Mohon tunggu...
mbiesap
mbiesap Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

- Milanisti Indonesia - Penghitung Jejak Langkah Kaki - Amatir dalam segala hal, namun berusaha untuk jadi professional - Penyuka Tidur siang, namun sudah lama merindukannya adjustmenthidup.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kelas Inspirasi Pacitan: Kental Nuansa Pantai vs Gunungnya

10 Agustus 2016   14:20 Diperbarui: 10 Agustus 2016   14:25 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rindu, ia akan kembali bertemu Entah menjadi ramai, hingga membuat syahdu. Bertemu untuk mengawali, Berpisah untuk mengakhiri. Menambah memory, memulai cerita baru tentang semua hal yang patut diceritakan, hingga Hal-Hal ikhwal, membuat semua menjadi kesatuan pikiran"

Bagai Pingkan dan Sarwono, dalam kisah Hujan di bulan Juni Karya Supardi Djoko Damono yang berakhir menggantung, langit hari ini pula menggantung air, untuk kembali hujan, membasahi semesta, entah Karena ingin membilas semua hamparan menjadi rentetan kesenangan, hingga menghapus luka untuk yang sedang nelangsa, apalagi tentang cinta. Diphp-in, ditinggal kawin, hingga menyebar undangan untuk melepas semua kutukan Single atau jomblo, hari ini Solo, hujan sederas-derasnya, bak romansa cinta dengan kisah tak ngena, hingga kisah bandeng Juwana dengan presto tanpa tulangnya * ini pertanda lapar sepertinya, hingga menyenggol makanan hehe.

Kemudian melaju, menuju Selatan, untuk menuju Pacitan, sebuah kota yang naik daun saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia kelima, karena memang asal dan tanah kelahirannya. Gelap menemani, lapar menghampiri. Maklum saat itu terakhir kali makan di Jakarta, sekarang tepat pukul 20.00, wajar sekali perut demo. Mirip rencana aksi demo, awal terkendali akhirnya rusuh, perut ini pun tak kuat untuk menahan beban "lapar". Hingga akhirnya, Pak sopir dan penumpang lain memutuskan untuk berhenti di Sukoharjo, Warung Angkringan yang jadi pesakitan kali ini. Jahe hangat, bakso khas Wonogiri, gorengan dan dua bungkus nasi kucing ukuran besar yang dipilih untuk menemani kekosongan perut ini hehe. Lahap, segar, Alhamdulillah hampir lupa bayar, memang efek lapar dan kenyang itu bahaya, kelaparan bisa membuat pingsan dan kekenyangan bisa membuat bego. Bukan alasan ya hehe.

Selanjutnya, setelah melewati jalan yang berkelok, terjal, mudun, hingga jalan ke pelaminan * wualah salah alamat ini hehe, tepat pukul 21:49 sampai lah di alun-alun kota Pacitan. Kenapa alun-alun? Karena jika di KUA bisa menyebabkan efek baper akut. Bertemu Mba Nimas, Astri, Tanti, Wulan, Om Wid, dan beberapa orang lagi * lupa nama. Fyi, Mba Nimas itu yang punya Travel enggal, hingga Alhamdulillah sopirnya munut sekali dengan doi, masih Single dan butuh sandaran hati, Mba Astri, fresh graduate yang lama menjomblo, Wulan, teman sepermainan pas SMA, yang duluan berangkat namun pulangnya bareng.

Setelah membahas beberapa hal, akhirnya tawaran menyambangi rumah Om Wid, untuk sekedar menumpang tidur tiba. Karena sebelumnya membayangkan tidur di Hotel Islam aka masjid hehe. Oh iya, kami berbeda rombel, Pak Wid di rombel lain sedangkan saya di rombel Sudimoro, daerah selatan Pacitan, arah PLTU saingan Paiton, PLTU Sudimoro. Om Wid, adalah perantau asal Jember tang hijrah ke Pacitan karena istrinya adalah orang Pacitan. Punya usaha sendiri di bidang konveksi, dengan dua anak, dan 11 pekerja. Konsumen jahitnya adalah orang biasa hingga pejabat di lingkungan Pemda Pacitan. Keren sekali memang, kesempatan langka untuk berburu ilmu kehidupan, ilmu jalanan yang tidak ada di sekolah formal apalagi universitas. Waktu bergulir, hingga tidur pulas dan adzan shubuh menyapa pagi,di hari tanggal 7 Agustus 2016.

Minggu pagi, cukup berkeliling alun-alun, senam dan mengamati orang-orang yang semakin padat memenuhi kompleks alun-alun kota, sekedar berkeringat untuk menghilangkan sedikit pikiran karena istri tidak diajak, sambil mengamati berapa jumlah populasi jomblo di Kota ini. Terpana sejenak, di depan kantor bupati ada peta potensi wisata dan Adipura delapan kali berturut-turut. Prestasi bukan main, karena memang kotanya bersih, terawat, infrastruktur mumpuni, namun sayangnya sebagian pemudanya fakir hati aka jomblo aka Single * versi sebagian penghuni hehe.

Setelah senam sejenak, menuju Goa gong dan pantai Klayar, dengan jarak 40-50 km dari kota, untuk sekedar jadi turis lokal, dengan guide dari Mba Shoufa ( mirip nama dosen pembimbing skripsi saya hehe) dan Mba Tanti, programmer insyaf asli Medan yang sudah lama di Jakarta. Perjalanan dimulai dengan sarapan pagi di Warung bu Dzikir, maklum saja lah, untuk pura-pura sekedar bahagia, perlu kalori yang banyak, apalagi untuk sekedar mengobati luka hati mendalam, berapa kilo kalori yang dibutuhkan? Hehe Sekitar 4 jam dilalui untuk persiapan selanjutnya ( semoga tulisan ke Goa Gong dan pantai Klayar bisa ditulis juga ya).

Pamit dari rumah Om Wid setelah mandi dan ke objek wisata Hits di Pacitan, kemudian dijemput Mas Antok, videografer handal yang jam terbangnya tinggi, namun belum move on karena ditinggal menikah *sadis. Jam 15.30 menuju TKP, jarak di peta sih 50 km, aslinya lebih ternyata hehe.

Sepanjang perjalanan, melewati rumah Pak SBY, pantai-pantai indah di selatan Pacitan, pantai tawang, taman dan tempat pelelangan ikan. Di tengah jalan, ban pecah, hingga istirahat sejenak untuk menunggu pemilik bengkel membeli ban dalam, karena tidak ada persediaan. 30 menit selanjutnya, berjalan, melewati tebing, tanjakan, turunan hingga akhirnya tiba di lokasi, pukul 17.30, sudah gelap dan sinyal internet tidak ada hehe.
Di sana sudah ada Ainun dan Habibie * karena terlihat mesra dengan soulmatenya hehe , serta Mas Handoyo, barang bawaan dimasukkan ke sekolah. Lambat laun gelap dan akhirnya #getlost kembali. Menginap di rumah Pak Malik, hingga larut malam, pagi datang, dingin menghampiri hingga akhirnya siap di kelas Inspirasi Pacitan #1.

Sekolah Dasar Negeri Pagerlor Dua, dusun Grabak, kecamatan Sudimoro, pagi pukul 06:30 WIB. Sudah ada siswa sekolah dasar, guru-guru dan bangunan sekolah yang mewah, karena memiliki fasilitas mumpuni, perpustakaan luas dan buku tersedia. Jam 07:10, setelah Gladiresik, akhirnya upacara bendera dimulai, warna merah putih nampak, diantara 77 siswa yang ikut upacara kali ini, minus 6 orang siswa yang akan mengikuti cerdas cermat tingkat desa, Indonesia Raya bergema dan merah putih berkibar, akhirnya, momen kelas inspirasi Pacitan #1 dimulai.
Kami,

Xxxx, Jakarta/Bogor, doakan menjadi menantu idaman , Inspirator
Riza, Trenggalek, Mahasiswa, Dokumentator
Wulan,Jakarta,inspirator
Tammy, pacitan, apoteker, inspirator
Himma, Lamongan,Pendamping petani Tebu, Inspirator
Nimas,Boyolali,Pendidik,Fasilitator.
 Galang, Pacitan, Dosen, Pengajar
 Misrianto, Pacitan, Videografer, Dokumentator
 Ainun Khamdan, Blitar, Mahasiswa, Dokumentator
Kapri, Pacitan, pendidik, fasilitator
 Astri, Pacitan, Fasilitator
Gandis, Pacitan, Fasilitator
 Handoyo, Pacitan, Kontraktor, Inspirator
Eny Ines, Pacitan,Fasilitator
Sugiyono, Pacitan, Inspirator
Bersiap memulai hari Inspirasi.
Dibagi tiga sesi agar lebih efektif, saya beserta Pak Dosen Sugiyono, memulai masuk ke Kelas 5,6 , 3,4 dan terakhir di Kelas 1,2. Mengajak bernyanyi, games, bercerita tentang Sekolah kami dahulu, hingga berinteraksi lainnya untuk menciptakan sinergi Kelas yang selaras, hingga Ada celoteh unik tentang jati diri Pak Dosen yang dikira pedagang sayur. Kebangetan sekali memang, berpenampilan klimis, berkemeja, berpantopel hingga bertutur kata lembut, tapi bener Gk sih emang Pak Dosen punya profesi sampingan begitu? Hehe *lalu kabuuur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun