Mohon tunggu...
Maya Lestari Gf
Maya Lestari Gf Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Novelis-blogger-traveller. mayalestarigf.com ig: @mayalestarigf twitter: @mayalestarigf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kelas Kreatif Indonesia: Upaya Membangun Budaya Literasi sejak Dini

26 Mei 2016   12:31 Diperbarui: 26 Mei 2016   19:01 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan kelas menulis kreatif di Badan Perpustakaan dan Daerah (BPAD) Sumbar. Kegiatan menulis ini kami rancang sekreatif mungkin, dengan menggunakan berbagai media belajar kreatif

Itu adalah hari yang paling dingin di bulan Maret 2009, kalau saya tidak salah ingat. Saya membawa setumpuk buku-buku dari Badan Perpustakaan Daerah Sumatra Barat ke sebuah sekolah dasar swasta di Padang. Saya sudah cukup lama mengenal sekolah itu, jadi tahu apa saja yang ada di perpustakaannya yang kecil. 

Memang ada majalah anak-anak dan buku cerita, tapi jauh lebih banyak lagi buku-buku pelajaran sekolah. Perpustakaan itu, sepengetahuan saya bukan tempat yang dengan suka rela dilirik anak-anak. Umumnya, bila jam istirahat tiba, anak-anak lebih memilih bermain di luar atau berbincang-bincang sambil memakan bekal sekolahnya. 

Jadi, saya bilang pada kepala sekolahnya kalau saya mau membawakan anak-anak itu beberapa bacaan, dan kalau mungkin, memotivasi mereka untuk membacanya di rumah.

Saya lalu duduk di perpustakaan sekolah yang sangat kecil, ukurannya sekitar 2x3 meter. Seorang guru memanggil murid-murid kelasnya dan mengajak mereka ke perpustakaan. Anak-anak itu duduk melingkari saya. Saya bilang kalau saya punya buku cerita. Anak-anak itu tidak nampak tertarik. Oke, itu buku, so what? Mungkin begitu yang ada di pikiran mereka. 

Saya lalu mengambil sebuah buku cerita bergambar, kemudian membacakannya untuk mereka. Di tengah cerita, ketertarikan mulai muncul. Saya letakkan buku  itu, lalu tanpa dinyana mereka berebut mengambilnya. Berlomba ingin tahu bagaimana kelanjutan cerita itu.

Inilah kejadian awal yang kemudian menginspirasi terbentuknya Kelas Kreatif Indonesia (KKI), sebuah komunitas yang juga menjadikan namanya sebagai nama gerakan. Berawal dari keprihatinan terhadap rendahnya keberaksaraan anak-anak Indonesia, saya dan beberapa orang teman berinisiatif untuk membentuk semacam kegiatan yang akan memotivasi anak-anak untuk menyukai bacaan sedari dini. 

Pada mulanya, kegiatan di sekolah dasar swasta tersebut akan dilanjutkan dan diluaskan ke berbagai sekolah, tapi kemudian bencana gempa pada 30 September 2009 membuat rencana itu tertunda. Perlu waktu yang cukup lama untuk pulih dari dahsyatnya bencana. Tercatat, sejak kegiatan di SD swasta itu yang berlangsung selama tiga bulan (Maret-Mei 2009), kegiatan serupa baru diadakan lagi pada Maret 2015. Kali ini tempatnya di gedung Perpustakaan dan Arsip Propinsi Sumatra Barat, dengan persiapan lebih matang, dan visi yang lebih panjang.

Sinergi Komunitas

Apa itu konsep pendidikan semesta? Bagi kami para relawan KKI, konsepnya sederhana: yakni setiap elemen masyarakat saling bersinergi untuk mencapai tujuan bersama. Sebagaimana setiap orang punya potensi masing-masing, setiap komunitas atau lembaga di masyarakat juga punya potensinya sendiri-sendiri. Sebuah peradaban tidak ditegakkan oleh satu atau dua elemen, ia ditegakkan secara bersama-sama oleh setiap unsur masyarakat. Sebuah tujuan besar tidaklah mungkin dicapai sendiri, ia harus dikejar bersama.

Kami di KKI berupaya untuk menyatupadukan semua sumber daya ini. Itulah sebabnya, pertama-tama kami mendekati badan pemerintah, sebagai tempat yang kami yakini punya sumber daya sangat besar. Beberapa kali KKI melakukan semacam audiensi, termasuk dengan kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Sumatra Barat, Drs. Alwis, untuk menghadirkan program-program literasi yang menyasar anak-anak.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Kegiatan KKI di sebuah sekolah dasar di Padang
Kegiatan KKI di sebuah sekolah dasar di Padang
Kecintaan terhadap literasi jauh lebih mudah ditumbuhkan pada usia dini, sebab, sebagaimana kata pepatah, mengajar mereka ibarat melukis di atas batu. Akan membekas selamanya. Beruntung, presentasi yang dilakukan diterima sangat baik oleh pihak perpustakaan, bahkan bukan cuma itu, mereka juga mendukung habis-habisan gerakan ini. Apa saja bentuk dukungan itu, nanti akan kami paparkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun