Mohon tunggu...
Maya Madu
Maya Madu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah Hitam

26 September 2016   10:00 Diperbarui: 27 Desember 2016   17:30 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ya ndak cerita apa-apa, Gan, wong dia tanya sapinya sehat-sehat terus pegang yang betina itu kok, yah saya ceritakan kalau betinanya sedang mulai hamil jadi sering marah jika ada orang baru dikenal, begitu."

Degh ... penjelasan Pak Min semakin membuat darahku mendidih. Benang merah tentang Aa' Semar semakin nampak sepak terjangnya. Bahwa Si Semar itu bukan bisa menebak, namun memang ada yang memberi tahu. Seharusnya aku beritahukan ini pada istriku namun aku takut semakin melukai hatinya, perasaan sedih dengan  keadaan berkabung sangat tidak tepat bercerita apa-apa.

Kuputuskan datang ke padepokan esok harinya, berharap dapat mengetahui maksud Si Semar Gendeng itu. Perlahan aku mulai kehilangan kesabaran, dari bukti-bukti yang muncul dipermukaan.

"Permisi, A'. Ada apa mencari saya, maksud saya mencari baju anak saya?" aku tak gentar atau sungkan padanya--lelaki yang kini menggunakan pakaian serba putih itu.

Senyum culasnya seakan mengejek keadaanku, kuikuti saja apa keinginannya.

"Aku hanya ingin baju terakhir anak perawanmu itu," seperti biasa Aa' Semar menghisap kreteknya dalam-dalam.

"Apalagi yang sampeyan inginkan dari kami, A'. Saya tahu bahwa sampeyan bukan bisa menebak keadaan sapi betinaku itu, namun memang ada yang memberitahu. Apalagi yang sampeyan inginkan setelah anak satu-satunya mati dengan keadaan kesakitan!" aku mendengus kesal, seakan ingin saja kuludahi lelaki itu, persetan dengan kesaktian yang ia miliki.

Anak buah Aa' Semar segera mendekat, namun aku sigap dengan keadaan, adu mulut tak dapat terelakkan, hingga Aa' Semar mengusirku dengan kata-kata yang memekak gendang telinga.

"Aku butuh darah hitam perawan yang ada pada anakmu itu, sebab hanya aku yang bisa menjadikan dia sajen kesaktian. Hahahahha," tawanya menggema diiringi tarikan kasar anak buah Aa' Semar padaku.

Sekarang aku tahu dan hanya bisa menyesali, mengapa aku harus datang ke tempat biadap ini. Biarlah rahasia ini kupendam sendiri, tanpa istriku tahu bahwa anak semata wayang kami telah dijamah olehnya. "Semoga kau tenang di sana, Sayangku," batinku nelangsa.

Sesampainya di rumah kuputuskan untuk mencuci baju yang dikenakan Amelia sebelum kematiannya, sehingga tak ada lagi jejak yang diinginkan. Semoga saja tak menimbulkan kecurigaan pada istriku[*]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun