Mohon tunggu...
Markus Budiraharjo
Markus Budiraharjo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mengajar di Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sejak 1999.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kenal Satu Jenis Jajanan Saja

2 Maret 2010   01:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:40 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_84286" align="alignleft" width="300" caption="source: aminyk.files.wordpress.com"][/caption] Mendampingi belajar baca tulis anak bukan hal sederhana. Butuh komitmen, waktu, dan strategi, sekaligus konsistensi. Dalam tiga tulisan sebelumnya, Istana PasirTunjukkan, Jangan Ajari, dan Belajar Baca: Holistik Vs Analitik (1) saya menyampaikan landasan berpikir dan contoh tentang strategi yang sederhana yang kami lakukan. Pada prinsipnya, saya menulis catatan ini di whiteboard: satu kalimat per kalimat, membiarkan anak membacanya, dan kalimat berikutnya pun saya tulis lagi begitu dia selesai membacanya. Sangat mekanis memang, dan melelahkan. Namun hasilnya luar biasa. Berikut ini salah satu contoh lain yang saya tulis tanggal 13 Agustus 2009. Semoga bermanfaat.

***

“Waktu masih SD dulu, tiap hari Sabtu ada program berkebun. Anak-anak laki ditugaskan membawa cangkul. Anak-anak perempuan cukup membawa sabit,” kata Mama, mengenang masa lalunya. Hampir dua dekade telah lewat dan telah banyak perbedaan. “Snack untuk dinikmati anak-anak pun murah meriah. Ubi kayu rebus yang diambil langsung dari kebun. Tanahnya yang gembur menghasilkan ubi kayu yang luar biasa enak. Rasanya masih terasa terngiang-ngiang di ujung lidah sampai sekarang,” lanjutnya bernostalgia.

“Tampaknya, kita masih memiliki kesamaan dalam kesempatan menikmatisumber pangan langsung dari alam,” Bapak mengomentari. Bapak dari Tanah Jawa. Mama dari Tanah Sumatera. Namun perbedaan tempat masih ditandai dalam kesamaan latar belakang masa lalu: keduanya menikmati pendidikan di Sekolah Dasar desa. “Lebih unik lagi, aku pun menjumpai pengalaman yang mirip. Rasa ubi kayu tersebut masih meninggalkan sensasi rasa yang tidak tergantikan. Mengapa ya?” Bapak menjadi heran sendiri. Ternyata di antara Bapak dan Mama ada satu potong pengalaman kecil semasa di SD yang tidak pernah terbagikan. Bahkan ketika usia perkawinan sudah satu windu! Dan usia perjumpaan antara dua insan ini sudah hampir 14 tahun!

“Lain dulu lain sekarang,” lanjut Bapak, “barangkali karena dulu memang belum ada beragam macam panganan yang sudah diproses dan dijajakan di sekolah, makanan sesederhana apa pun memiliki rasa kenikmatan tak terperikan.” Bapak terdengar seperti berteori. Namun itulah yang sesungguhnya terjadi. Masa-masa sekolah lebih dari dua dekade lalu memang ditandai dengan serba ketidakcukupan. Sejauh ingatan Bapak, tidak pernah sekalipun Bapak diberi uang saku. Bersekolah pun identik dengan menahan rasa lapar dan haus. Bagi Mama, uang saku untuk jajan di sekolah memang ada. Namun jumlahnya sangat kecil dan jenis penganan yang dijajakan pun tidak memungkinkannya untuk membelanjakan uang banyak pula.

Barangkali, karena latar belakang yang mirip seperti itu, mereka memiliki satu strategi yang unik dalam membesarkan Rio. Mama dan Bapak sangat jarang membelikan berbagai macam jajanan di toko kelontong dekat rumah. Tiap kali anak-anak lain dan orang tua merekaramai-ramai mengerubuti penjual tempura yang berkeliling dengan sepeda, Bapak dan Mama pun tidak ikut. Sangat jarang Bapak dan Mama membeli mie ayam, atau bakso, atau apapun yang dijajakan oleh para pedagang yang berkeliling masuk gang-gang. Membeli makanan kecil untuk Rio disatukan dengan belanja kebutuhan lain di toko. Alasannya sederhana: agar Rio tidak terlalu mudah tergoda oleh beragam makanan yang dijajakan di manapun!

Sejauh ini, metode ini cukup berhasil. Ke manapun pergi, entah itu ke Gereja, bermain keluar, berkunjung ke tempat kerabat, ataupun ke sekolah, Mama dengan sigapnya menyiapkan bekaluntuk Rio. Sebotol minuman air putih, dan sejumlah penganan ke dalam tasnya. Itu saja. Namun, Rio bukan berarti tidak pernah mengenal jajanan sama sekali. Tiap kali ada keinginan untuk minum susu murni merk Nasional waktu mengikuti perayaan ibadat di gereja, Rio membisiki Mama, “Ma, Rio ingin beli sesuatu. Minta uangnya ya!” Mama paham. Dua lembar uang seribuan dimasukkan ke tangannya. Dengan lompatan-lompatan ringan, Rio segera menuju ke penjual susu tersebut. Disodorkannya uangnya, sambil berucap, “Rasa strawberry, Pak!”

Rengekan anak untuk selalu meminta jajanan waktu ke sekolah memang sering kali menjadi persoalan bagi kebanyakan orang tua. Sekalipun harganya barangkali tidak terlalu mahal, namun tetap saja menjadi beban bagi orang tua kebanyakan. Sekali anak mengenal kebiasaan jajan, sangat sulit untuk memberinya penjelasan – sebagus dan sejelas apapun penjelasannya. Persoalan lain yang tidak kalah mengkhawatirkan tentu saja kualitas makanan yang dikonsumsi anak. Dengan kepribadian yang labil, anak akan begitu mudah terpengaruh oleh teman-temannya, termasuk dalam memutuskan untuk membeli jajanan di sekolah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua pada umumnya.

Bapak dan Mama memang tidak langsung membekali Rio dengan sejumlah uang waktu di TK ini. Rio membawa bekal sendiri. Bila Rio “terpaksa” menerima pemberian temannya waktu mereka ke kantin,dan Rio belum memiliki kemampuan untuk memilih dan mengatakan tidak karena sudah membawa bekal sendiri, Rio pun menyediakan sesuatu untuk dibagikan dari rumah.Ini lah cara Bapak dan Mama untuk mengajari Rio. Dan sejauh ini Rio tidak pernah merengek-rengek untuk dibelikan jajanan. Suatu pengalaman yang terlalu istimewa bagi kebanyakan keluarga!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun