentuk gambar dan simbol yang terlukis pada batu menunjukan cerita masa lalu. Setiap relief dengan kombinasi stupa memberikan pengajaran yang mendalam untuk siapapun yang mau mempelajarinya.


Borobudur merupakan candi terbesar di dunia, dengan 1.460 relief dan 504 stupa. Temuan sejarah menyebutkan, candi Borobudur didirikan pada abad ke-9 Masehi dalam masa kerajaan Mataram dari Dinasti Syailendra. Situs candi Borobudur sempat hilang ditelan hutan, lalu ditemukan kembali di tahun 1814 oleh S.T. Raffles, Gubernur Letnan di Hindia Belanda waktu itu.


Penemuan kembali Borobudur sempat mencengangkan dunia, dan membuka mata Eropa tentang 'peradaban tingkat tinggi yang dicapai di Asia Tenggara Kuno'. Hingga kini, keberadaan Borobudur masih menyimpan banyak pertanyaan dan 'misteri', mengapa candi Budha yang termegah di dunia justru ditemukan di Jawa dan bukan di tempat lainnya? (Miksic, 2012, hal 18 dilansir dalam laman soundofborobudur.org).


'The miracle of Borobudur', dengan kekhasan relief bebatuan dan stupanya, serta keindahan kawasan sekelilingnya, memang menjadi daya tarik tersendiri. Sempat tercatat terjadi kenaikan kunjungan wisatawan ke destinasi wisata sejarah ini. Setidaknya, ini terjadi beberapa tahun dalam kurun 2013 sampai 2017 silam.


Beberapa keluarga dekat penulis yang tinggal di Malang Jawa Timur, juga pernah berkunjung menikmati indahnya mahakarya Candi Borobudur dalam waktu yang berbeda. Akan tetapi, meski melihat dari dekat, sebagian mengaku tidak bisa memaknai dengan utuh filosofi dan nilai sejarah di balik kekayaan budaya yang ada di candi ini.


Haidar Chafidz (17) misalnya, pernah sekali saja berwisata sekolah mengunjungi candi Borobudur. Karena kondisi yang mungkin kurang pas waktu itu, ia dan temannya hanya menikmati pelataran depan candi. Bangunan candi yang kokoh dengan beberapa tingkatan ini pun akhirnya tak bisa dilihat dan dipelajari lebih detail. Padahal, ada ratusan bahkan mungkin jutaan makna dan nilai terkandung di dalam bangunan candi, terlebih pada pahatan relief bebatuan yang ada. Sayang sekali tentunya!


Pada pahatan relief candi, di antara yang paling dominan adalah relief bergambar ala-alat musik tradisional kekayaan nusantara. Relief yang tidak hanya menyimpan khazanah budaya, namun juga menggambarkan harmoni dalam keberagaman antarsesama.


Seperti dilansir terakota.id, akademisi Belanda, J.L.A. Brandes menyatakan, orang Jawa sejak abad-12 menggunakan instrumen musik dalam hidup keseharian. Ini biasanya digunakan untuk berbagai keperluan mulai hiburan, penanda peristiwa, ritual keagamaan, hingga penyampaian pesan kepada khalayak. Peradaban Jawa kuno ini juga muncul dalam sumber piktoral, pahatan relief pada candi dari abad ke-7 sampai abad ke-10 atau pada masa Jawa Tengah klasik, hingga candi abad ke-11 sampai abad ke-15 atau pada masa Jawa Timur klasik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun