Mohon tunggu...
Beti.MC
Beti.MC Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang memberi ruang untuk menulis pengalaman dan ikut mengkampanyekan "Kerja Layak PRT dan STOP PRT Anak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah PRT Belajar Mengelola Keuangan

13 Maret 2018   14:31 Diperbarui: 13 Maret 2018   21:32 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kletek...kletek, bunyi pagar dibuka. Sudah jam setengah delapan lewat, suara pagar dibuka, pintu garasi diangkat dan langkah kaki mantap melewati garasi di sebelah kamar ibu. Ya, ini jam biasanya Iyuk memulai kerja, PRT yang sehari-hari mempersiapkan kebutuhan rumah ibu. Aku kebetulan sudah selesai memandikan ibu, jadi sudah duduk di teras belakang sambil melihat burung peliharaan.

Iyuk duduk di kursi, memulai pembicaraan denganku. "Mba, ini saya ngomong dulu ya, nanti kalau waktunya Tole masuk sekolah, saya mau pinjam duit untuk daftar. Masnya Tole sudah sanggup membiayai uang bulanannya, saya kebagian uang masuknya, nah mau pinjam Embak, nanti saya kembalikan tapi nyicil ya........" Aha, pagi-pagi sudah transaksi hutang piutang, ya gak apa. Keterbukaannya bicara tentang kondisi anak atau keluarganya sudah biasa, Iyuk sudah kerja di sini puluhan tahun, bapak ibu sudah tahu keluarganya, begitu juga mereka mengenal kami semua di rumah ini.

PRTku ini patut diacungi jempol! Dengan kondisi dirinya bekerja menjadi PRT dan suaminya mengayuh becak, masih memikirkan anak bontotnya untuk melanjutkan SMA. Itu memang jadi tujuan utama dia, anaknya harus sekolah lebih baik dari dirinya. Iyuk sendiri sebenarnya buta huruf, kalau sudah dikasih rincian belanja, daftar itu hanya diingat-ingat apa saja yang mau dibeli, selebihnya akan minta tolong anaknya atau tukang sayur yang membaca kalau dia lupa. Tapi, ingatannya akan uang, wadoww, cespleng pisan, teliti! Rupanya pagi ini, dia kepikiran karena sebentar lagi Tole lulus SMP. Di sini, SMA masih berbayar, kalau SD dan SMP sudah terbantu dari Pemkot, makanya pagi-pagi ketemu langsung membicarakan urusan pinjam uang.

Apa yang dibicarakan Iyuk pagi ini mengingatkanku pada sesi pelatihan keuangan minggu lalu, masih hangat di kepalaku tentang langkah-langkah mengatur keuangan rumah tangga. Pas banget! Dipandu oleh fasilitator dari BMU Nusantara, Bandung, kami semua ditantang untuk Menjadi Pembelanja yang Cerdas, Menyusun Anggaran, Mencatat Uang Masuk/Keluar, Memilih Tabungan dan Jaminan Sosial.

Sebenarnya pelatihan ini merupakan materi lama yang kupelajari karena aku juga memfasilitasi para ibu di wilayah dampingan untuk mengelola PERT (Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga). Nah, kali ini pelatihan Pengelolaan Keuangan diselengarakan oleh ILO Jakarta untuk kelompok Anggrek Maya. Sebuah Organisasi yang beranggotakan para PRT dari12 desa di wilayah sekitar Malang Raya, Jawa Timur. Mereka mempunyai wadah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mempromosikan sebuah tujuan Kerja Layak di sektor kerumahtanggaan.

Bersama fasilitator, Mas Yudi dan Pak Edward, para PRT dimotivasi untuk tetap mengelola keuangan di rumah karena pengelolaan keuangan itu tidak harus untuk keuangan keluarga yang sudah mapan. Besar atau kecil pendapatan tetap penting untuk dikelola. Seringkali kita terjebak untuk mengejar Keinginan daripada Kebutuhan. Kesannya sederhana, memilah mana Keinginan mana Kebutuhan. Tapi, pelaksanaannya tidak mudah. 

Saat dihadapkan memberikan uang jajan pada anak untuk sekolah dan menyiapkan bekal makanan untuk mereka, mana yang akan dilakukan. Dua hal yang sama-sama membutuhkan alokasi uang kita. Saat makanan matang kini sudah tersedia di banyak warung, mana yang akan dipilih, membeli makanan atau memasak sendiri? Nah, baru 2 contoh lho, ada pilihan-pilihan yang tersedia dan membutuhkan kebijaksanaan untuk memilih salah satunya.

Ada pertanyaan bagus saat awal sesi ini, bagaimana kita bisa membedakan mana yang Keinginan dan mana yang Kebutuhan? Keduanya sama-sama diperlukan nih, bingung memilihnya. Kata kunci yang bisa dipegang untuk membedakan adalah TUNDA. Kebutuhan itu TIDAK BISA DITUNDA, sementara Keinginan itu BISA DITUNDA. Lho, bagaimana soal uang jajan anak seperti contoh di atas? Itu kan Kebutuhan karena tidak bisa ditunda, kalau ditunda anak bisa-bisa tidak masuk sekolah, salah satu PRT mengeluhkan hal ini. 

Ya, banyak sekolah saat ini sudah menerapkan konsep Full Day sehingga waktu di sekolah menjadi lebih panjang, sementara uang jajan diperlukan untuk membeli makanan supaya tidak lapar. Tapi rupanya, para PRT juga mengakui bahwa memberi uang jajan itu karena rasa kasihan kalau tidak pegang uang, merasa malu kalau nanti tidak jajan seperti anak yang lainnya. Jika sudah beralasan seperti ini, aku berusaha memahami situasi sebagai orang tua.

Di satu sisi, aku termasuk orang tua yang tidak membiasakan memberi uang jajan karena sudah ada bekal yang dibawa. Mengenai uang jajan, itu sebuah konsep untuk mengajarkan anak mengelola uang, bisa membeli dengan sadar dan bukan karena gengsi. Jadi sebenarnya, pemilahan Keinginan dan Kebutuhan ini juga memerlukan strategi supaya kita tidak terjebak pada alasan Kebutuhan yang tidak bisa ditunda tapi akhirnya membebani keuangan keluarga.

Masuk di sesi Menyusun Anggaran juga heboh, para PRT menjadi terbuka bahwa selama ini mengeluarkan uang banyak seperti air mengalir. Setelah ditulis dengan seksama dan diingat-ingat ulang pos anggaran selama ini, rupanya baru terlihat jumlah sebenarnya yang mereka keluarkan. Kalau pendapatan pasti lebih mudah karena tahu punya gaji atau upah berapa. Ah, memang kalau dibuat anggaran seperti ini kita jadi paham ke mana saja uang yang kita pegang selama ini, kok kaya gak pegang uang, padahal ada gaji suami dan ada gaji sendiri. Dengan berlatih menyusun anggaran selama 3 bulan mendatang, PRT diajak untuk melihat pos-pos kebutuhan dan menyusun prioritas. Seperti Iyuk diatas yang sudah merencanakan sumber keuangan untuk memenuhi kebutuhan sekolah anaknya, itu salah satu langkah menyusun anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun