Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resolusi Suci Ayu Latifah "Ketika Aku Ingin..."

23 Juli 2019   21:20 Diperbarui: 23 Juli 2019   21:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesal. Memikirkan cinta menyita waktu belajar. Fokus pada masa depan. sempat gegara galau, gelisah tak jelas. Berdampak pada nilai rapot. Bilamana dirangking aku di awal semester kelas 1 mendapat peringkat ketiga. Berjalan ke sini nilaiku naik turun gegara persoalan cinta. Tetapi, tersadarku terlalu lama. Menikmati masa kebodohan.

Ayah dan Ibu adalah wujud cinta nyata. Selama aku belajar di SMP, setiap pagi selalu membangunkanku. Pukul setengah lima, Ayah menjenguk kamar guna membangunkanku. Hal itu dilakukan setelah ayah usai salat subuh di masjid. Dengan sabar, aku dibangunkan. Kadang pula, Ibu juga membangunkan. Yang jelas ayah dan ibu tertib membangunkanku. Setiap pagi pula, Ibu memasakkanku. Ya, setiap pagi beragam menunya. Kadang lauk tempe goreng, tumis kangkung, kerupuk, nasi kering, mie goreng, telur dadar, dan masih banyak lagi. Sarapan sederhana, yang penting pagi perut diisi. Keluargaku, sarapan itu wajib. Aturan ini berlaku sejak dulu. Terlebih saat aku mulai sekolah, kata Ayah sarapan wajib. Kalau tidak sarapan tidak usah berangkat sekolah.

Sampai hati aku ingat, dulu semasa TK, kadang karena tidak ada bahan untuk sarapan. Sebelum masuk kelas, Ayah mengajakku ke toko kecil yang menjual sarapan seperti nasi pecel. Aku sering sarapan di toko itu. ayah dengan kasih sayangnya menyuapiku. Karena jika tidak aku akan terlambat masuk. Maklum makanku lama sekali waktu itu. berjalan ke sini, hingga aku SMP, aturan itu tidak berubah. Apapun makanan di rumah, harus sarapan seadanya. Baju seragam sekolah, terkadang masih juga disetlikakan oleh Ibu. Sebenarnya aku sudah bisa menyetrika baju sendiri. Namun, dasar aku yang pemalas jadi tidak menyempatkan waktu. Yah, rasa capek kadang menyerang. Sebab, pagi-siang sekitar pukul 1 di sekolahan. Sampai rumah kadang jam setengah tiga sampai jam empat. Pokoknya sesuai kondisi, karena terkadang busnya terlambat. Kalau tidak begitu dari kota sudah penuh.

Itulah tiga tahun awal menikmati naik Bus. Berangkat dan pulang dari sekolahan naik Bus. Cerita terlambat karena tidak dapat bus, cerita harus menggantung di bibir bus, menjadi cerita tersendiri dalam hidup. Aku sangat menikmati. Meski kadang kesal dan jengkel banyak goda akan dan usai sekolah. Hingga pernah di suatu ketika, harus menelepon rumah gara-gara belum mendapat bus, sementara waktu sudah dikumandangkan adzan. Kalau sudah begitu, Ibu paling khawatir. Dan selalu menungguku di tepi jalan raya, menjemput pulang. Maklumlah, keluarga kami belum memiliki kendaraan pribadi. Jadi urusan keluar-masuk rumah, kami memanfaatkan Jasa Raharja.

Pulang sekolah, di hari Senin-Kamis, aku membantu mengajar di TPA. Ya, setelah dulu menjadi santri, sekarang ketika duduk di kelas 2, aku diminta membantu mengajar---berbagi ilmu dengan santri baru. Kegiatan di TPA cukup padat. Selain mengajar pada sore hari mulai pukul 2-5, ada pula kegiatan rutin setiap hari Jumat mengikuti pelatihan qiro' dan tartil di Desa Mlarak. Tepatnya sekitar Pondok Darussalam Gontor, atau Pasar Gandu, Siman. Kemudian, pada hari Minggu wage, ada arisan rutin TPA se-Kortan Sawoo.

Tiga tahun masa SMP terlewati begitu indah. Tentunya, indah karena mampu melewati semua tahap yang ada. Sukanya. Dukanya. Jika dipikir semuanya terasa berat. Namun, begitu kita menjalankan dan melaksanakan semua, rasanya berubah ringan. Dan, kemudian hanya terlontar kata 'oh' di akhirnya. Ya. Dari situ aku yakin. Semua keadaan, tugas kita adalah membuatnya sahabat. Kita harus memandang dan berpikir mampu melakukan, menuntaskan, hingga mencapai sesuatu. Kendati itu, apa yang ada dipikiran tentang bagaimana rumitnya, bagaimana ribetnya semua itu hanya dalam pikiran semu. Yakinlah, bisa untuk mencoba dan melakukan sebelum ada kata 'ya sudah'.

***

Menjadi pelajar tingkat sekolah menengah atas menjadi sebuah anugerah tersendiri bagiku. Mengapa demikian? Karena banyak dari teman lulusan SMP yang tidak melannjutkan studinya. Seperti denganku. Dulu, Ibu sempat iya atau tidak menyekolahkan aku lagi. Sebab, biaya sekolah pasti ramai, adikkku masih sekolah yang nantinya akan banyak kebutuhan, kebutuhan rumah yang terus meningkat, sementara terkadang ada 'seretnya' masalah pemasukan uang. Mengandalkan panen rumah tidak bisa menjamin 80% cukup. Karenanya, harus ada ide bagaimana bis sekolah lancar, pas-pasan, ya paling tidak minimal tercukupi.

Ayah menyetujui, mendukung penuh niatku ingin melanjutkan studi. Bahkan, di suatu hari, Ayah sempat berkata, "Anak zaman sekarang dipasrahi cangkul, belum tentu jadi. Tapi kalau dipasrahi ilmu, insya allah mereka ada keinginan lebih dibandingkan lainnya." Masuklah aku mendaftar sekolah di SMA 1 Jetis. Banyak orang bertanya-tanya kenapa aku masuk SMA bukan SMK seperti teman lainnya. Singkat saja, aku merasa di SMK akan banyak praktik sedikit pengetahuan. Sedangkan di SMA adalah sebaliknya. Aku tahu hidup itu memang yang paling dibutuhkan adalah praktik. Namun pikirku, praktik itu kan berawa dari pengetahuan yang diterima. Lagi pula, saudaraku Aziz ia masuk SMA setelah tamat SMP. Dan, kebetulan di kampungku banyak yang mengambil SMA daripada SMK.

Pagi-pagi buta, aku dibangunkan Ibu. Rasa malas menjadi teman. Semenjak libur setelah kelulusan---wisuda, banyak waktu yang kusia-siakan. Termasuk bangun pagi yang terlambat. Sebenanrya usai subuh, aku sudah bangun untuk salat. Namun, karena ribuan alasan, entah dingin, malas, masih ngantuk akhirnya aku memutuskan untuk menarik selimut ulang. Seperti pagi itu. tepat pukul setengah lima, Ayah membangunkanku untuk salat. Nah, karena masih kantuk gara-gara tidur kemalaman, aku tarik selimut. Bentar kemudian, pukul lima Ibu gantian membangunkanku.

Masih hangat di tidur pagi. Berusaha aku memosikakan bangun sebelum Ayah atau Ibu marah. Sebab, hari itu adalah hari pendaftaran SMA. Bersiap-siap. Semua berkas persyaratan aku masukkan dalam tas. Tak lupa, aku berkali-kali melakukan cek-up takut ada persyaratan yang tertinggal.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun