Mohon tunggu...
Beti.MC
Beti.MC Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang memberi ruang untuk menulis pengalaman dan ikut mengkampanyekan "Kerja Layak PRT dan STOP PRT Anak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Gunung itu Menantiku Pulang

10 Oktober 2017   10:15 Diperbarui: 10 Oktober 2017   10:23 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dok.pribadi

Bersepeda motor sebenarnya bukan kesukaanku. Kalau bisa memilih, sebenarnya naik angkot dan jalan kaki itu kesukaanku, tapi demi waktu dan strategi menyelesaikan tugas-tugas, naik motor itu kulakoni, sudah 10 bulan terakhir ini.

Seperti pagi di hari-hari sebelumnya, kami sudah siap jam 6an untuk menaiki motor peninggalan Akung, sarana untuk wira-wiri beliau selama ini. Kami bersiap menuju sekolah. Memang berangkat di jam segini supaya tidak terkena kepadatan jalan raya, kalau masih pagi....lancar.

Udara pagi yang dingin harus dihalau dengan jaket dan sarung tangan. Kalau kaos kaki jarang kupakai, jadi, masih ada rasa dingin dari ujung-ujung jariku. Burrrrr......gak apa, uji ketahanan, ujicoba apakah Tolak Angin yang terkenal itu benar-benar bisa menolak datangnya angin. Wes ewes ewes bablas angine....

Sesampainya di sekolah, aku melanjutkan rute pulang. Sendiri, lah iyalah....masa sama Apin lagi, lak gak sekolah dia kalau ikut pulang. Perjalanan pulang itulah yang indah. Di beberapa titik macet karena ramainya suasana sekolah-sekolah favorit dengan jejeran mobil dan aneka merek sepeda motor......tapi macet yang bukan ruarrr biasa, cenderung biasa saja. Ya, kadang-kadang masih harus menikmati tingkah laku para orang tua atau pengantar yang seenaknya berbelok atau melaju kendaraan untuk langsung mendekati lokasi sekolah. Gak motor gak mobil, semua ingin berhenti tepat di pintu sekolah, tak memperhitungkan antrian kendaraan di belakangnya. Aku sering dinasehati, sing sabar ngalah atau sing waras ngalah!

Tapi aku termasuk yang gak waras, jadi kalau sudah melihat perilaku berkendara yang aneh itu, membunyikan klakson itulah kesukaanku. Untuk mengingatkan mereka, ini jalan bersama bro...bukan jalan milik dia dan keluarganya. Lah yang lain gimana kalau mereka seenaknya sendiri. Anakku tahu persis, aku sesekali mengomel pada orang-orang dengan cara menyetir yang ajaib itu! (don't try this at home, bisa kena jitak!).

Walaupun begitu, aku tak ingin mengawali hari dengan rasa kesal. Biasa saja menemukan fenomena seperti itu. Perjalanan pulang ke rumah sangat menyenangkan, ada rasa relaks menjalani rute itu. Di ujung pandangan mata, tampak lukisan alam yang indah. Sesuatu yang tidak kutemui di Jakarta atau Bekasi. Lukisan itu kadang terang, menampakan wujud gunung dengan warnanya yang  menyegarkan mata. Tapi terkadang tertutup awan sehingga samar-samar dan seolah aku mencari dimana gunung itu. Aku menikmatinya setelah bertemu para pengendara yang sibuk lalu lalang di pagi ini.  Disitulah aku berpikir, selalu ada hal baik yang kita temukan dalam kehidupan yang kita jalani. Meskipun melakoni hidup dengan cara sederhana, selalu ada keindahan dibaliknya. Semua itu memerlukan perjuangan, harus membalik kebiasaan, dari ketidaksukaan menjadi suka! Selalu ada lukisan Tuhan yang membuatku bersyukur tinggal di kota kecil ini, tinggal jauh dari kemewahan gaya hidup yang ditawarkan dan gemerlapnya kota besar. Ya, syukur tak terhingga bisa melihat keagungan Tuhan dalam wujud alam, udara dan keluarga yang memberikan semangat untuk menjalani tiap detiknya.

Ya, gunung itu seperti menungguku pulang....menanti dengan sabar untuk berjumpa kekayaan batinku, keluarga!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun