Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengenang Jasa Ki Wiroseroyo, Mertua Sunan Ampel

9 Desember 2017   21:50 Diperbarui: 10 Desember 2017   10:43 2823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompleks pusara Ki Wiroseroyo (dok.pri)

Penulisan sejarah di blog internet kadang masih simpang siur. Jangankan di blog internet, lha wong di buku saja, yang penulisnya seorang profesor masih bisa keliru kok. Kemudian muncul olok-olok "bukan history (sejarah) melainkan his story (ceritanya)". Karena catatan (buku) itu ditulis dengan tidak berdasarkan pada fakta sejarah yang komprehensif melainkan berdasarkan cerita-cerita atau sumber pustaka acuan (referensi) yang kurang berdasar.

Terlepas dari akurat atau tidaknya catatan sejarah di blog internet atau buku, bagi saya sejarah itu penting dan mengasyikkan.  Bisa dinikmati sebagai pengisi relung-relungjiwa yang hampa he..he..kayak penyair aja. Menikmati sejarah belum cukup dengan hanya membaca buku-buku sejarah atau tulisan-tulisan tentang sejarah di berbagai media (utama/online).

Dengan melihat langsung jejak-jejak (situs) sejarah masa silam tentu lebih mengasyikkan, lebih terekam kuat di ingatan kita. Belajar sejarah tidak sekedar mengingat angka tahun namun menjadikan seseorang lebih bijak. Dengan belajar sejarah setidaknya bisa belajar dari pengalaman masa lalu, kemudian mencari hubungannya dengan zaman now.

Pohon asam meneduhkan suasana sekitar makam Mbah Karimah (dok.pri)
Pohon asam meneduhkan suasana sekitar makam Mbah Karimah (dok.pri)
Salah satunya sejarah tentang Sunan Ampel atau yang bernama lain Raden Rahmat Rahmatullah. Sunan Ampel sebelum mendirikan pesantren dan masjid di Ampel Denta atau yang sekarang bernama kawasan Ampel Suci -- Jalan KH. Mas Mansur -- Sasak, dalam perjalanan syiar Islamnya beliau singgah dulu di kawasan Jalan Kembang Kuning Surabaya (Jalan Chairil Anwar Surabaya).

Di sinilah beliau mendirikan langgar atau musholla yang sekarang bernama Masjid Rahmat itu. Beliau juga berjumpa dengan Ki Wiroseroyo atau yang punya nama lain Ki Kembang Kuning, beberapa sumber menyebut dengan nama Ki Bang Kuning, ada juga yang menyebut dengan nama Ki Mbang Kuning, entah mana yang benar saya tak tahu persisnya.

Ki Wiroseroyo mempunyai seorang putri bernama Dewi Karimah yang akhirnya dipersunting oleh Sunan Ampel. Nama Karimah diadopsi oleh masyarakat setempat untuk menyebut Ki Wiroseroyo dengan sebutan Mbah Karimah. Jadi Ki Wiroseroyo atau Mbah Karimah itu merupakan bapak mertua Sunan Ampel.

Sunan Ampel bersama Dewi Karimah kemudian menetap di kawasan Ampel Denta. Dari hasil pernikahan beliau berdua lahirlah 6 orang putra-putri hebat yang nantinya menjadi pejuang-pejuang Islam di Pulau Jawa seperti : Raden Faqih atau yang bergelar Sunan Ampel 2, Raden Husamuddin atau yang dijuluki Sunan Lamongan, Raden Zainal Abidin atau yang bergelar Sunan Demak, Dewi Murtasiyah kemudian diperistri oleh Sunan Giri, Dewi Murtasimah diperistri oleh Raden Fatah dan Pangeran Tumapel.

Gerbang pusara Ki Wiroseroyo atau Mbah Karimah (dok.pri)
Gerbang pusara Ki Wiroseroyo atau Mbah Karimah (dok.pri)
Sementara Ki Wiroseroyo hingga akhir hayatnya menyebarkan Islam di kawasan Kembang Kuning. Pusara beliau berada beberapa ratus meter dari lokasi Masjid Rahmat, tepatnya di kawasan Kembang Kuning Kramat II / 2, kelurahan Pakis, Sawahan - Surabaya.

Makam Mbah Karimah (kanan) dan makam Mbah Soleh (kiri)(dok.pri)
Makam Mbah Karimah (kanan) dan makam Mbah Soleh (kiri)(dok.pri)
Di dalam kompleks makam Ki Wiroseroyo atau Mbah Karimah itu terdapat makam lain yang dipercaya sebagai pengikut setia (Jawa = cantrik) beliau yaitu Mbah Soleh. Nama Mbah Soleh ini sebenarnya juga ada di kompleks makam Sunan Ampel di kawasan KH. Mas Mansur, di sini kuburan Mbah Soleh ada 9, konon Mbah Soleh ini merupakan tukang bersih-bersih (tukang sapu) Masjid Ampel yang juga menjadi santri atau pengikut setia Sunan Ampel.

Mbah Soleh dikaruniai Allah dengan keistimewaan yakni bisa mati dan hidup kembali sebanyak 9 kali. Entah keterangan mana yang benar, yang jelas banyak orang percaya kalau kuburan di samping makam Mbah Karimah itu adalah makam cantrik beliau.

Di dalam kompleks pusara Mbah Karimah, tumbuh dua pohon asam (Jawa = wit asem) berukuran besar dan rindang, mungkin sudah berumur puluhan atau bahkan ratusan tahun. Pohon asam tadi menjadi peneduh area sekitar makam dari sengatan sinar matahari sekaligus memercantik kompleks makam. Untuk peziarah yang ingin menunaikan ibadah sholat, pengelola makam Mbah Karimah juga menyediakan masjid berarsitektur indah yang berada di sebelah kanan cungkup makam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun