Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengenal Lebih Jauh tentang Omnibus Law Cipta Karya

13 Juli 2020   17:19 Diperbarui: 13 Juli 2020   17:15 1762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto milik : bengkulutoday.com

Mengenal lebih jauh tentang Omnibus Law Cipta Karya - Akhir-akhir ini begitu banyak orang membahas tentang Omnibus Law. Terlepas dari pro dan kontra, apa sih sebenarnya Omnibus Law itu?  Apa dampaknya untuk para pekerja, kok begitu banyak yang merasa tidak nyaman? Tidak ada salahnya kita mempelajari "isi" dari Omnibus Law, sehingga tidak aka nada rasa khawatir atau keraguan apabila undang-undang tersebut nantinya di "ketok palu".

Sedangkan draft RUU Omnibus Law Cipta Karya telah resmi diserahkan Pemerintah kepada DPR pada bulan Februari lalu untuk di kaji ulang. RUU Omnibus Law yang awalnya bernama Cipta Lapangan Kerja itu kemudian berganti nama menjadi RUU Cipta Kerja, memuat berbagai macam aturan dalam 11 klaster dari 31 Kementerian yang terkait. Dengan seiringnya waktu, draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut menuai banyak kontroversi dari berbagai kalangan terutama dai pekerja. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus kita ketahui tentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut.

Kali ini saya ingin mencoba sedikit mengulas tentang Omnibus Law dengan bahasa yang sesederhana mungkin. Karena apapun posisi anda atau kita sekarang ini, pasti akan terpengaruh dengan keberadaan undang-undang ini. Tentunya tidak hanya posisi kita sebagai karyawan, buruh atau pekerja. Tapi juga "siapa tahu" posisi kita sebagai pimpinan perusahaan.

Apa Omnibus Law itu?

Banyak yang kurang paham bahwa sebenarnya Omnibus Law itu dicetuskan adalah sebagai undang-undang sapu jagat atau undang-undang yang akan lebih menyederhanakan dari peraturan yang sudah ada. Yang selama ini dirasa masih tumpang tindih.

Presiden sebagai pemimpin negara sendiri sangat berharap dengan adanya Omnibus Law ini, maka para investor akan dapat menanamkan modal di Indonesia tanpa melalui birokrasi yang berbelit tapi lapangan kerja akan tersedia semakin luas sehingga bisa mencukupi kebutuhan tenaga kerja yang ada.

Ternyata ada 3 poin utama yang menjadi sasaran dari pemerintah dalam pembuatan peraturan ini, yaitu :

Sedangkan yang banyak mendapat kritikan atau protes dari pihak para pekerja adalah poin pertama yaitu Ketenagakerjaan atau juga di sebut Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja. Dimana undang-undang tersebut mengatur tentang pengupahan, pemutusan hubungan kerja, cuti, sampai kontrak karyawan.

Adapun dampak dari kritik atau protes tersebut mengakibatkan pemerintah melakukan klarifikasi tentang RUU Cipta Kerja supaya masyarakat akan lebih memahami dan mengerti isinya.

Beberapa poin yang menjadi catatan pemerintah tentang apa yang ditakutkan atau lebih tepatnya dikawatirkan oleh masyarakat antara lain :

Upah

Tercantum dalam pasal 88 C RUU Cipta Kerja ada 3 poin penting yang membahas tentang upah yaitu :

  • Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.
  • Upah minimum sebagaimana di maksud pada ayat (1) merupakan upah minimum propinsi.

Yang dikhawatirkan pada pasal ini adalah nantinya akan bisa menghilangkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) serta upah minimum sectoral.

Selain itu, pasal 88 C RUU Cipta kerja mengatur tentang standar pengupahan yang berdasarkan waktu. "Upah ditetapkan berdasarkan : a. satuan waktu; dan/atau b. satuan hasil"

Pasal ini ditakutkan akan menjadi dasar perhitungan upah kerja per jam. Kemudian nantinya bisa berakibat pada perusahaan memberlakukan jam kerja yang panjang.

Dalam  hal ini pihak Kemenkominfo memberikan klarifikasi bahwa ketentuan tentang upah ini bukan berarti upah minimum akan turun. Karena aturan mengenai upah propinsi sudah ada, sehingga pihak propinsi bisa menghitung upah minimum dengan tepat.

Aturan ini tidak berlaku untuk industry berskala kecil. Kemudian untuk industry karya, akan dibuatkan aturan tersendiri mengenai pengupahan.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Dalam pasal 154 A RUU Cipta Kerja, dijelaskan tentang PHK sebagai berikut :

Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan : a. perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan, b. perusahaan melakukan efisiensi.

Nah, pasal ini sangat ditakutkan oleh karyawan karena bisa memicu PHK besar-besaran oleh perusahaan karena alasan efisiensi. Namun jika dilihat selama ini praktek PHK untuk efisiensi memang sudah sering dilakukan pada semua perusahaan. Oleh karena itu, RUU ini pun mengatur soal pesangon yang harus diterima pekerja setelah terkena PHK. Jadi pekerja akan menerima pesangon sesuai dengan masa kerjanya seperti berikut ini :

  • Masa kerja kurang dari 1 tahun, pesangon 1 bulan gaji
  • Masa kerja 1-2 tahun mendapat 2 bulan gaji
  • Masa kerja 2-3 tahun mendapat 3 bulan gaji
  • Masa kerja 3-4 tahun mendapat 4 bulan gaji
  • Masa kerja 4-5 tahun mendapat 5 bulan gaji
  • Masa kerja 5-6 tahun mendapat 6 bulan gaji
  • Masa kerja 6-7 tahun mendapat 7 bulan gaji
  • Masa kerja 7-8 tahun mendapat 8 bulan gaji
  • Masa kerja 8 tahun ke atas mendapat pesangon 9 bulan gaji

Cuti

Dalam Omnibus Law tidak terdapat aturan yang spesifik mengatur tentang cuti hamil, cuti haid ataupun cuti menikah. Seperti yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah bahwa ketentuan mengenai cuti terutama untuk pekerja perempuan, ada pada Undang-undang 13 tahun 2003. Ketiadaan pasal khusus mengenai hal tersebut pada Omnibus Law bukan berarti aturan sebelumnya tidak berlaku. Para pekerja tetap mendapatkan cuti melahirkan, cuti haid dan cuti menikah sesuai dengan ketentuan yang sudah ada.

Semoga ulasan saya yang cukup sederhana di atas, bisa dipahami dan dimengerti. Paling tidak kita tahu, kemana arah undang-undang tersebut nantinya kalau sudah diberlakukan.

Di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu seperti saat ini, hendaknya kita (terutama yang berstatus pekerja) harus memiliki rencana jangka panjang. Meskipun pengangkatan pegawai kontrak maupun PHK sudah diatur, itu tidak menjamin kondisi keuangan kita akan stabil. Oleh sebab itu, penting juga untuk memikirkan rencana mengembangkan atau merubah karir yang selama ini dalam "zona nyaman". Salah satunya adalah memiliki rencana untuk berinvestasi untuk memperoleh penghasilan pasif. Itu juga bisa menjadi cadangan dana ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pekerjaan tetap anda.

Tetap semangat dan tetap berkarya untuk negara!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun