Mohon tunggu...
Khoirul Amin
Khoirul Amin Mohon Tunggu... Jurnalis - www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

coffeestory, berliterasi karena suka ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Visualisasi Etnomusikologi dari Relief Candi, Merajut Peradaban yang Mendunia

11 Mei 2021   23:46 Diperbarui: 11 Mei 2021   23:52 1286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi relief Candi Borobudur (dodotiro.com/diunduh)


Mengapa harus dari musik? Pilihan ini memang tepat, karena adanya bukti artefak alat-alat musik etnis yang ada di relief candi Borobudur. Jika ditelusuri, alat-alat musik etnis yang ada di berbagai negara ini juga punya kemiripan dan kesamaan. Kesamaan yang tentu saja bisa menyatukan keragaman budaya dan peradaban universal.


Ada pengalaman, bahwa musik etnis tidak banyak disuka, bahkan tidak dikenali sama sekali sebelumnya. Paling kerap didengar adalah alunan kecapi dan rebana (musik etnis Sunda), juga kendang dan seruling (Jawa-Sunda), atau gamelan (Jawa). Musik dengan iringan angklung atau misalnya?, sudah jarang didengar beberapa waktu terakhir.


Sebuah ilustrasi saja, alat musik sape dari etnis asli Dayak, Kalimantan Timur, kini menjadi daya tarik banyak orang. Sape, yang juga punya sebutan lainnya seperti sampe, sapek, atau sampek, sudah bisa membangun kesadaran akan kekayaan etnisitas dan kearifan lokal lainnya. Kesadaran yang kemudian diharapkan bisa menumbuhkan kecintaan dan rasa memiliki kekayaan budaya bangsa.

ilustrasi alat musik sape (dok. japungnusantara.org)
ilustrasi alat musik sape (dok. japungnusantara.org)
Melalui pertunjukkan dengan alat musik etnis ini, kita bahkan bisa lebih mengenalkan kekayaan lokal bagian wilayah Indonesia lebih mendunia. Apa yang dilakukan musisi asal Malang Jawa Timur, seperti Redy Eko Prasetyo, atau mendiang Azis Suparianto misalnya, membuktikan kekuatan musik dari alat etnis ini merajut persatuan bangsa yang berkeadaban.


Belum lama ini misalnya, lagu dari proses kreatif bermusik etnis dari sampe yang ditunjukkan Redy Eko Prastyo, telah memantik apresiasi dunia. Yakni, menjadi penampilan Duo Ethnicholic bersama Anggar sebagai vokalisnya, yang akhirnya menjadi penampilan terbaik festival yang digelar di Italia. Redy Eko sendiri merupakan penggagas komunitas budaya Jaringan Kampung Nusantara (japung), yang memang banyak menggeluti musik-musik etnis Tanah Air.


Lain halnya, seniman Ki Djumali, yang juga dikenal sebagai dalang Wayang Wolak-walik asal Malang, selama ini juga menggunakan alat tetabuhan saat acara pentas seni, yakni tamborin, atau tambur kecil. Ia juga kerap mengenakan alat musik gongseng di kaki untuk menghasilkan perpaduan ritmis dalam aksi pertunjukannya.


Sebagai seniman tradisional, beberapa kesempatan pementasan di luar negeri memang belum sempat terwujud. Akan tetapi, ia mengaku sudah pernah berkolaborasi dengan sejumlah seniman luar negeri. Tawaran pentas ke Eropa dan Selandia Baru pernah didapatkan, meski akhirnya kandas karena terkendala.


Meski demikian, seniman yang tergabung dalam bidang kebudayaan PBNU ini beberapa kali mengisi acara yang digelar Kementerian Ibu dan Anak, Kementerian Desa, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun