Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Plesir ke Surabaya, "Ayo Mlaku-mlaku Nang Tunjungan"!

23 Maret 2018   08:01 Diperbarui: 23 Maret 2018   08:20 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung bekas pertokoan Siola (dok.pri)

Berjalan kaki menyusuri kawasan perkotaan merupakan salah satu cara asyik untuk bertraveling. Meminjam istilah seorang teman, "every place is atravel destination", arti kamusnya kurang lebih "setiap tempat adalah destinasi wisata". Saya sependapat dengan statement itu, bahwa jalanan yang kita lewati itupun boleh saja kita sebut a travel destination (tempat / objek wisata, red). Bahkan kolong jembatan, kuburan tua, toilet bandara dan masih banyak tempat lainnya boleh-boleh saja kita jadikan a travel destination. 

Ada banyak nama jalan di kota-kota besar Indonesia yang mengundang perhatian masyarakat luas tak terkecuali para traveler bahkan terkenal sampai ke mancanegara. Di Surabaya misalnya, kita mengenal Jalan Tunjungan. Masyarakat Jogyakarta tentu sangat familiar dengan Jalan Malioboro atau Jalan Braga yang begitu populer di Kota Bandung. Jalan Tunjungan Surabaya begitu melekat di hati warga Surabaya karena sejuk dulu jalan ini sudah menjadi sentra bisnis yang sangat diperhitungkan. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Ayo mlaku-mlaku (dok.pri)
Ayo mlaku-mlaku (dok.pri)
Sampai sekarang di sepanjang Jalan Tunjungan ini bisa kita saksikan beberapa bangunan peninggalan kolonial Belanda dan Jepang yang masih dipertahankan dan terawat dengan sangat baik. Gedung Siola yang sejak tahun 2015 dijadikan Museum Surabaya itu sebenarnya merupakan bangunan berarsitektur menawan yang sudah ada sejak tahun 1877. Kala itu, Robert Laidlaw (1856 -- 1935), seorang kapitalis asal Inggris membangun pertokoan (pusat grosir) di pojokan Jalan Tunjungan. 

Pertokoan yang kemudian dinamakan Whiteaway Laidlaw and Co itu menjadi kesohor di masanya. Whiteaway meredup kemudian diambil alih oleh pengusaha asal Jepang sekaligus berganti nama menjadi Chiyoda. Di masa perang 10 November 1945, Gedung Siola sempat hancur terkena sasaran bom tentara Inggris karena Arek-arek Suroboyo sempat bermarkas di gedung ini sebagai benteng pertahanan. Roda waktu terus berputar, sejarahpun berubah sampai pada akhirnya pada tahun 1950an munculah pertokoan bernama Siola di gedung yang sempat hancur tadi. 

Penutup lubang kontrol gorong-gorong trotoar jalan Tunjungan (dok.pri)
Penutup lubang kontrol gorong-gorong trotoar jalan Tunjungan (dok.pri)
Ramainya lalu lintas Jalan Tunjungan Surabaya (dok.pri)
Ramainya lalu lintas Jalan Tunjungan Surabaya (dok.pri)
Nama Siola berasal dari nama kelima pendirinya yakni Soemitro, Ing Wibisono, Ong, Liem dan Ang. Pertokoan Siola sempat berjaya selama kurang lebih 20 tahun dan menjadi toko ritel terbesar di Surabaya pada masa itu. Akibat kalah bersaing dengan mal-mal baru (Delta / Plaza Surabaya, Tunjungan Plaza dan Hitech Mall) akhirnya Siola merugi dan setelah itu diambil alih untuk dikelola oleh Ramayana Department Store. Namanyapun berubah menjadi Ramayana Siola. 

Hingga pada tahun 2015 oleh walikota Tri Rismaharini gedung bekas pertokoan Siola itu diresmikan penggunaannya sebagai Museum Surabaya. Bersebelahan dengan museum, di lantai dasar gedung itu juga dijadikan mal pelayanan publik seperti Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispenduk Capil) Surabaya, beberapa bank pemerintah (BRI, BNI dan Mandiri), Pengurusan SIM Polrestabes Surabaya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI Kanwil Jatim. Lantai 2 dari gedung ini juga digunakan sebagai kantor Dinas Perdagangan Kota Surabaya. 

Masih terhubung dengan bangunan gedung Siola, melayang di atas Jalan Tunjungan terdapat taman gantung yang indah. Di dalam taman gantung kita bisa menikmati keindahan beragam tanaman hias khususnya dari familia paku ekor monyet. Dari taman gantung itu pula kita bisa melihat hiruk-pikuknya lalu lintas Jalan Tunjungan Surabaya. 

Hotel Majapahit (dok.pri)
Hotel Majapahit (dok.pri)
Selain bekas gedung Siola dan taman gantung, di Jalan Tunjungan juga kita temukan beberapa gedung lama yang masih dipertahankan keasliannya. Sebuah hotel berbintang lima yang bernama Hotel Majapahit, di masa pendudukan Belanda bernama Hotel Oranje (baca = Oranye) lalu diambil alih tentara Jepang berganti nama menjadi Hotel Yamato. 

Di atas Hotel Majapahit itulah dulu pernah terjadi insiden bersejarah yang merupakan rangkaian peristiwa heroik menjelang pertempuran 10 November 1945 yakni penyobekan warna biru dari bendera Belanda menjadi merah-putih. 

Pemerintah Kota Surabaya selalu melakukan pembenahan di sepanjang Jalan Tunjungan ini. Selain gedung-gedung tua nan bersejarah yang masih dipertahankan, trotoar di kanan-kiri jalan ini juga dipercantik. Lantai trotoar dibuat dari bahan berkualitas dan terlihat menarik. 

Besi penutup lubang kontrol gorong-gorong di desain unik sehingga trotoar sepanjang Jalan Tunjungan terlihat apik dan begitu spesial bila dibandingkan dengan yang ada di jalan-jalan lainnya di Surabaya. Pohon-pohon yang berfungsi sebagai peneduh yang menghasilkan udara bersih nan segar juga di tanam di sepanjang jalan itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun