Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resolusi Suci Ayu Latifah "Ketika Aku Ingin..."

23 Juli 2019   21:20 Diperbarui: 23 Juli 2019   21:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mitos bayi kalung usus kata orang Jawa, kelak akan memiliki postur tubuh yang bagus. Sehingga selalu pantas saat mengenakan kostum apa saja. Selain itu, katanya bayi kalung usus misal perempuan memiliki wajah yang cantik dan mudah mendapatkan pasangan. Serta, kelak akan mendapatkan keberuntungan hidup. Entahlah, aku tidak menolak ramalan Jawa itu, juga tidak menerima mentah-mentah begitu saja.

Sementara itu, kata orang tertua di desa, aku lahir pada hari Rabu weton pon. Menurut Primbon Jawa, hari Rabu terhitung neptu 7, sedangkan Pon memiliki nilai neptu 7. Jadi jika ditambah Rabu Pon memiliki nilai neptu 14. Watak yang dimiliki anak kelahiran Rabu Pon adalah lakuning rembulan (seperti rembulan). Artinya, memiliki jiwa sosial tinggi, pandai menentramkan hati, suka bekerja, dan memiliki selera yang tinggi.

Aku rasa, ada benarnya ramalan Primbon Jawa tersebut. Bukan bermaksud sombong, aku suka sekali membantu dan menolong kegalauan, kesulitan, dan kegelisahan orang lain. Sebagaimana yang dekat pada saat ini, sering aku memotivasi dan membantu teman supaya berkarya. Aku sering mengompori semangatnya dengan beberapa tulisanku yang pernah termuat di media, juga tulisan inspiratif orang lain yang juga terpublish media massa. Senang rasanya, semisal karya tulisan teman bisa termuat di media. Nah, pada saat itu, aku merasa telah berhasil membagi dan menularkan ilmu yang kumiliki.

Jangan takut membagikan ilmu. Semakin ilmu banyak orang tahu dan menggunakan. Semakin kekal kehidupan ilmu itu sendiri. Karena berbagi ilmu tidak akan habis, justru semakin bertambah.

 Sayang. Di balik semua itu ada beberapa orang yang iri dan cemburu padaku. Bahkan, ada pula orang yang mengatakan pelit ilmu, ingin sukses-sukses sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain. Jujur, aku mengaku memang di luar mampuku bila harus berbagi pada semua orang. Apalagi, ketika tiba-tiba ada rasa malas begitu mereka yang aku beri semangat berkarya tidak serius belajar.

Bukan karena apa, tapi diri ini ingin bersama orang-orang yang benar-benar serius ingin belajar, dan memupuk potensi mereka. Sudahlah, aku tidak ingin berpikir tentang hal-hal negatif mereka tentangku. Lumprah. Sudah sifat manusia menilai orang lain, dan setiap orang penilaian terhadap sesuatu itu selalu berbeda-beda. Kalau sama ya tidak varian, candaku menghibur diri.

Semakin awal kau memulai pekerjaan. Semakin awal pula kau akan melihat hasilnya.

 Sebuah anonim menarik untuk direnungkan. Aku merasa, menekuni dunia tulis baru istiqomah semenjak masuk kuliah. Sebenarnya, sudah lama aku suka dunia tulis. Hanya saja waktu itu lebih pada puisi-puisi curhatan bersifat ekspresif, saat duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan, sebuah cerita inspiratif kecil yang setiap dua minggu sekali aku pasang di mading sekolah saat sekolah menengah atas. Aku sadarkan diri akan fokus di dunia menulis mulai detik ini, sehingga apa hasil pemikiran dan gagasan tulisan dapat terlihat dengan cepat---melalui tanggapan dan komentar pembaca lain.

Kalau saja mengingat masa kecil, aku tak percaya bisa lancar membaca dan liar dalam  menulis, seperti aku menuliskan cerita hidup---resolusi diri ini. Aku ingat betul, entah diusia berapa aku lupa, yang jelas belum masuk TK. Ayah membelikanku papan kecil yang bisa untuk menulis dan menggambar. Papan yang dibelikan ayah saat di pasar itu berwarna kuning, warna kesukaanku. Setiap sore hari, sambil menunggu kumandang adzan maqrib, ayah mengajariku menulis di papan itu.

Di bawah rindangnya pohon mangga sore hari. Di tambah ramai suara teman-teman bermain sepeda, ayah mengajari menulis. Tulisan pertama yang dikenalkan adalah namaku. Ayah menuliskan lebih dulu namaku lengkap. Kemudian, ayah memintaku menirukan tulisan tersebut  di bawah tulisan. Sulit sekali aku menirukan tulisan nama lengkapku. Hingga, harus dibantu dengan tulisan putus-putus. Begitu sabar Ayah mendampingi belajar menulis.

Ketika ayah berhalangan, aku belajar menulis sendiri, kadang pula aku menggambar. Gambar pertama yang kubisa adalah menggambar bebek. Itupun yang mengajarkan Ayah. Di awali membuat tulisan angka 3 lalu ditarik ke belakang membuat ekor bebek, perut bebek, kemudian dilanjutkan leher dan kepala bebek. Suatu hari, karena aku merasa menggambar lebih asyik dan seru daripada belajar menulis, seharian kuhabiskan waktu untuk menggambar. Hingga di suatu sore ayah memarahiku karena tidak cepat bisa menulis.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun