Mohon tunggu...
Didi Widyo
Didi Widyo Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Pendidik

Pendidik, Trader

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Bahan Bakar Hidrogen: Inovasi Mahasiswa Kita

6 Mei 2019   10:18 Diperbarui: 30 Mei 2019   10:34 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyambutan Tim Antasena ITS di Juanda

Di bilangan Senayan, tepatnya di kantor Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), 3-4 Mei, puluhan mahasiswa yang mengaku tergabung di dalam KANPMI menginap dan menggelar tenda di depan kantor Ristekdikti menunggu diterima Menteri untuk menuntut dicabutnya Peraturan Menteri terkait dengan organisasi mahasiswa. 

Sehari kemudian di Surabaya, tepatnya di Juanda, rombongan mahasiswa ITS yang tergabung di dalam Tim Antasena, tim mahasiswa yang mengabdikan dirinya dan hidupnya, segenap jiwa raga untuk inovasi bagi negeri, mengikuti kontes mobil hemat energi di ajang Shell Eco Marathon (SEM) di Malaysia yang diikuti oleh 108 Tim dari 18 negara. Mereka datang membawa kebanggaan. 

Mereka meraih juara kedua di seri Drivers World Championship (DWC). Mereka tidak menuntut apa-apa.

SEM adalah ajang kompetisi merancang konsep mobil masa depan dengan berbagai bahan bakar, yaitu bensin, solar dan etanol serta baterai listrik dan hidrogen. Mobil Antasena ikut di kategori hidrogen.

Selamat adik-adik mahasiswa. Selamat ITS. Selamat mahasiswa Indonesia. Perjuangan dan puasa panjang anda, Tim Antasena akhirnya berbuah.

Bangga disertai trenyuh dan sekaligus prehatin.

Satu tahun penuh mereka bekerja menciptakan mobil konsep ini sampai dengan siap mengikuti ajang lomba di Malaysia. Mereka menghabiskan dana 60 juta di luar komponen utama sel bahan bakar yang masih harus di impor.

Kebijakan negeri ini sudah jelas bahwa inovasi menjadi prioritas utama. Namun di dalam implementasi program sepertinya belum terlihat nyata dukungan dana yang cukup untuk inovasi adik-adik mahasiswa ini.

Saya membayangkan andai Tim Antasena bisa fokus di engine, sistem kemudi dan rem, seperti sejawat dan kompetitor mereka dari negara lain. Pasti hasilnya akan lebih baik lagi.  Apakah inovasi anak akademik dan tentu anak negeri ini akan dibiarkan seperti ini.

Terus tegakah kita melihat potensi anak2 kita kurang terdukung karena alasan biaya? Karena minimnya dana dan dukungan, Tim Antasena harus membangun sasis dan bodi secara konvensional, "manual" dan "cara tukang". Inikah bentuk kebijakan dan program inovasi kita?

Apakah memang karena memang dana terbatas dan juga harus di bagi-bagi (di ecer2)? 

Apapun kondisinya, adik-adik mahasiswa sudah mampu membuktikan, dana terbatas tidak menjadi hambatan untuk berinovasi dan berprestasi.

Ke depan kita harus sanggup utk menentukan atau memutuskan prioritas apabila kita benar-benar ingin memajukan inovasi.

Moga dapat menjadi perhatian pimpinan tinggi terkait. 

Selain Antasena, Tim ITS yang lain, Sapu Angin berhasil meraih juara pertama di kategori bensin, dan Nogo Geni meraih tempat ke dua kategori elektrik.

https://www.kompasiana.com/mazdik/577d89d6f196735607162744/mahasiswa-hebat 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun