Beliau hidup pada kurun waktu antara 980 hingga 1037 masehi. Atau sekitar 350 tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Beliau lahir di Iran (Persia) dengan nama Abu Ali al-usayn ibnAbdillah ibnu Sina.
Sebagai seorang ilmuwan karya beliau sangat luar biasa dan diakui dunia. Salah satu karya beliau yang sangat monumental dan fenomenal ialah Al-Syifa yang berarti penyembuhan.
Ibnu Sina dijuluki sebagai the Prince of Doctors (pangeran para dokter) dan the Father of Modern Medicine in the Middle Ages (bapak kedokteran modern dalam abad pertengahan).
Konsep berpikir beliau pada masa itu masih relevan dengan kiat hidup di tengah pandemi seperti sekarang ini yaitu : Al-wahm nishfud-dā-i, wal-ithmi’nān nishfud-dawā-i, wal-şabr bidāyah al-syifā yang artinya kurang lebih : delusi (serba kawatir) adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh pengobatan dan kesabaran adalah awal dari kesembuhan.
Para alim ulama dan ustaz dalam berbagai kesempatan tak jarang menyitir pendapat Ibnu Sina itu mengenai pandemi yang kian merebak itu. Bahwa tidak usah takut menghadapi wabah (pandemi) ini, tetapi hadapilah dengan suka cita dan kegembiraan karena wabah itu tidak takut kepada pengecut dan penakut.
Berbagai pendapat (inovasi) Ibnu Sina sebenarnya masih sangat relevan dengan ilmu pengetahuan modern antara lain bahwa seseorang (penderita) yang dalam kondisi sikap mental optimis akan lebih cepat merespons pengobatan daripada penderita yang ketakutan atau panik berlebih. Rasa takut yang signifikan atau kecemasan yang berlebihan dapat melemahkan sistem imunitas atau kekebalan tubuh.
Ibnu Sina mengungkapkan bahwa wabah itu disebabkan oleh partikel yang tidak terlihat oleh mata telanjang, menembus udara, rambut, pakaian dan sentuhan. Serta ditularkan melalui gesekan antar manusia.
Selain tidak boleh takut kepada wabah penyakit, Ibnu Sina juga mengajarkan cara lain untuk mencegah wabah, yaitu yang bersangkutan harus menjauhi kerumunan manusia, uang harus disterilkan dengan cuka. Masjid dan pasar harus ditutup untuk sementara waktu sehingga setiap orang beribadah (sholat) di rumahnya masing-masing agar rantai penyebaran wabah tidak berlanjut.
Menurut beliau pula, tenaga kesehatan (dokter) dan paramedis yang merawat pasien harus mensterilkan hidungnya dengan kapas yang direndam dalam cuka dan mengunyah auraq al-syaikh (semacam daun-daunan), yang semuanya ini baru diketahui oleh masyarakat modern setelah pandemi Covid-19 menyebar ke berbagai negara di dunia ini [Tiga].