Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kisah Buyung dan Negeri Bunian serta Miskonsepsi Kita terhadap Kepedulian

10 Mei 2022   07:39 Diperbarui: 10 Mei 2022   07:43 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari StockSnap, Pixabay


Entah mengapa pada malam ini pikiran saya tiba-tiba melenting ke masa lalu, jauh mengembara dan jatuh kepada diri saya yang mendekam didalam sebuah perpustakaan SDN 07 Renggung yang terletak di kecamatan Kopang, Lombok Tengah.

Saya yang kecil waktu itu duduk sembari membaca buku, dan seperti anak-anak SD pada umumnya, kami jatuh cinta kepada buku cerita bergambar sekaligus terjun kedalam fantasi yang kami ciptakan sendiri.

Namun diantara sekian buku yang saya baca, malam ini kenangan saya mendarat pada kisah negeri Bunian serta fantasy yang ada didalamnya. Saya dan buku tersebut telah berjarak belasan tahun, namun saya masih mengingat inti ceritanya dengan jelas.

Buyung dan temannya masuk kedalam hutan dan bertemu dengan orang Bunian. Kemudian mereka diajak pergi ke negeri Bunian dengan janji akan diberikan kebahagaiaan yang tidak pernah mereka dapatkan. Dan betul saja, disana ada permen, gulali, dan coklat, serta wahana yang membuat mereka tergelak bersama.

Namun kemudian Buyung sadar bahwasanya semua ini aneh. Segera ia membangunkan Udin yang tetap bahagia disana, namun tentu saja Udin mengacuhkan Buyung. Hal ini kemudian membuat Buyung terpaksa meludahi wajah temannya dan menamparnya. Membuat temannya itu tersadar dan meninggalkan negeri Bunian untuk selama-lamanya.

Kendati sederhana namun cerita rakyat Minangkabau tersebut cukup relate dengan kita. Hal yang kemudian menjadikan saya menyebut hal ini sebagai miskonsepsi kepedulian yang ada dalam kehidupan kita.

Dalam persoalan mengenai kepedulian, kita selalu ingin dimengerti dengan kacamata yang kita gunakan. Dan bahkan, ironinya adalah keegoisan yang kita miliki menuntun kita untuk menyadari bahwasanya kepedulian haruslah berbentuk hal-hal yang manis.

Padahal tidak, kita terkadang adalah sahabat Buyung dan terlena akan kehidupan dunia dan segala tetek bengeknya. Kita hidup terus terfokus pada tersebut, terbelenggu sampai kita tidak bisa bergerak kemanapun dan terus menerus berada pada tempat yang serupa.

Beberapa dari kita terkadang terlalu fokus pada kehidupan percintaan dan tenggelam didalamnya, sampai lupa bahwasanya kemungkinan didepannya kita akan patah hati dan jatuh sedalam-dalamnya. Sementara itu, sebagian kita terlalu fokus hidup pada kegelisahan yang kita miliki, kesedihan yang menyelimuti diri kita sampai lupa bahwasanya hal tersebut akan berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun