Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Atas Nama Negara Kau Jual Segalanya!

2 September 2021   05:56 Diperbarui: 2 September 2021   05:59 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengatasnamaan kita akan sesuatu memang tidak pernah memiliki akhir, bahkan rakyat kecil seperti kita pun kerapkali melakukannya, namun tentu saja apa yang kita lakukan tidak separah petinggi-petinggi istana yang selalu semena-mena.

Kaum kecil seperti kita mengatasnamakan sesuatu dengan ala kadarnya, misalnya remaja akan mengatasnamakan cinta untuk membolehkan dirinya berpacaran, dan orang-orang dewasa akan mengatasnamakan merokok maupun menonton video porno dengan alasan dewasa.

Entah darimana asalnya namun pengatasnamaan ini seolah tidak pernah hilang dari muka bumi, ia laksana korupsi yang menjelma budaya di Indonesia dan terus dipupuki oleh petinggi-petinggi kita. 

Namun terlepas dari semua itu pula, pengatasnamaan kita akan sesuatu yang tidak wajar malah menciptakan dunia kita menjadi kacau balau karena terlalu merujuk kepada stigma yang telah rusak.

Kita berkali-kali mendapatkan berita terkait akan hal ini, entah dulu pak Soeharto yang membiarkan adanya Petrus (Penembak Misterius) atas nama keamanan, bu Megawati yang menjual aset-aset Indonesia dengan mengatasnamakan membaiknya hubungan diplomasi, sampai pak Jokowi yang mengatasnamakan majunya infrastruktur dengan cara...ehm..hutang.

Mungkin saya bisa memaafkan mereka jika yang melakukan pengatasnamaan hanya mereka---tentunya saya tidak bisa memaafkan mereka--akan tetapi tidak, dari atas sampai bawah pengatasnamaan terus terjadi dan menjadi problematika di negeri ini. 

Kita mungkin acapkali mendengar petinggi istana yang mengatasnamakan studi banding untuk pergi keluar negeri, menciptakan prasarana atas nama kemaslahatan dan kesejahteraan walau ujung-ujungnya dikorupsi.

Yang paling menyedihkan adalah bagaimana kita kerapkali mengatasnamakan sesuatu sehingga melupakan sisi moral yang kita miliki, semua selalu kita atas namakan, bahkan kita berani membakar gereja atas nama tuhan, hal yang semestinya tidak pernah kita atas namakan.

Pengatasnamaan kita akan sesuatu adalah bullshit sebab kita sebenarnya memberi makan ego kita disana, kita hanya melakukan pengatasnamaan akan sesuatu agar tidak disalahkan oleh siapapun, dengan bersembunyi dibalik pengatasnamaan kita maka kita tidak akan pernah merasa salah, kita akan merasa fresh dan tidak terbebani.

Namun sekali lagi kita harus sadar bahwa kenyataannya pengatasnamaan kita akan sesuatu hanyalah pelarian dan hanya akan membawa diri kita pada kehancuran bila pengatasnamaan itu adalah hal yang salah. Saat ini kita bisa mengatasnamakan kemalasan sebagai ajang untuk lari dari disiplinitas, namun kita juga harus siap-siap menerima kenyataan sebab di masa depan nanti kita juga akan mengatasnamakan 'takdir tuhan' untuk lari dari hal yang tidak pernah kita jangkau.

Indonesia sendiri juga pada akhirnya menjadi Indonesia atas nama persatuan dan pada akhirnya terpecah belah karena politik, atau dalam hal ini mereka mengatasnamakan kebenaran, tuhan, logisme, kebaikan, dan segala tetek bengek yang bisa mengangkat mereka tinggi, agar mereka mampu mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dan semua hal itu terbalut dalam satu kata, politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun