Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Esensi Kasih Sayang Seorang Susy

14 Februari 2015   20:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:11 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_396890" align="aligncenter" width="480" caption="Berangkat Jualan Sekalian Anter Anak Sekolah"][/caption]

Pagi tadi saya sedang menyapu halaman depan rumah, ketika pandangan mata tertumbuk pada sesosok wanita sedang menyalakan mesin sepeda motor. Dan bukan sembarang sepeda motor. Tetapi yang belakangnya ada tambahan berupa gerobak merk Viar (biasanya untuk berjualan air mineral, bahan keperluan dapur dan macam-macam barang yang di jual secara berkeliling). Karena penasaran, saya datengi dia. Kebetulan rumahnya persis bersebrangan dengan rumah saya.

“Sudah mulai jualan Sus?” tanya saya.

“Iya mbak. Hari ini saya sudah mulai keliling jualan kue kering dan makanan kecil. Doain lancar dan laris ya?” jawab dia sambil tersenyum. Dalam kalimatnya seolah mengandung harapan dan permohonan doa, disertai pancaran  matanya yang  berbinar penuh optimisme.

Spontan saya tercenung. Sudah lama saya tahu kalau sepeda motor yang belum genap sebulan di beli itu memang rencana untuk jualan. Bahkan kemarin malam saya dan para tetangga di undang pengajian dalam rangka  minta dukungan doa dan restu untuk memulai usaha barunya itu. Dia memilih berjualan kue kering dan makanan kecil yang di jual kiloan setelah beberapa kali mencoba berbagai macam dagangan. Tapi yang saya tidak duga sebelumnya adalah ternyata yang turun sendiri untuk berjualan adalah dia sendiri, Susy yang seorang ibu rumah tangga, tetangga depan rumah saya itu.

Saya semakin terenyuh ketika dia menjalankan kendaraan yang cukup rumit dan besar itu meninggalkan rumahnya. Dengan sedikit tertatih dan hati-hati karena memang belum sebulan dia baru bisa mengendarai motor tersebut. Anaknya yang bungsu tampak duduk diantara makanan kecil yang berjajar di box belakang. Ternyata dia menyempatkan untuk mengantarkan dulu anaknya yang bungsu ke sekolah. Baru keliling untuk menawarkan dagangannya di seputar perumahan.

***

Kami bertetangga cukup lama. Sejak tahun 1999 dimana saya baru pindah ke perumahan Rewwin, Susy sudah lebih duluan. Dia tinggal bersama suaminya, Joshunan dan 3 orang anaknya 2 cewek dan 1 cowok yang masih sekolah semua sampai sekarang.

Dulu Susy dan suaminya termasuk pelaku usaha yang sukses. Meskipun hanya berdagang di pasar, tapi mereka mempunyai beberapa toko untuk dikontrakkan. Sedang 1 toko untuk berjualan sendiri yaitu menjual bahan pokok seperti beras, minyak, sabun, gula, kecap dan lain-lainnya. Darah dagang dan keturunan pebisnis memang kental dari orang tua baik Susy yang keturunan Madura dan suaminya yang keturunan Tionghoa.

Tapi semua itu berubah 360 derajat beberapa tahun yang lalu. Sebagai tetangga sebenarnya saya tidak terlalu kepo urusan orang lain. Meskipun hubungan kami satu sama lain cukup dekat dan akrab. Kabar tidak mengenakkan itu baru kami ketahui ketika ada salah satu tetangga yang mengajak untuk menjenguk suami Susy yang opname di rumah sakit karena stroke. Cukup mengagetkan para tetangga lainnya karena sebelumnya kami tidak pernah mendengar suami Susy sakit bahkan sampai kena stroke.

Cerita selanjutnya lebih mengejutkan. Ternyata kondisi yang memprihatinkan tidak hanya berhubungan dengan kesehatan suami Susy. Usaha mereka pun sudah beberapa tahun ini terpuruk. Bahkan bisa dikatakan bangkrut karena sekarang mereka sudah tidak mempunya apa-apa lagi. Toko-toko asset mereka yang dikontrakkan sudah ludes semua. Bahkan toko mereka yang menjadi penghidupan selama inipun turut terjual, untuk menutup hutang-hutang. Tinggal mobil satu-satunya yang dikorbankan untuk biaya rumah sakit suami Susy. Semua itu disebabkan persaingan bisnis dari sesama pedagang yang iri dan tidak suka melihat toko mereka lebih ramai. Apalagi jalan yang di tempuh lawan dengan cara yang tidak masuk akal seperti main dukun. Itu juga diutarakan Susy karena beberapa kali menjumpai hal-hal ghaib di toko mereka sebelum akhirnya di tutup karena harus berpindah pemilik. Selanjutnya suaminya sering sakit bahkan sampai suatu saat tidak bisa melakukan apa-apa selain tiduran saja di kamar selama beberapa bulan. Otomatis hanya Susy yang di tuntut mencari nafkah untuk keluarga. Apapun kerjaan dilakoninya yang penting halal. Dari membawa dagangan teman untuk di jual, bikin kue dititipin ke tukang sayur sampai buka lontong mie  dan gorengan di depan rumahnya.

Kami para tetanggapun salut pada suami Susy yang seorang mualaf. Meskipun cobaan datang bertubi-tubi, tapi dia masih tetap tawakal dan patuh menjalankan perintah agama. Ketika tidak sakit dan setelah sembuh dari stroke, selalu terlihat suami Susy tidak pernah absen tiap subuh, dhuhur dan maghrib selalu sholat ke masjid. Bahkan tiap hari Jumat tidak pernah absen melakukan ibadah sholat Jumat. Meskipun kondisi ekonomi masih belum stabil, anak mereka cowok yang nomor dua di kirim ke pondok pesantren di Situbondo. Alasannya supaya pendidikan agama khusus untuk anak laki-lakinya itu tidak terabaikan karena orang tuanya tidak bisa mengawasi secara langsung.

***

[caption id="attachment_396891" align="aligncenter" width="480" caption="Wajah Yang Tulus Dan Ikhlas Demi Keluarga"]

14238956251682004001
14238956251682004001
[/caption]

Bukan sengaja kalau Susy memulai berdagang pada hari ini tepat tanggal 14 Februari 2014 yang merupakan hari kasih sayang. Bukan kebetulan juga kalau Susy sebagai seorang istri dan ibu, mau mengambil alih tanggung jawab suaminya. Tapi Susy tidak pernah menyadari bahwa energi cinta dan kasih sayang hari ini telah memberi semangat dia untuk melakukan sesuatu buat keluarga tercinta. Dia tidak malu atau minder meskipun dulu termasuk pengusaha yang sukses, sekarang harus memulai dari bawah lagi. Bahkan dia tidak menuntut suaminya atau bahkan berniat meninggalkannya. Karena dia memahami bahwa selama ini mereka sudah cukup kenyang menghadapi segala macam cobaan selama mengarungi biduk rumah tangga. Bahkan dulu lebih banyak suka dan bahagia daripada dukanya.

Dari pengalaman seorang Susy di atas dapatlah kita petik essensi sesungguhnya arti dari sebuah kasih sayang itu adalah PENGORBANAN. Menikmati kebersamaan dan berbagi kebahagiaan itu tidak hanya ketika dalam keadaan senang. Tapi dalam keadaan susahpun kita masih bisa menikmati kebersamaan tersebut dan membuatnya menjadi satu kebahagiaan karena bisa dilalui bersama-sama.

"Kasih sayang ketika berlimpah bahagia itu sudah biasa. Tapi kasih sayang tetap bertahan ketika dalam keadaan susah itu baru luar biasa"

Selamat berbagi kasih sayang...

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun