Mohon tunggu...
maria hidayati
maria hidayati Mohon Tunggu... -

i try to live the life to the fullest

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mencintai Itu Meluka...

23 Desember 2010   13:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:27 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kesadaran bahwa kau masih begitu berarti telah mengusik ketenangan jiwa dan ketentraman hatiku. Kenyataan bahwa residu rasa sayang masih berserakan diantara serpihan-serpihan kenangan masa lalu telah menghantui keseharianku. Adanya keinginan untuk tetap tinggal dan berada di sampingmu telah mengacaukan nalarku. Timbulnya perasaan sayang dan cinta, yang mulai agak berlebihan ini, telah menumpulkan indra pendengaranku. Aku mengabaikan peringatan dan anjuran kalau perasaanku ini terlarang… Aku memaksakan diriku untuk yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Percaya bahwa aku melakukan kesalahan yang indah dengan hanya memikirkanmu. Dan karenanya aku gundah…resah dengan perasaan bersalah.

Ketika sebuah senyuman, eratnya jabat tangan, moleknya sebuah alunan, dan godaan pesona pelukan telah berhasil memanggil kenangan tempo dulu, aku ternyata telah pergi terlampau jauh dan tenggelam bersama misteriusnya kedalaman hati manusiaku. Setelah semua tatap muka, canda tawa dan berbagi rahasia, kudapati diriku merasakan rasa iri, cemburu, dan takut kehilangan. Aku pun menjadi rapuh, gampang meluka dan terluka. Dan di luar kuasaku,… aq ingin mencintai dan dicintainya … LAGI!!

Keinginan untuk dicintai … LAGI… begitu besarnya sampai aku sering, (terlalu bahkan) mengobral perkataan sayang dan cinta yang dulu dan sekarang sangat jarang aku lakukan. Keinginanku untuk mencintai terbentur tembok kebahagiaanmu yang begitu besarnya sampai aku terluka dan berdarah. Apakah besaran cinta dari pihakku bisa lantas menjadikanmu orang yang mengendalikan kapan aku harus bahagia dan terluka? Tentu saja tidak,… Dengan melakukannya, kau telah mencoreng citra putih dan sosok sejati dirimu yang telah kusimpan selama bertahun-tahun. Dengan melakukannya kau telah menodai kesempurnaanmu yang selama ini selalu kujadikan pegangan. Dan kaupun terus melakukannya dengan sadarmu … membuatku luka.

Kini setelah aku benar-benar meluka karena mencinta dan berdarah karena mendamba, aku menyadari adanya kemungkinan-kemungkinan. Mungkin akan lebih baik bagi kesehatan hati dan jiwaku kalau aku tidak pernah mengusik ketentraman kenangan yang sudah kupaksa tertanam dalam. Mungkin akan lebih indah bagiku kalau aku tetap menghargai kenangan kebersamaan kita. Mungkin akan lebih menyejukkan untuk tetap menyimpanmu sebagai sosok yang sempurna dan indah seperti dulu. Mungkin akan lebih menenangkanku seandainya tidak terlalu jujur dan berterus terang akan perasaanku. Mungkin akan lebih baik bagimu kalau kau tidak datang sehingga aku tidak bisa seenaknya saja mengganggu tentram dan bahagianya hatimu. Mungkin akan lebih banyak berarti kalau aku tetaplah aku seperti yang pernah ada dan kau ingat … DULU SEKALI.

Untuk itu semua,… aku akan belajar untuk minggir dan melepaskan perasaan sayang dan cinta. Aku sudah tidak bisa dan tidak ingin terluka dan meluka karena begitu besarnya rasa cinta yang kupunya. Selama ini aku mengira bahwa kau adalah inti dari keberadaanku di dunia ini. Tapi ketika kau memperlakukanku seperti pengganggu, bukankah suatu sikap bijaksana jika aku enyah saja. Tapi ketika kau dengan ringannya menganggapku tiada, bukankah lebih baik kalau aku tidak memaksakan keberadaanku. Dengan begitu aku tidak akan lebih terluka lagi sebelum kau menyuruhku untuk pergi dan berlalu.

Karena aku ingin aku sendiri yang mengendalikan perasaan bahagia dan laraku. Aku ingin merasa lebih berarti dan dihargai dengan mempunyai perasaan bahwa aku dicintai. ITU LEBIH BAIK bagiku. Aku tidak ingin mengiba dan meminta dengan mencintai … karena ternyata mencintai itu penuh dengan perasaan meluka dan terluka. Walau aku merasa kau tidak akan begitu peduli … dan sekali lagi hatiku pun terluka hanya dengan memikirkan ketidakpedulianmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun