Amerika Serikat      : 32 judul
Jerman       : 22 judul
SMU International Swiss: 15 judul
Rusia  : 12 judul
Prancis : 20-30 judul
Belanda      : 30 judul
AMS Hindia Belanda (Indonesia zaman penjajahan Belanda) Â Â Â Â Â : 25 Judul Â
Dan yang terakhir adalah SMU Indonesia yang berjumlah 0 judul. Padahal di masa penjajahan Belanda dulu, AMS atau sekolah setara SMU melahap 25 judul novel dan karya sastra lainnya. Maka tidak mengherankan bagaimana AMS atau yang setara dengannya telah melahirkan K.H. Agus Salim, Mohammad Natsir, Rosihan Anwar, Roeslan Abdulyani, Soedjatmoko, dan sederetan nama besar lainnya. Kata Taufiq Ismail.
Bahkan tidak hanya itu, data dari UNESCO menyebutkan Indonesia berada pada urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca penduduk Indonesia sangatlah rendah. Menurut data yang diambil dari UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Yang berarti, dari 1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.
Hal ini semakin diperparah oleh riset yang bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, riset itu menyebutkan bahwa Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Hal yang mencengangkan dari hal ini adalah sebuah fakta dimana Indonesia mendapatkan urutan kelima di dunia yang memiliki kepemilikan gadget. Bahkan menurut riset yang dilakukan, diperkirakan paada tahun 2018 pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang dan akan mengakibatkan Indonesia berada pada posisi keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika dalam penggunaan smartphone. Â