Mohon tunggu...
Khoirul Amin
Khoirul Amin Mohon Tunggu... Jurnalis - www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

coffeestory, berliterasi karena suka ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Titip(an) dalam Politik, Maknanya Apa?

18 November 2020   13:13 Diperbarui: 19 November 2020   07:46 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi.(FREEPIK) via Kompas.com

Titip-menitip sempat menjadi gejala sosial cenderung negatif anak kampus. Beberapa kurun waktu, titip menitip presensi kuliah, walau sebenarnya bolos, menjadi fenomena 'solidaritas dan kesetiakawanan' yang jamak terjadi. Banyak pihak prihatin atas hal ini, karena bisa menjadi praktik korupsi dini yang meresahkan.

Titip(an) Politik, Ada Kepentingan Tergadaikan

Foto ilustrasi: solopo.com
Foto ilustrasi: solopo.com
"Bapak ibu, kami titip, agar tersampaikan juga kepada saudara kita yang lain."

Ungkapan menggunakan kata titip seperti ini banyak kita dengar akhir-akhir ini. Kata titip yang umumnya diucapkan orang lebih lemah dan tak berkuasa, kini justru banyak keluar dari mulut para pesohor atau figur publik. Titip yang dititipkan pada siapapun yang ditemui, sekalipun belum kenal satu sama lain.

Mereka adalah orang yang kini harus banyak keliling, demi kepentingan pencalonannya sebagai calon pemimpin. Di setiap kesempatan bertemu banyak orang, berpindah-pindah tempat, titip berkali-kali diucapkan. Tidak sedikit yang diulang-ulang dengan, dengan penegasan maksud sebenarnya, samar-samar maupun secara terang-terangan.

Apakah titip yang hampir selalu diucapkan ini tulus dan mengikat? Mencari dukungan untuk dipilih sebanyak-banyaknya, adalah maksud sebenarnya. Meski diucapkan seolah sebagai sebuah permintaan tolong, bisa jadi titip yang diucapkan si calon ini adalah pesan dan amanat yang wajib dilakukan. Ini berlaku manakala ada (imbalan) yang diberikan pada orang yang dititipi. Nah!

Titip-menitip yang muncul mirip transaksional politik ini memang banyak terjadi saat kampanye. Titip yang diucapkan menjadi suatu yang akhirnya bisa mengikat sebagai hubungan transaksional terkait pilihan suara. Praktik kotornya pun akhirnya bisa berbentuk money politics, menitipkan suara untuk dipilih dengan (iming-iming) imbalan uang.

Dalam konteks lebih luas, titip dengan cara ini berarti ada yang 'dijual-belikan'. Relasi kasualitas yang nantinya mengemuka: boleh atau mau dititipi, karena ada sesuatu yang akan diberikan. Sebaliknya, akan memenuhi dan meneruskan titipan, jika sudah ada yang diterima dari pihak penitip.

Dan, jika titip menitip hanya berupa janji politik, maka sejatinya ada yang sudah tergadaikan. Penitip yang ingin mendapatkan keuntungan politik dari suara pemilih (yang dititipi), menjadikan keharusan baginya untuk mengembalikan suara 'titipan' dalam bentuk lain.

Sempat terucap menjadi janji kampanye politik atau tidak, mewujudkan dan mengembalikan bagi kemaslahatan rakyat ibarat barang gadai yang harus ditebus. Terlebih jika sudah menjadi kontrak politik formal sebelumnya, maka nilai dari suara pilihan adalah titipan harapan dan kepercayaan.

So, anda sudah pernah dititipi atau mendapatkan titipan (suara) kandidat calon pemimpin? (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun