Mohon tunggu...
Mawardi Nurullah
Mawardi Nurullah Mohon Tunggu... Dosen - Salam Literasi

Subscribe My Youtube Channel : https://www.youtube.com/channel/UC7Mmattkllu9TYj-mwSZYkw

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Museum pada Generasi Z di Era Digital 4.0

26 Juni 2021   06:30 Diperbarui: 26 Juni 2021   08:14 1884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DALAM beberapa dekade terakhir kesadaran masyarakat Indonesia terhadap sejarah mulai pudar. Hal ini diketahui dari minat dan motivasi peserta didik terhadap pelajaran sejarah dan kegiatan -- kegiatan yang berhubungan dengan nilai -- nilai sejarah. Distorsi sejarah dan transisi yang begitu cepat membuat generasi z memandang sejarah hanyalah disiplin ilmu yang tidak terlalu penting, bukan mata pelajaran yang utama dalam kurikulum pembentukan karakter. Tentu hal ini menjadi kekhawatiran para tenaga pendidik dan pengajar apabila generasi sekarang dan mendatang mudah melupakan terlebih tidak paham dengan sejarah bangsanya sendiri.

Secara etimologi, kata sejarah berasal dari bahasa Arab syajarah (syajaratun) artinya pohon. Di Indonesia sejarah dapat berarti silsilah, asal-usul, riwayat, dan jika dibuat skema menyerupai pohon lengkap dengan cabang, ranting, dan daun. Dalam makna yang lain sejarah sebagai "The Father of Science" disiplin ilmu lainnya, sebab hampir semua ilmu pengetahuan didalamnya mempelajari sejarah awal dan terbentuk sebuah peristiwa atau kejadian yang melatarbelakangi ilmu pengetahuan itu lahir.

Hal ini yang menjadikan sejarah menjadi sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi peradaban sebuah bangsa. Sejarah merupakan identitas sebuah bangsa terhadap masyarakatnya, sebab dari mempelajari sejarah itu pula mereka bisa membaca, mengamati, dan mengevaluasi jalannya sebuah peradaban. Tentu hal ini menjadi sangat riskan bila generasi penerus bangsa tidak paham dan mengerti sejarah daripada bangsanya, manakala sejarah itu dihilangkan maka identitas atau ciri daripada sebuah bangsa tersebut tidak bernilai dan kosong.

Maka untuk membangun sebuah peradaban yang mulia dan beradab, masyarakat Indonesia bisa dengan mencetuskan ide dan gagasan di pelbagai komunitas atau organisasi yang ada untuk dapat menggali sejarah kearifan lokal di kota masing-masing dan mengadakan kegiatan -- kegiatan dalam bentuk wisata sejarah ke Museum. Kegiatan tersebut menitikberatkan pada pemahaman nilai -- nilai sejarah terhadap generasi z dengan berbasis pendekatan pada digitalisasi tekhnologi.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti material hasil budaya manusia, alam, dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Museum dalam menjalankan aktivitasnya, mengutamakan dan mementingkan penampilan koleksi yang dimilikinya. Setiap koleksi merupakan bagian integral dari kebudayaan dan sumber ilmiah.  (Definisi menurut ICOM = International Council of Museeum/Organisasi Permuseuman Internasional dibawah UNESCO). Museum merupakan suatu badan yang mempunyai tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan hasil-hasil penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting bagi kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Narasi -- narasi inilah yang harus terus dibangun pada generasi milenial maupun generasi z dengan melakukan pendekatan tekhnologi komputerisasi agar menjadi narasi yang menarik dan alternatif serta tidak monoton sehingga diharapkan minat dan motivasi mempelajari sejarah terhadap "Gen Z" ini dengan mengunjungi museum menjadi sebuah kesenangan pribadi karena dapat ikut larut dalam imajinasi peristiwa -- peristiwa masa lampau dibalut dengan komputeriasi tekhnologi, sehingga paradigma museum tidak lagi menjadi seram, kolot ataupun terkesan usang.   

Dalam hal ini generasi z menjadi pelaku dan ''market'' dalam kegiatan kunjungan wisata sejarah. Sebab mereka memiliki karakter dan pola berfikir yang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Istilah generasi milenial (atau Y) diperkenalkan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika Willem Strauss dan Neil Howe (1991, 2000) dalam bebe rapa buku mereka. Mereka membagi generasi berdasarkan kesamaan rentang waktu kelahiran dan kesamaan kejadian-kejadian historis. Berdasarkan kategori usia, Generasi Milenial adalah mereka yang lahir pada rentang tahun 1980-1990 an atau pada awal 2000. Generasi berikutnya adalah generasi z. Namun, rentang tahun generasi - generasi tersebut, oleh para pakar didefenisikan berbeda - beda. Meskipun, rentangnya tidak begitu jauh.

Ketika jurnalis Bruce Horovitz memperkenalkan istilah generasi z pada tahun 2012, rentang umur yang digunakan masih belum jelas. Ketika agen pemasaran Sparks and Honey melakukan presentasi pada 2014 rentang umur yang mereka gunakan untuk generasi z, disepakati bahwa Gen Z adalah mereka yang lahir pada 1995 hingga 2014. Fase tersebut berbarengan dengan kemunculan internet. Hal ini yang menjadi kesepakatan para pakar bahwa generasi z adalah mereka yang lahir di era komputerisasi internet.

Karakter generasi z dikenal memiliki karakter yang lebih tidak fokus daripada generasi milenial namun mereka lebih serba bisa, lebih individual, lebih global, berpikiran lebih terbuka, dan lebih dekat terhadap teknologi. Dampak negatif daripada ini membuat sebagian generasi z mempunyai "negara di dalam media sosial". Mereka mempunyai kehidupan sendiri didalam media sosial, sehingga berada pada zonasi semu yang dimana tantangan dan kenyataan didalam kehidupan media sosial berbanding terbalik dengan realitas 3 dimensi kehidupan nyata. Hal ini yang menyebabkan banyak dari mereka menjadi acuh tak acuh terhadap  nilai -- nilai sosial dan berkurangnya kepekaan moral di lingkungan sekitarnya.

Oleh karenanya narasi menjadi hal penting dalam menemukan formula yang tepat. Narasi mengenai suatu objek jika dapat disajikan dengan inovatif dan variatif dapat memikat para peserta didik maupun generasi z ini terhadap peristiwa masa lampu. Sebagai ilustrasi, sebuah benda biasa yang digunakan sehari-hari akan menjadi sangat istimewa jika kita mengetahui cerita atau latar belakang dari benda tersebut. Menurut Kopytoff (1986) barang-barang atau benda-benda bukan sekedar benda mati karena mereka memiliki biografi. Apalagi jika benda tersebut berhubungan dengan kehidupan seseorang yang dianggap penting. Suatu barang tertentu memiliki nilai, makna dan sebenarnya memiliki kehidupan sosial (Woodward 2007: 103).

Bahwa generasi z ini cenderung mencari pengalaman yang otentik dan bermakna. Mereka lebih independen daripada pendahulu mereka. Dalam menentukan pilihan, Gen Z beralih pada informasi dalam jaringan, namun juga berinteraksi dengan orang lain untuk menambah wawasan. Berbeda dengan generasi sebelumnya, sebab mereka sendiri lebih suka membuat keputusan akhir. Generasi z lebih praktis dan secara finansial lebih termotivasi daripada rekan milenial mereka. Pilihan mereka untuk belajar mandiri dipenuhi rasa ingin tahu dan perhatian untuk pemenuhan kebutuhan sendiri dan dampak sosial (Barnes & Noble College, 2016: 2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun