Mohon tunggu...
Mahasiswa Era Digital
Mahasiswa Era Digital Mohon Tunggu... -

Akun tugas dari empat Mahasiswa Era Digital (MED) siap menulis dgn berbagai sumber terpercaya dan up to date gaesss

Selanjutnya

Tutup

Financial

Praktik Audit Syariah di Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

6 Januari 2019   21:57 Diperbarui: 6 Januari 2019   22:18 1344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Perkembangan lembaga keuangan syariah saat ini tidak hanya sebatas pada lembaga keuangan perbankan namun juga pada lembaga keuangan non bank yang beraneka ragam mulai dari asuransi syariah, leasing syariah, pasar modal syariah dan lainnya. Setiap lembaga keuangan syariah harus memiliki tim pengawas yang melakukan audit terhadap kinerja lembaga tersebut. Terlebih lagi di lembaga keuangan syariah yang harus mempertanggungjawabkan aktivitas keuangannya kepada  khalayak banyak secara materi dan kepada ilahiya secara spriritual. Di Perbankan Syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah sebagai audit kepatuhan syariah di lembaga keuangan syariah harus dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan khusus baik pemahaman dalam ilmu fiqh muamalah maupun pemahaman dalam ilmu ekonomi dan keuangan modern.

Perbankan maupun Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) di Indonesia ataupun dibanyak negara pada saat ini terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu bank konvensional dan bank syariah. Secara sekilas, kedua jenis bank maupun LKBB ini seolah-olah sama. Kesamaan diantara keduanya adalah merka sama-sama mengumpulkan dan mendistribusikan dana dari dan kepada masyarakat.  Perbedaan praktik antara BPR dan BPR Syariah maupun Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Baitul Maal Wa Tanwil (BMT) hampir tidak ada bedanya. Banyak agen atau karyawan baik dari KSP maupun BMT bekerja mengumpulkan angsuran atau pinjaman yang mereka lakukan atau memberikan pinjaman baru bagi mereka yang membutuhkan.  Padahal seharusnya KSP atau BMT memiliki karakteristik berbeda dari konvensional. LKS, apapun bentuknya memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi sisi syariah dan produk-produk LKS. Pengawasan audit LKS saat ini dilakukan oleh OJK dan Dewan Syariah Nasional (DSN).

DPS sebuah LKS memiliki peran yang sanggat penting dalam pengendalian dari sisi syariah atau semua produk Syariah. Seharusnya semua produk yang dikeluarkan oleh LKS harus lolos uji kesyariahan terlebih dahulu sebelum diluncurkan. DPS itu sendiri adalah sebuah lembaga internal LKS dan kadang keberadaannya hanya dijadikan organ pelengkap sehingga dalam beberapa kasus DPS ini ada tetapi tidak ada.

Laporan keuangan sebuah LKS, pada dasarnya adalah sebuah foto atau gambaran tentang LKS yang mengeluarkan Laporan Keuangan tersebut. Tentu saja dalam Laporan Keuangan LKS harus mencantumkan aspek ketaatan syariah, paling tidak dicantumkan di dalam Pengungkapan Laporan Keuangan (Financial Statement Disclosure). Akibat dari logika ini, maka auditor juga harus melakukan pengujian atas ketaatan syariah ini (syariah compliant test). Untuk ini, standar pelaporan yang digunakan tidak hanya PSAK maupun PSAK Syariah, namun juga standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions).

Pengawasan terhadap praktik di LKS, dimulai dari dalam LKS itu sendiri. Secara syariah aspek pengendalian dan pengawasan dinyatakan dalam QS. Al- Ashr (103) ayat 1-3 yang berbunyi :

"Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran"

Ayat-ayat dalam surat ini menunjukkan bahwa manusia pada umumnya akan mengalami kerugian kecuali jika mampu saling memberi nasehat. Saling memberi nasehat di sini dalam praktik LKS , dapat diartikan bahwa adanya satu bagian khusus yang bertugas untuk 'melihat' kekurangan atau melakukan pengujian atas produk-produk LKS. Bagian yang khusus bertugas di sini adalah DPS yang akan memegang kendali 'kesyariahan' produk. Secara oprasional perbankan, pengendalian dilakukan oleh suatu audit intern (internal auditor) yang lebih fokus pada pengendalian 'non syariah'.

Pengawasan LKS secara hukum positif adalah Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga yang diberi otoritas oleh pemerintah dalam pengawasan perbankan di Indonesia, termasuk perbankan syariah. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 29 (1) (UU.No.7/1992 sebagaimana diubah dengan) UU No.10 Th.1998 tentang Perbankan yang berbunyi Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

Lembaga keuangan syariah memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat muslim seperti di indonesia ini karena dapat memberikan sebuah jaminan kepada para nasabah, investor atau para pemangku kepentingan lainnya dalam hal kepastian kepatuhan terhadap syariah (sharia compliance). Dalam hal ini berkembang juga fungsi audit lain yang sangat dibutuhkan bagi para lembaga keuangan syariah yaitu audit syariah, karena dengan memiliki proses audit yang baik membantu lembaga keuangan syariah dalam mengokohkan kredibilitas dan reputasinya menjaga kepercayaan masyarakat luas.

Di negara tetangga tepatnya Malaysia serupa perkembangannya dalam hal industri lembaga keuangan syariah, bahkan selangkah lebih maju dari Indonesia. Malaysia menetapkan kepatuhan syariah lembaga keuangannya oleh dua lapis pengaman kesyariahan yaitu dengan dewan pengawas syariah (sharia review) dan auditor internal, hal ini tertuang dalam "kerangka kerja pemerintahan syariah dan lembaga keuangan islam" Syariah Goverment Framwork (SGF) yang dikeluarkan oleh bank sentral malaysia (BNM) pada tahun 2010, pedoman ini menekankan bahwa audit syariah dilakukan oleh auditor internal lembaga keuangan syariah dan auditor internal harus kompeten dalam hal pengetahuan dan pemahaman syariah.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Yahya, 2018) dalam penelitiannya mereka mengukur sejauh mana praktik audit syariah di lembaga keuangan syariah negara Malaysia dengan melalui 15 wawancara semi-terstruktur yang dilakukan kepada kepala audit internal, manajer departemen audit internal, komite syariah, auditor eksternal dan akademisi. Tujuan keseluruhan dari wawancara adalah untuk penyelidikan praktik audit syariah yang sebenarnya terjadi dan untuk memperoleh tingkat pemahaman dan pengetahuan dari mereka yang terlibat dalam audit syariah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun