Mohon tunggu...
May Andani
May Andani Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

suka kucing

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pembiasaan Generasi Antikorupsi

9 Agustus 2022   14:30 Diperbarui: 9 Agustus 2022   14:30 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika koruptor tertangkap dan disiarkan di media sosial, banyak orang memaki dan menyumpahi mereka. Postingan yang menyiarkan pun ramai akan komentar menghakimi,

Mati! Mati! Mati! Hukum mereka mati!

Mereka menyalurkan pendapat dengan kejam dan berharap dibaca oleh orang-orang yang bertugas di pengadilan. Meskipun begitu, pengadilan hanya bergerak sesuai undang-undang, tidak boleh sembarangan memasukan emosi didalamnya.

Hukuman bagi pelaku korupsi sudah tercatat pada Pasal 2 ayat 1 dan 2, UU 31 Tahun 1999. Dalam ayat (1) menyebutkan bahwa orang yang melakukan korupsi akan dipenjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dengan denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak 1 milyar. 

Sedangkan ayat (2) menyebutkan bahwa adanya hukuman mati yang hanya akan dijatuhkan dalam keadaan tertentu (keadaan tertentu yang dimaksud adalah ketika pelaku melakukan tindak pencurian pada saat negara mengalami keadaan bahaya seperti bencana alam nasional, krisis ekonomi dan krisis moneter). 

Dengan acuan undang-undang itulah para pengadil memberikan vonis hukuman. Walau begitu, masih banyak pejabat dan pegawai yang berani melakukan tindak korupsi.

Upaya perbaikan sangat mendesak perlu untuk dilakukan. Dimulai dari tingkat terkecil, yaitu diri kita sendiri. Banyak orang yang tak sadar bahwa setidaknya mereka pernah melakukan korupsi walaupun bentuknya sangat kecil. Sebagai contoh terdekat, ketika seseorang melebihkan nominal anggaran pembelian barang (memalsukan nota) pada saat meminta iuran. 

Dengan harapan dana yang dilebihkan bisa dikantongi dan dinikmati sebagai upah tanpa ada persetujuan dari pihak yang bersangkutan. Hal remeh itu tanpa disadari telah melekat dan menjadi kebiasaan segelintir orang dari generasi ke generasi. Beberapa orang mewajarkan hal tersebut, namun jika kita terus mewajarkan hal yang salah mau sekecil apa pun itu, tentu akan berdampak buruk untuk kehidupan sosial kedepan.

Maka dari itu, kita yang saat ini memiliki kekuatan untuk mendorong perubahan harus turut mengupayakannya. Meski awalnya sulit tapi apabila dilakukan terus-menerus pasti akan mudah untuk menjadi kebiasaan. Dan tentu hal baik ini akan mengubah sistem pemikiran orang-orang di generasi selanjutnya. 

Kesalahan kecil yang segera ditumpas tentu tak akan tumbuh menjadi masalah di masa depan. Semoga kedepannya indonesia didominasi orang-orang yang amanah.

aamiin -hepymay

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun