Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendambakan Hadirnya Pendidik Ideal

28 Mei 2016   21:16 Diperbarui: 28 Mei 2016   21:30 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidik (guru) ideal (dok.pri)

Dewasa ini makin marak pengembangan pendidikan secara online (berbasis internet). Kuliah atau kursus bisa dilaksanakan tanpa harus bertatap muka dengan dosen (pengajar) mata kuliah atau trainer bidang keahlian tertentu yang biasa berlangsung di dalam ruang kelas. Meski kuliah atau kursus online sedang gencar disosialisasikan namun pendidikan secara konvensional hingga saat ini masih dianggap relevan dalam dunia pendidikan kita.

Proses belajar-mengajar yang sedianya dilakukan di dalam ruang kelas di mana ada murid (mahasiswa) dan guru (dosen), keduanya saling berinteraksi, berkomunikasi dua arah. Guru menyampaikan materi pelajaran sedangkan sang murid menyimak dan menyerap ilmu yang diajarkan.

Guru (tenaga pengajar/dosen) sampai saat ini masih menjadi sosok yang begitu berperan dalam dunia pendidikan kita. Ada yang mengatakan dalam slogan Jawa, guru adalah sosok yang digugu (bisa dipercaya perkataannya) lan ditiru (dan ditiru tingkah lakunya). Sebagai panutan, guru sangat menentukan seperti apa jadinya murid yang dibimbingnya dikelak hari nanti atau istilah Jawanya, abang ijone murid kuwi soko gurune.

Kalau pada tingkatan mahasiswa sudah sedikit berbeda. Namanya juga mahasiswa, cara berpikirnya harusnya sudah lebih matang dan dewasa bila dibandingkan dengan siswa-siswa SMA atau tingkatan pendidikan di bawahnya. Dosen atau staf pengajar kadang tidak perlu terlalu detil menyampaikan materi perkuliahan karena mahasiswa sudah bisa menggalinya sendiri lewat perpustakaan, internet atau sarana pendidikan lainnya.

Kelompok usia mahasiswa punya daya kreasi, inisiatif yang cukup tinggi bahkan sudah bisa mengenali (tahu) potensi yang ada pada dirinya. Sedangkan kelompok usia TK, SD, SMP dan SMA masih sangat tergantung pada figur dan kapabilitas guru-gurunya.   

Mencari Pendidik Ideal

Dunia pendidikan kita masih diwarnai hal-hal yang kurang enak didengar telinga. Di antara kita mungkin pernah mendengar di sekolahan tertentu tersiar kabar ada salah satu gurunya yang dilaporkan orang tua murid ke pihak kepolisian gegara sang guru tadi kurang sabar menghadapi sang murid hingga harus menempeleng kepala siswanya.

Pernah juga terdengar kabar ada seorang tenaga pengajar yang tertangkap basah sedang bergendak ria dengan mahasiswanya, karena ulahnya yang mencoreng nama almamater itu akhirnya sang pengajar tadi harus rela dipecat dari perguruan tinggi dimana ia biasa menggantungkan hidupnya.

Beberapa waktu lalu kita dengar pemberitaan bahwa ada seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Menado tega menghabisi nyawa dosennya karena sang dosen tadi kedapatan mengonsumsi narkoba.

Dalam dunia pendidikan kita tenaga pengajar (dosen) atau guru masih dipandang sebagai figur panutan. Tingkah lakunya menjadi sorotan para mahasiswa atau muridnya. Sekali berbuat kesalahan maka sang guru dicela habis-habisan bahkan boleh jadi diberhentikan dari pekerjaannya.

Proses belajar-mengajar akan berjalan dengan baik sebenarnya bukan hanya ditentukan oleh figur dan kapabilitas (keahlian mengajar) guru atau tenaga pengajar itu. Sang murid juga harus mawas diri serta ikut bertanggung jawab dalam proses itu, ia juga harus menjaga perilakunya dan bersungguh-sungguh mengikuti pelajaran dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun