Mohon tunggu...
MEX MALAOF
MEX MALAOF Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Terus Bertumbuh dan Berbuah Bagi Banyak Orang

Tuhan Turut Bekerja Dalam Segala Sesuatunya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Getol Menolak Miras Lokal, Bangga Memasok Miras Impor

5 Maret 2021   12:37 Diperbarui: 5 Maret 2021   13:45 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Presiden Joko Widodo akhirnya harus mencabut atau membatalkan izin investasi miras yang tertuang dalam Perpres nomor 10 tahun 2021 tentang Badan Usaha Penanaman Modal yang telah ditekennya pada 02 Peb yang lalu. "Setelah mendengarkan masukan dari ulama-ulama, MUI, NU, Muhammadiyah, dan Ormas-ormas serta tokoh-tokoh agama yang saya sampaikan lampiran Perpres pembukaan investasi baru investasi industri minuman keras yang mengandung alkohol, saya nyatakan dicabut", demikian kata mantan orang nomor satu di DKI itu, kepada para awak media, 02 Maret 2021.

Kabar tersebut, langsung mengundang beragam sanjungan dari mereka-mereka yang sebelumnya getol memprotes kebijakan tersebut dengan berbagai dalil suci. Ada yang mengatakan presiden telah mendengarkan masukan-masukan baik dari masyarakat, ada juga yang menjadikannya sebagai bukti kalau presiden telah terbuka atas kritikan, tak sedikit yang mengatakan bahwa mantan orang nomor satu di kota Solo itu menampakkan wajah demokrasi yang sesunguhnya di negeri ini, dan Malah ada media yang menempatkan sosok-sosok atau lembaga-lembaga tertentu yang dipandang sebagai pahlawan atas pembatalan atau pencabutan peraturan tersebut.

Bicara tentang miras atau minol, tak bisa dilepaskan dari kebiasaan yang muncul dan melekat pada sebagian masyarakat bangsa dan budaya tertentu di dunia ini. Bangsa Eropa yang akrab dengan minuman yang bagi beberapa elit politik tanah air dipandang sebagai minuman setan itu, tidak dipandang sebagai suatu ancaman besar, malah diterima sebagai teman dalam beragam suasanan kehidupan. Hal yang sama, ketika dikaitkan dengan beberapa lokal di negeri ini seperti, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Nias, dan lain sebagainya. 

Masyarakat dari lokal lain dan golongan tertentu boleh saja memandang miras atau minol sebagai minuman haram tetapi, fakta menunjukkan bahwa minol atau miras tetap membawa dan menampakkan efek dan sisi positif, ketika diterima dan digunakan dengan akal dan pikiran yang sehat. Orang Batak di Sumatera Utara hampir setiap saat menenggak minuman tuak, bukan untuk mabuk-mabukkan tetapi, untuk menghangatkan tubuh, mengalahkan lelah, dan membangun relasi sosial antara yang satu dengan yang lain. Masyarakat NTT, menjadikan sopi atau moke untuk merayakan keakraban, menghangatkan suasana pertemuan, bahkan pada tempat dan budaya tertentu seperti masyarakat Dawan, dijadikan sebagai sarana untuk perdamaian.

Tak dapat dipungkiri bahwa pastilah ada efek negatif yang timbul karena miras atau minol. Akan tetapi, itu terjadi karena ketidakmampuan masing-masing pribadi dalam mengontrol dan mengendalikan diri ketika memanfaatkannya. Efek negatif atau positif tak bisa dipisahkan dari apapun yang ada di dunia ini. Sekarang tergantung pada bagaimana manusia sebagai mahkluk yang diberi akal dan pikiran untuk menguasai dan mengelolah alam ciptaan ini guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Miras atau minol akan berguna dan bermanfaat ketika digunakan dengan akal dan pikiran yang sehat.

Ketika Menolak peraturan presiden yang membuka kran investasi miras pada lokal tertentu sebagai usaha yang terbuka, seharusnya perlu dipertanyakan terlebih dahulu soal keberadaan miras dan minol berlabel import yang terpajang diberbagai tempat umum. Lihatlah di bandara-bandara, kafe-kafe ternama, supermarket, dan tempat-tempat umum lainnya. Semua dengan bangga memajang dan menjual produk minol luar negeri. Lebih mencengangkan lagi adalah seberapapun harga produk-produk import itu, masyarakat kalangan tertentu rela merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkannya. 

Kemana miras atau minol lokal? Supermarket, bandara, atau kafe-kafe ternama mana yang memajang dan menjualnya? Nyaris tak ada. Miras dan minol lokal sepertinya menjadi musuh besar bangsa ini sehingga dijauhkan dimana-mana. Beda dengan miras dan minol import. Miras dan minol lokal sepertinya tak dianggap, dipandang murahan, tak level, tak berkwalitas, dan lain sebagainya. Lucunya, ketika pemerintah membuka peluang agar miras lokal dikelolah secara profesional agar berkwalitas, berlevel internasional, dan dikenal oleh banyak orang, masyarakat negeri ini bangkit dan memberontak.

Sampai kapan masyarakat pada lokal tertentu yang menggantungkan sebagian besar harapan hidupnya pada miras akan terbuka mengusahakan hal ini? Pengalaman menunjukkan bahwa semakin tertutup hal ini di kalangan masyarakat, masyarakat akan semakin penasaran untuk terus mengusahakan dan menjadikannya sebagai bagian dari budaya hidup, apapun resikonya. Masyarakat NTT misalnya, terdapat banyak keluarga yang anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan pada level tertingi karena mengandalkan miras lokal.

Para elit yang menolak miras lokal, mari berkata jujur, apakah memang benar-benar bebas dari minuman yang memabukkan itu? Gaya hidup mewah yang melekat dalam diri para elit, tak mungkin lepas dari minol dan miras. Setiap kali ada pertemuan, pastilah di sana ada miras dan minol, malah anggur import. Setiap kali keluar negeri dan sekembalinya dari sana, pasti membawa minol import. Tak usah berkelit, para elit, lebih bangga mengeluarkan rupiah dalam jumlah besar untuk berbelanja minol dari negara lain daripada minol lokal. Para elit bangsa ini lebih loyal terhadap produk luar negeri daripada produk sendiri.

Bicara soal halal dan haram, tak ada makanan atau minuman yang haram di dunia ini. Yang ada adalah kerakusan manusia yang kemudian menuntut untuk memberi label haram pada makanan dan minuman tertentu. Segala sesuatunya baik, ketika digunakan dan dikonsumsi sesuai dengan kemampuan dan takaran kebutuhan tubuh masing-masing. Kalau tidak sanggup konsumsi minol atau miras dalam jumlah yang banyak, kendalikan dan kontrol diri. Itu lebih terhormat daripada munafik.

Masa sih, bangsa yang katanya berketuhanan ini, kalah, tak berdaya, bertekuk lutut, dan diperbudak minol? Kalau memang bertuhan, pakailah iman, akal, dan  pikiran sehat untuk mengendalikan dan mengontrol minol bukan minol yang tak punya otak atau akal dan pikiran itu yang mengendalikan dan mengontrol masyarakat bangsa ini. Katanya cinta produk Indonesia, kok malah menolak minol lokal dan bangga mengimport miras dari luar? Aneh bangsa ini. Ketika Joko Widodo berbicara soal tidak menyukai produk asing, malah ramai dikritisi. Nampaknya, memang bangsa ini lebih berpikir untuk menguntungkan produk luar negeri daripada produk lokal. Sekali lagi, masyarakat bangsa ini memang aneh.

SALAM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun