Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Sebuah "Pedaringan"

28 Mei 2021   02:13 Diperbarui: 28 Mei 2021   02:20 11621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedaringan hadiah guru kami, Pak Madi (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Para ibu rumah tangga tak jarang menyimpan beras yang mereka gunakan untuk makan sehari-hari itu dalam suatu wadah berupa panci stainless, timba plastik, karung plastik (glangsing) dan boks (kotak) khusus untuk beras. 

Sebagian masyarakat tempo dulu bila menyimpan beras diletakkan dalam sebuah bejana mirip gentong yang dibuat dari tanah liat (gerabah) yang dinamakan pedaringan.  

Selain berupa wadah mirip gentong terbuat dari tanah liat. Pedaringan juga bisa berupa peti (kotak) kayu yang dibuat dari bahan kayu berkualitas dan tahan rayap. 

Bagi sebagian masyarakat Jakarta tempo dulu (Betawi), pedaringan merupakan tempat khusus pada bangunan inti rumah tinggal mereka yang digunakan untuk menyimpan beras. 

Selain beras, di dalam pedaringan biasanya juga disimpan benda-benda pusaka atau benda yang dianggap bertuah. 

Bagi sebagian masyarakat Jawa terutama yang masih mempercayai segala hal yang berbau mistis, filosofi pedaringan juga kerap melekat pada pamor keris (pusaka). 

Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar istilah keris pamor pedaringan kebak. Pedaringan kebak berarti tempat (lumbung) yang penuh dengan beras. 

Kepercayaan yang berkembang di tengah masyarakat kita terutama sebagian pecinta keris, makna filosofi pamor pedaringan kebak ialah menjadikan rezeki selalu penuh, tidak akan pernah merasa kekurangan dan hidup selalu berkecukupan. 

Pada prosesi upacara perkawinan adat Jawa, pedaringan dari tanah liat juga sering dimanfaatkan untuk wadah beras dan berbagai benda lain yang maknanya sebagai sumber kehidupan atau bekal bagi para mempelai ketika memasuki gerbang rumah tangga. 

Filosofi pedaringan bagi masyarakat Banjarmasin 

Bagi sebagian masyarakat Banjar (Banjarmasin) istilah pedaringan sebenarnya lebih merujuk pada sebuah ungkapan keyakinan yang menyatakan bahwa pedaringan itu adalah sumber penghidupan bagi keluarga (suami-isteri dan anak).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun