Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saran Pengarang

17 Januari 2019   23:05 Diperbarui: 17 Januari 2019   23:23 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Denok memberikan sebuah tanggapan awal untuk karya kali pertama Adit yang termuat di salah satu surat kabar Harian Pagi. Kalau menulis jangan seperti orang menari---meliuk-liuk. Langsung saja pada apa yang ingin ditulis. Lugas. Tak perlu gambaran yang melelahkan itu.

Misal kutemui pada kalimat, "Musim kemarau menyerang tubuhku. Tenggorokanku pecah-pecah seperti tanah para petani. Butuh air mineral usai menelan perjalanan. Menjerit. Gawat bila ditunda walau sebentar pun. Keterlambatan, kekurangan membuat tubuhku kering. Menikmati musim kemarau buat suaraku parau." 

Mengapa tidak saja kau singkat dengan bahasa sesederhana saja menjadi, "Kehausan. Tenggorokanku kering, tak banyak waktu sebelum pecah."

Adit yang cerpennya baru keli pertama dimut di surat kabur, menganggukkan mengiyakan tanggapan itu.

"Kalimat-kalimat pendek tak apa. Justru kuat dan isinya berbobot. Bertele-tele itu penyakit metafora, menghabiskan baris kertas terlalu banyak."

Sebagai pengarang muda yang masih harus belajar banyak, merasa karya dirinya jelek sekali. Harus banyak belajar, membaca, dan kemudian berlatih. Pendapat dan saran hilir-mudik, melimpah-ruah tak tertahan. Komentar itu, tak menyusutkan energi Denok untuk membuat secercah kisah yang dikemas cerpen.

"Karya yang rumit dan sukar membaca banyak berlalu. Beri saja judul yang memesona. Karena kekuatan judul akan menghipnotik pembaca. Sementara isinya, iya nampak tapi paling tidak harus di baca."

Banyak pembaca tergoda pada judul. Padahal kalau dinilai bahasa tulisannya tidak tertib. Ada ketidaklogisan cerita. Bahkan, parahnya bergaya meminjam tangan Tuhan untuk mematikan tokoh yang jahat. Jangan. Jangan bermain-main dengan kematian. Bukan menakuti, menulis tentang kematian, berarti kau memikirkan tentang kematian. Jangan. Kekuatan tulisan itu maha dahsyat.

Kau tahu kan, apa maksud pengarang menulis cerita. Kau pula tahu kan tak ada cerita yang muncul mendadak begitu saja tanpa ada signal, yang entah berasal dan akan tiba di mana.

"Pengarang harus jernih pikiran!"

Tak ada cerita yang tak ada pesan kehidupan. Kau tahu itu? ketakjelasan pesan moral ceritamu. Kau banyak menikmati udara sore. Refresing memang ada kalanya untuk menjernihkan pikiran. Kalau tidak, ehh keruh pikiran menular pada karyamu keruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun