Mohon tunggu...
Andri Mulyawan
Andri Mulyawan Mohon Tunggu... Staff Administrasi Proyek -

Mahasiswa Ilmu Sosial Bergerak di Ilmu Politik dan Gender. Penyuka Fotography, Nulis Opini, Tiduran dan Makan, Kritis namun Membangun, dan Tukang Julid.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polisi Wanita dan Melawan Kejahatan a la Feminin

1 September 2018   19:52 Diperbarui: 1 September 2018   20:03 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Dirgahayu polisi wanita Indonesia!! semoga polisi wanita di Indonesia jaya dan bisa memberikan keamanan bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali. Kepolisian Wanita lahir seperti polisi wanita pada umumnya di dunia sebagai representatif feminin didalam menjaga keamanan dunia dan keamanan domestik negaranya. Polisi wanita di Indonesia lahir pada tanggal 1 September 1948 di Bukittinggi, Sumatera Barat. 

Di mana PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) menghadapi Agresi Militer Belanda II, dimana terjadinya pengungsian besar-besaran pria, wanita dan anak-anak. Namun, beberapa kepolisian pria yang bersifat maskulin mengalami kesulitan dalam penggeledahan dan pemeriksaan secara fisik terhadap wanita.

Beberapa perempuan mengalami pendidikan inspektur polisi bagi kaum wanita. Setelah melalui beberapa seleksi yang ketat. Terpilihlah enam gadis remaja yang semuanya berdarah Minangkabau diantaranya: Mariana Saanin Mufti, Nelly Pauna Situmorang, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukotjo, Djasmaniar Hussein, dan Rosnalia Taher. Guna memuluskan penggeledahan dan pemeriksaan secara fisik terhadap wanita.

Mengapa di seluruh dunia melibatkan wanita didalam mengamankan domestiknya? Sebelumnya kita harus menganalisa keamanan dan ancaman di era kontemporer. PBB berpendapat bahwa ancaman ketidakamanan yang terjadi pada era kontemporer meluas dan perhatiannya lebih mendalam kepada manusia dan individu. Keamanan di era ini lebih bersifat people centered dan bukan state centered dengan dimensi yang sangat mendalam yaitu: Ekonomi, Makanan, Lingkungan, kesehatan, Individu/Pribadi. Komunitas dan Politik.

Untuk itu, Tickner (1992) didalam bukunya Gendering World Politic menganggap bahwa peran wanita harus masuk didalam pengamanan baik domestik maupun secara internasional. Keamanan negara harus didukung oleh hampir semua warga negara terutama mengamankan domestik yang tidak bisa diraih oleh maskulinnitas. 

Pada abad ke-20, peran  negara meluas dengan menetapkan program-program sosial-domestik. Sehingga, keamanan nasional tidak hanya sebatas pada keamanan negara. Melainkan juga keamanan sosial secara individu.

Dalam buku Laura S Bjorg (1998) yang berjudul Women and Terror menyebutkan bahwa untuk menjamin keamanan individu perempuan sangat cocok masuk didalam kepolisian atau militer. Perempuan dianggap bisa masuk kedalam dimensi yang lebih dalam yaitu individu. Perempuan dianggap juga bisa mendekati beberapa kejahatan-kejahatan yang bersifatnya sangat terselubung seperti perdagangan manusia, perdagangan wanita, seks komersial, dan lain lain.

Mary Burguieres menyebutkan bahwa perempuan juga mempunyai penanganan keamanan lebih cinta damai dibanding kaum maskulin. Maskulin yang digambarkan adalah sosok yang kaku yang akan menghadapi kejahatan hanya dengan jalan kekerasan bahkan pembunuhan. Jangan pernah kita lupakan bahwa seorang penjahat pun dinilai sebagai seorang manusia yang mempunyai hak hidup. Oleh karena itu untuk menghadapi ancaman kejahatan berbasis manusia itu sendiri, perlu kacamata yang lebih tidak melakukan kekerasan. Feminin hadir sebagai solusi karena feminin menyajikan perlawanan kejahatan dengan membawa penjahat kembali ke arah yang lebih baik.

Polisi wanita di seluruh dunia terutama di Indonesia mungkin dibentuk guna menghadapi keamanan yang bersifat individu. Polisi di Indonesia membutuhkan sosok-sosok yang bisa menembus ke dimensi yang paling dalam terhadap sebuah negara. Dimensi sosial-budaya dianggap sangat cocok untuk dimasuki oleh perempuan, karena perempuan lebih mempunyai sifat yang mementingkan moralitas dibanding dengan harus menggunakan jalan kekerasan dan pembunuhan.

Polisi wanita juga terutama di Indonesia dianggap harus menjalani kaidah hak asasi manusia. Dan wanita dianggap sebagai platform baru dalam menumpas kejahatan berbasis feminin yang lebih cinta damai. 

Lebih merehabilitasi penjahatnya ke jalan yang lebih baik dan tidak mebiarkan hak hidupnya terampas. Sehingga bisa mengurangi kejahatan tanpa melanggar hak asasi manusia tentunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun