Mohon tunggu...
Mba Adhe Retno
Mba Adhe Retno Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

http://retnohartati.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Membangun Kembali Citra Diri

7 April 2015   15:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:25 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_377237" align="aligncenter" width="282" caption="retnohartati.8m.net"][/caption]

Tentang Citra Diri

Citra, image (dari image/o, Latin) adalah rupa; gambar; gambaran; juga bermakna gambaran yang, dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Citra juga bermakna kesan mentalatau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat. Diri, … (sen)diri atau terpisah dari yang lain; tidak ada yang lain; bisa dipakai sebagai pelengkap beberapa kata kerja untuk menyatakan tentang sendiri dan tak ada yang lain. Diri juga bisa digunakan sebagaiungkapan pengganti pada/untuk pribadi, seseorang, dan lembaga atau institusi (yang dijadikan sebagai subjek mau pun objek).

Dengan demikian, Citra Diri bisa bermakna penggambaran yang utuh tentang diri seseorang;  penggambaran itu muncul karena adanya suatu rentetan (yang berkala mau pun terus menerus) tindakan, kata, sikap, aksi-aksi yang terlihat dan diperlihat (kepada dan oleh) orang lain.

Dalam perkembangannya, ungkapan  Citra Diri telah menjadi kata-kata untuk menyatakan siapa sebenarnya - hakikat seseorang, lembaga, institusi, badan, organisasi (sekuler, sosial, politik, dan keagamaan), bahkan komunitas masyarakat - bangsa - suku - sub-suku. Sehingga sering terdengar, kata-kata citra diriku; citra perusahan, citra parpol, citra diri bangsa; citra umat beragama, citra diri seorang siswa, dan seterusnya.

Karena penggunaannya yang serba guna tersebutlah, maka Citra menjadi suatu kebutuhan dan keharusan untuk banyak hal. Misalnya, jika ada hal-hal minus tentang sesuatu (misalnya lembaga/organisasi keagamaan, parpol, dan lain-lain), maka mereka yang ada di dalamnya, harus berupaya untuk kembalikanatau perbaiki citra. Artinya mereka melakukan banyak hal agar citra negatif tersebut (menjadi) hilang dan tak teringat; dan sekaligus memperlihatkan - menunjukan citra yang baik.

[Retno Hudoyo http://retnohartati.8m.net] Lalu, bagaimana membangkitkan kembali atau memperbaiki "Citra Diri yang telah rusak" tersebut!? Memang terasa rumit, karena citra diri juga menyangkut apa yang ada pada orang banyak, mereka yang lain; mereka yang telah melakukan penilaian, dan itu tertanam lama dalam pikiran. Juga, citra diri bukan hanya menyangkut tampilan fisik, dandan, cara berpakaian, berbicara, namun keutuhan diri seseorang. Dengan demkian, dalam rangka membangun kembali citra diri, maka perlu dilakukan secara utuh, simultan atau bersamaan pada berbagai aspek hidup dan kehidupan; misalnya

  1. Penataan kembali cara bersikap, bicara, bahasa tubuh di hadapan publik. Mulailah dari lingkungan dan lingkaran kecil di rumah, keluarga, dan teman-teman dekat; jangan lakukan dengan cara drastis, tapi berangsur-angsur, sehingga tampil alami
  2. Perbaiki tampilan dan cara (ber)dandan. Gunakan kosmetik yang 'adem dan tak menyolok,' parfun yang lembut atau tak berarima tajam; kenakan pakaian yang sesuai kegiatan, serta pilihan warna yang teduh
  3. Lihat sikon ketika di ruang publik, terbuka maupun tertutup (misalnyaa pada waktu rapat). Ini penting. Kehadiran kita di runag rapat, untuk mereka yang bekerja, jika terlambat, apalagi dengan sepatu yang tok, tok, tok, dan dengan nyaring berkata, Maaf, Saya terlambat, kemudian duduk paling depan atau paling belakang, akan mengganggu, hindari hal-hal seperti iti. Juga, misalnya, duduk di resto pas makan siang, jika salah duduk, apalagi dengan sedikit paha terbuka, maka akan menjadi perhatian orang banyak. Oleh sebab itu, perlu memperhatikan saat-saat berada di ruang terbuka, hindari hal-hal yang menjadikan diri kita menjadi pecakapan atau pun gunjingan orang lain.
  4. Jaga dan rubah  interaksi dengan teman-teman ketika off dan online; mereka, teman-teman, bisa jadi menjadi pemuji sejati, sebaliknya (jika ada) yang memusuhi anda (secara diam-diam dan terang-terangan), mereka adalah pengkritik abadi. Gunakanlah pujian dan kritik tersebut sebagai menambah yang kurang serta memperbaiki yang belum benar
  5. Hangatkan kembali religiusitas diri; ini bukan bermakna menjadi seorang fundamentalis dan radikal, namun tampilkan diri sebagai seseorang yang mempunyai nilai-nilai spritual, ramah, tolerang, serta bersahabat dengan semua
  6. .... silahkan nambah

Semuanya di atas, hanyalah saran kecil berdasar pengalaman berbagi dengan rekan-rekan kerja; selamat mencoba. Mba Adhe Retno Hudoyo - Universitas Pancasila Jakarta Tulisan pertama di Kompasiana pada tahun 2015

retnohartati.8m.net

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun