Seperti biasanya, aku diam-diam memperhatikanmu.
Katakan, mengapa setiap yang ada padamu begitu mengagumkan?
Senyummu, kedipmu, bahkan gembungan pipimu setelah sesuap nasi masuk lagi ke mulutmu.
Tanpa dosa kau melirik padaku, mengedipkan kedua matamu lalu tersenyum meremehkan.
Ya Tuhan jantungku...
Kau ingin membunuhku?
Kemudian beliau datang, ayahku. Tak begitu jelas, tapi aku tau itu ayahku. Segalanya buram kecuali kamu.
Kalian mengobrol banyak.
Aku, tentu saja memperhatikanmu.
Dan aku seperti mengerti arah pembicaraan kalian. Seolah tau, kau menoleh padaku.
'Jangan, jangan diucapkan. Kalau kau mengucapkannya berarti ini mimpi!'