Mohon tunggu...
Abiratno
Abiratno Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Doktoral Ilmu Politik Universitas Indonesia

Editor Institut Penulis Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Muhyiddin Yassin adalah Resultan Politik Keislaman Negara Malaysia

8 Maret 2020   09:19 Diperbarui: 8 Maret 2020   09:24 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai negara Melayu Islam, tidaklah mengherankan apabila Perdana Menteri yang dipilih oleh yang Dipertuan Agong Raja Malaysia bernisbat kepada kaidah "mengambil yang paling sedikit mudharatnya". Sebuah kaidah ushul fikih dalam agama Islam. Muhyiddin Yassin mungkin bukan yang terbaik, tetapi ia adalah pilihan yang paling sedikit mudharatnya dibandingkan dua rivalnya. 

Mahathir Muhammad sudah terlalu uzur, dominan, dan cenderung tidak bisa didikte. Sementara profil Anwar Ibrahim yang pernah menjadi tertuduh pelanggaran seksual tentu tidak ideal dari sisi syariat Islam. Terlebih ia dianggap terlalu berpihak kepada keturunan Cina, yang dibuktikan dari koalisinya di parlemen.

Konstitusi Malaysia menempatkan Agama Islam sebagai agama resmi negara. Kontrak sosial lain yang tertuang dalam konstitusi adalah hak keistimewaan etnis Melayu, raja-raja Melayu sebagai simbol kekuasaan bangsa Melayu, bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan, dan hak keistimewaan etnis Melayu dalam ekonomi, akses pekerjaan, layanan publik, dan pendidikan (Wariya, 2010:86-87).

Dalam sejarah karirnya, Muhyiddin Yassin adalah politisi yang tak terlalu menonjol. Itu yang mungkin membuat Mahathir merasakannya sebagai mitra yang "aman" diajak berjalan seiring. Sebelumnya Muhyiddin berpetualangan politik di UMNO. Ia pernah menjadi Wakil Presiden UMNO tahun 2008 lalu menjadi Wakil Perdana Menteri Malaysia di masa Perdana Menteri Najib Razak pada tahun 2009. Kongsi politiknya berakhir setelah ia mulai mengkritik Najib Razak. Saat perombakan kabinet pada bulan Juli 2015, ia kehilangan posisinya, yang berlanjut dengan pemecatannya dari UMNO di bulan Juni 2016.

Muhyiddin sempat membuat beberapa kebijakan kontroversial. Saat menjadi Menteri Pendidikan, Muhyiddin mengakhiri penggunaan bahasa Inggris sebagai media pengajaran sains dan matematika di sekolah. Kontroversi lainnya adalah ketika ia memunculkan kembali politik identitas Melayu melalui idiom "Malay First" dan bukannya "Malaysian First". Sebuah isu yang sebenarnya tidak orisinal milik Muhyiddin dan klise dalam panggung politik Malaysia.

Kembalinya Mahathir untuk menumbangkan PM Najib yang dinilai korup, memberi angin kembalinya Muhyiddin Yassin ke panggung politik Malaysia. Tak banyak yang mengira ia akan menapaki posisi PM ke delapan Malaysia, mengingat kharisma dan ikon perjuangan pengguling Najib Razak adalah Mahathir dan Anwar Ibrahim.

Agaknya semua politisi Malaysia tahu bahwa Suku Melayu tidak pernah benar-benar mendapatkan kesetimbangan hakiki yang diidamkannya. Program New Economic Policy yang pernah berjalan 20 tahun membuahkan hasil yang jauh panggang dari api dalam mengangkat kesetaraan ekonomi kaum melayu bumiputera. 

NEP mencita-citakan kepemilikan ekonomi bumiputera meningkat dari 2,4 persen menjadi 30 persen dalam waktu 20 tahun sejak dicanangkan tahun 1971. Namun capaiannya tak mampu menembus 20 persen setelah 20 tahun berjalan. Sebaliknya NEP malah menimbulkan masalah baru kroniisme dan terjadinya permufakatan buruk pengusaha dan penguasa Melayu.

Karenanya, isu pribumi dan non-pribumi masih menjadi barang dagangan politisi di Malaysia. Muhyiddin Yasin secara jelas berhasil memanfaatkan isu tersebut, dan dapat menyalip di tikungan. Rasisme masih menjadi hantu dalam politik Malaysia.

Keunikan Politik Malaysia

Pembangunan politik di Malaysia cukup berbeda dengan negara-negara di Asia Tenggara karena ia merupakan negara persemakmuran yang mendapatkan kemerdekaannya tidak melalui perjuangan bersenjata, namun melalui diplomasi dengan negara penjajahnya. Diawali permufakatan antara raja-raja Melayu dan UMNO (United Malay National Organization) dengan Inggris untuk mengembalikan kekuasaan dan keiistimewaan raja-raja Melayu, dibentuklah Persekutuan Tanah Melayu (PTM). Pada 31 Agustus 1957, Inggris menyerahkan mandat kekuasaan kepada PTM dan Malaysia resmi merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun