Mohon tunggu...
MB TJAHJONO
MB TJAHJONO Mohon Tunggu... Konsultan - LAKI LAKI

HOBI JALAN JALAN DAN MENYENDIRI

Selanjutnya

Tutup

Money

Menolak Lupa

18 Januari 2022   16:26 Diperbarui: 18 Januari 2022   16:30 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Meskipun keterbukaan informasi sudah dimulai sejak 2018 melalui Automatic Exchange of Information/AEoI, dimana Direktorat Jenderal Pajak bisa bertukar data keuangan secara otomatis dengan sejumlah pemangku terkait, untuk kepentingan perpajakan. Dimana Implementasi AEoI, bisa menutup peluang para Wajib Pajak yang menyembunyikan harta/penghasilan di luar negeri maupun dalam negeri. Namun  hal ini tidak mudah masih ada masalah yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam mengimplementasikan program tersebut.


Pertama kesiapan akan teknologi, kesiapan infrastruktur teknologi di Direktorat Jenderal Pajak dalam menyimpan data-data dari lembaga keuangan. Pada saat ini kesiapan teknologi di Direktorat Jenderal Pajak sudah sangat mumpuni, baik dari segi kapasitas dan security. Dengan pakai join domain, manajmen pemakaian data dapat dikontrol oleh pusat, dimana  pegawai yang melakukan Log-in, akan di evaluasi, jangan sampai ada penyalahgunaan. Dari sisi intilijen dan analitik, Direktorat Jenderal Pajak sudah punya teknologi big data, dimana sebagain pengolahan dilakukan secara system, namun demikian beberapa data-data para nasabah yang masuk ke data base juga dilakukan pengolahan untuk mencocokan dengan data NPWP yang sudah ada.

Kedua, banyaknya lembaga keuangan yang diwajibkan dalam untuk mendaftarkan diri dalam rangka persiapan implementasi AEoI, membutuhkan waktu untuk melaporkan data nasabahnya. Ada diatas 5000 lembaga keuangan yang sudah melaporkan data para nasabahnya ke Direktorat Jenderal Pajak. Bila dahulunya lembaga keuangan dengan alasan privacy nasabah dapat melindungi data nasabahnya saat ini hal itu tidak dapt dilakukan lagi.

Sosialisasi juga seyogyakan dilakukan kepada Wajib Pajak bahwa data keuangan mereka akan tercatat di Direktorat Jenderal Pajak, sehingga dalam melaporkan harta dalam SPT Tahunan harus sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, sesuai disini dalam artian, sesuai nama barangnya, sesuai alamat dan sesuai nilainya. Karena perbedaan yang timbul akan dianggap sebagai entitas baru oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Bagaimana dengan data diluar negeri, pemerintah juga melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan diluar negeri, bahkan negara seperti singapura dan swiss juga telah dilakukan kerjasama oleh pemerintah. Memang bukan hal yang mudah tetapi keterbukaan informasi ini menjadikan negara kita menjadi lebih maju.

Sekarang pertanyaannya apakah kita siap ?


Menolak Lupa

Menjawab pertanyaan di atas, sepertnya kita harus melihat diri sendiri. Pemerintah sudah memberi kesempatan kepada masyarakat dengan Tax Amnesty yang diluncurkan pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2017. Pada kesempatan pertama, memang menghasilkan penerimaan pajak yang besar namun belum sepenuhnya Wajib Pajak mengikutinya. Oleh sebab itu pemerintah saat ini memberi kesempatan kedua dengan Program Pengungkapan Sukarela atau biasa disingkat PPS.

Pemerintah meyakini PPS yang dimulai sejak 1 Januari 2022 dapat memberikan manfaat besar bagi wajib pajak sekaligus menambah pendapatan negara, dan pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 196/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak. Dalam peraturan ini menjelaskan bahwa aturan pelaksanaan PPS sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Terbitnya PMK 196/2021 membuat PPS siap berlaku selama enam bulan, yakni 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan [PPh] berdasarkan pengungkapan harta.

Apa manfaatnya ?, banyak manfaat yang didapat oleh Wajib Pajak seperti terbebas dari sanksi administrative, data yang diungkapkan dilindungi UU dalam artian tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak, kemudian dapat memanfaatkan data yang diungkapkan tersebut dalam usahanya tanpa menyembunyikan dalam laporan keuangan.

Ada dua kebijakan, yaitu Kebijakan I bagi wajib pajak orang pribadi dan badan yang merupakan peserta tax amnesty jilid pertama, lalu Kebijakan II bagi wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan harta perolehan pada 2016---2020 dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2020. Disini Wajib Pajak dapat melaporkan hartanya yang belum dimasukkan dalam SPT, bagaimana dengan harta yang sudah diterbitkan dalam SP2DK ?, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan boleh diikutkan dalam PPS, justru ini momentnya. Bila sebelumnya kita mungkin lupa mencatumkan nilai rekening, nama harta atau lupa mencantumkan harta yang diperoleh di tahun 2016 sampai 2020 inilah saatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun