Usia Pak To sebenarnya sudah tidak mudah lagi, orang di sana mengatakan sekitar 80 tahunan. Anak-anaknya sebenarnya tak ingin lelaki yang sudah pantas dipanggil kakek itu ikut menunggui lapaknya.Â
Menurut putra-putrinya, Pak To sudah sepantasnya duduk manis di rumah, tidak perlu capek-capek menunggui lapaknya, mengingat usianya yang sudah renta.
Minggu pagi itu, saat salah satu putri Pak To sedang sibuk melayani para pembeli tiba-tiba Pak To muncul dan langsung ikut membantu melayani pembeli yang antre.Â
Putrinya sempat menegurnya agar ia tidak ikut berjualan. Nada teguran sang anak tadi sempat didengar para pembeli tak terkecuali kami dan beberapa tetangga terdekatnya.
Lontong Balap Pak To terkenal di kawasan Pongangan, Manyar-Gresik
Katanya sih, sayur kecambah yang dimasak dalam kemaron tanah liat itu akan terasa sedap.Â
Kalau penjual lontong balap Surabaya zaman dulu menggunakan lapak yang dipikul, kini para penjualnya sudah menggunakan lapak dorong (beroda) termasuk yang digunakan Pak To sekarang ini karena lebih ringan dan dengan mudahnya berpindah-pindah tempat (fleksibel).Â
Kemaron sebagai tempat memasak sayur kecambah kini sudah digantikan fungsinya dengan panci dari logam (stainless steel).
Biasanya dalam penyajiannya, lontong balap ditemani sate kerang dan es kelapa muda (Jawa = degan) namun di lapak Pak To ciri khas itu tidak kita temukan. Pak To menggantinya dengan kerupuk kuning atau kerupuk mie.