Mohon tunggu...
Maya Madu
Maya Madu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah Hitam

26 September 2016   10:00 Diperbarui: 27 Desember 2016   17:30 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pokoknya segera cari solusi, Pak, entah Bapak mau menerima saran Aqil atau tidak terserah! Yang penting ibu tetap mau ke sana titik," suara istriku perlahan lirih seiring langkahnya yang menghilang. 

***

Anak kami--Amelia--berusia tujuhbelas tahun, dokter menvonisnya Leukimia. Pengobatan secara rutin dengan cuci darah telah rajin dilaksanakan setahun belakangan ini namun hasilnya standart--tidak menunjukkan kemajuan apa-apa. Sedangkan pengobatan herbal dari Cina, Tiongkok dan India juga dilakukan, semua itu seakan sia-sia. Pekerjaanku sebagai pengawas pabrik semen terpaksa kukorbankan demi menemani istri berobat kemana-mana. Rumah kontakan peninggalan Abah juga telah habis terjual demi pengobatan. Satu-satunya yang masih tersisa adalah tiga ekor sapi yang salah satunya milik pamong--buruh among sapi.

Konon pengobatan yang disarankan Aqil pada keluarga kami banyak yang menuai hasil, sebab Aa' Semar pemilik padepokan Semar Mendem selalu ramai oleh pasien dari berbagai pelosok Indonesia. Masih dari cerita Aqil pada kami; "Aa' orangnya sakti, Bu, waktu itu ada pasien dari Jawa Timur kena penyakit Diabetes Militus--kakinya busuk separuh dari pangkal lutut hingga ke mata kaki, sembuh karena terapi mahar kambing jantan."

"Emang diapain, Qil?" aku masih penasaran dengan cerita Aqil.

"Diobatin dengan cara Aa' dong, Pak, setiap pasien diberi jadwal kapan mereka bisa kembali sesuai dengan permintaan yang Aa' berikan, Aa' menulis keinginannya tersebut pada kain kafan juga bukan main-main, lho. Kabar yang saya dengar melalui ilhamnya," Aqil menyedot dalam-dalam kretek yang terapit di kedua jarinya.

"Terus ... terus, Qil?" aku mulai serius memerhatikan cerita yang mengalir pada mulut Aqil.

"Nah pasien yang sakit Diabetes itu disuruh mencari kambing jantan yang makannya kurma, darahnya hitam dan manis, kotorannya bukan bulat-bulat namun lembek seperti kotoran ayam, warnanya juga hitam. Yang jelas pasien dan keluarga pasien hanya bisa mendelik bagaimana mencari kambing jenis itu? Seumur-umur namanya kambing juga makan rumput atau godong-godongan, tainya juga bulet-bulet.

Di mana-mana namanya darah yah merah atau merah pekat bukan hitam. Pasti semua menolak dan tidak sanggup. Setelah keluarga pasien menyatakan ketidak sanggupannya maka, Aa' memberi solusi berupa mahar yang ditentukan rupiahnya. Untuk satu kambing jenis yang disebutkan tersebut sekitar 15 juta. Namun pengobatannya dilakukan terbuka, sehingga keluarga pasien bisa langsung melihat hasilnya," Aqil menyeruput kopi yang dihidangkan istriku.

"Tapi gak bohongan, kan?" Istriku menimpali, aku juga meyakinkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang Aqil jawab dengan rentetan ceritanya.

"Kambing yang dibawa anak buah Aa' Semar bertubuh gempal, dengan bulu-bulu yang hitam semua. Seperti gerakan karate Aa' Semar berguling-guling di tanah menarik energi yang terlihat sangat besar, lantas kaki pasien diusap dan gerakan menarik ditujukan kepada kaki kambing jantan. Dengan parang panjang dan mulutnya yang berkomat-kamit lantas disembelih kambing tersebut. Tubuhnya dibagi menjadi dua, darah yang mengalir dari kambing berwarna hitam pekak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun