"Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui" sepertinya menjadi peribahasa yang sesuai untuk menggambarkan acara jalan-jalan yang biasa kami lakukan.Â
Suatu hari kami bertandang ke kediaman adik yang ada di Kota Malang untuk keperluan silaturrahim karena cukup lama kami enggak ketemu. Menjelang sore, adik sekeluarga mengajak kami uklam-uklam (kebalikan mlaku-mlaku = jalan-jalan) dan mampir di gerai es krim kenamaan Bvgil gelato and friends yang ada di kawasan Oro-oro Dowo, Klojen-Malang (Jatim). Â
Terus terang saja, saya suka keliru menyebutkan nama Oro-oro Dowo dengan Oro-oro Ombo. Kalau Oro-oro Ombo merupakan nama kawasan (desa) di Kota Batu, tempatnya objek wisata Batu Night Spectacular (BNS),  Coban Rais dan Coban Putri serta Jatim Park 3. Ada juga nama desa di Lamongan dan Nganjuk yang menggunakan nama Oro-oro Ombo. Padang savana di Semeru yang menjadi habitat Verbena brasiliensis juga bernama Oro-oro Ombo. Â
Sekadar informasi pelengkap, Oro-oro Dowo merupakan nama (istilah) dalam Bahasa Jawa yang berarti lapangan yang panjang. Oro-oro bisa diartikan lapangan kosong atau padang savana. Kalau nama Oro-oro Ombo di kawasan Semeru berarti padang savana yang luas. Â
Kembali ke gerai Bvgil gelato and friends, sambil menunggu es krim diantar ke meja kami, saya coba manfaatkan kesempatan yang ada untuk meninggalkan meja lalu melihat-lihat lokasi sekitar gerai es krim yang kabarnya jadi kudapan favorit kaum milenial itu.Â
Persis di depan gerai Bvgil gelato and friends (seberang jalan) terdapat Hutan Kota Malabar. Nah, tempat ini termasuk yang menarik perhatian saya selain Pasar Cagar Budaya Oro-oro Dowo.
Sejarah hutan kota Malabar Â
Harus diakui, sedikit atau banyak, pemerintah kolonial Belanda kala itu turut memberikan sumbangsih terhadap cikal-bakal berdirinya Hutan Kota Malabar.Â
Begini ceritanya, pada sekitar tahun 1935 pemerintah Belanda memutuskan untuk membuat taman-taman yang tersebar di beberapa tempat di Kota Malang, salah satunya taman Hutan Kota Malabar. Â
Hutan Kota Malabar pada awalnya merupakan lahan kosong (Jawa = oro-oro). Saat itu masih difungsikan sebagai resapan air dan tempat bermain bagi anak-anak dari perkampungan yang ada di sekitarnya.Â