Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Memaafkan tapi Tidak Melupakan

6 September 2022   08:49 Diperbarui: 6 September 2022   09:09 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar:stipsi.ac.id

Sahabat Kompasianer. Kita semua pasti pernah merasakan sakit hati, mulai dari yang ringan sampai sakit hati berakhir dendam, karena saking sakitnya hati ini dilukai oleh seseorang.

Namun alangkah bijaknya, kita dianjurkan dan diajarkan untuk menjadi pemaaf, karena sesungguhnya kita pun pasti pernah menyakiti orang, maka saling memaafkan adalah sebuah solusi yang baik.

Akan tetapi bagaimana dengan sebuah rasa sakit, yang amat dalam sampai tak bisa melupakan meski sudah memaafkan? Banyak istilah mengatakan memaafkan bukan berarti melupakan. Namanya juga manusia biasa yang penuh keterbatasan sepakat tidak ?. 

Nah berbicara tentang memaafkan tapi tidak melupakan, mengingatkan saya sebuah kisah Rosull Allah.

Adalah sahabat Wahsyi bin Harb radhiyallahu 'anhum sebelum beliau masuk islam, ia mendapatkan bekas si gagak hutan, seorang budak yang cerdas dalam strategi perang dan memperhitungkan kelemahan lawa. 

Dalam perang Uhud, dialah orang yang telah berhasil membunuh paman tercinta Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi yang gagah setiap kali berperang pasti menggentarkan para musuh. Gugurnya sang singa Allah betul-betul membuat hati baginda nabi sangat bersedih.

Selepas Fathu Makkah, ( pembebasan Makkah ), Wahsyi yang melarikan diri ke Thaif akhirnya memutuskan untuk menyerahkan dirinya dan menyatakan keislamannya. 

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam memanggil Wahsyi dan menyuruhnya menceritakan bagaimana ia membunuh Hamzah di Medan Uhud. Mendengar kisah Wahsyi akan pembunuhannya terhadap paman tercintanya Hamzah, raut wajah Nabi shalallahu alaihi wa sallam berubah lalu berkata:

"Celaka dirimu wahai Wahsyi jangan lagi kau tampakkan wajahmu di hadapanku. Setelah hari ini aku tidak ingin melihatmu lagi."

Dan Wahsyi pun tahu diri, sejak saat itu Wahsyi, meskipun selalu ada di dekat RosullAllah namun tidak pernah menampakan diri dihadapan Rosul. 

Untuk menebus kesalahannya iapun terjun ke medan jihad dan ia raih prestasi dengan membunuh si nabi palsu Musailamah alKadzdzab la'natulla 'alaihi. Wahsyi Ia berkata:

"Dengan lembingku ini telah kubunuh manusia terbaik-yaitu Hamzah-dan juga kubunuh manusia yang paling buruk-yakni Musailamah"

***

Apa yang bisa kita ambil hikmah dari kisah di atas ? Secara umum, sikap terbaik untuki orang yang pernah menyakiti kita dan dia meminta maaf, maka kita harus maafkan dan kita lupakan kesalahannya. Karena meminta maaf atas kesalahan adalah sikap kesatria yang juga tidak mudah. 

Namun ada beberapa kasus yang begitu membekas di hati sehingga kita tidak bisa melupakan meskipun ia sungguh-sungguh minta maaf. 

Maka bersikaplah sebagaimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersikap terhadap Wahsyi, cukup tidak menjumpai tanpa harus menyimpan kebncian dan dendam. 

Wallahu A'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun