WASPADA! Kata itulah yang terbersit dalam benak warga Jakarta Utara, tepatnya mereka yang bertempat tinggal di wilayah Muara Angke. Hal ini disebabkan oleh terjadinya bencana banjir rob yang melanda wilayah tersebut selama kurang lebih beberapa hari belakangan ini.
Beberapa tahun belakangan ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah berfokus pada rencana pembangunan tanggul di wilayah pesisir pantai Jakarta Utara. Hal ini tentu didorong oleh rasa waspada pemerintah terhadap beberapa riset dan penelitian terkait wilayah Pulau Jawa dan, secara spesifik, wilayah Kota Jakarta yang memiliki ketinggian permukaan daratan di bawah permukaan laut.Â
Beberapa tanggul pun nampak sudah berdiri kokoh sebagai pembatas antara wilayah laut lepas dan wilayah daratan Jakarta Utara. Pemerintah dan masyarakat menilai bahwa pembangunan beberapa tanggul baru dapat meminimalisasi terjadinya banjir rob, yaitu banjir yang disebabkan oleh peningkatan volume air laut.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Sejak hari Senin, 18 Desember 2024, terjadi peningkatan volume air laut yang mengakibatkan beberapa ruas tanggul jebol dan dilewati air laut. Beberapa ruas jalan juga nampak tergenang air yang, sebagaimana diketahui, merupakan resapan air laut yang keluar melalui celah-celah berlubang di jalan tersebut.Â
Peningkatan volume air laut yang kemudian mengakibatkan terjadinya banjir ini tidak hanya berdampak pada terganggunya aktivitas warga masyarakat di sekitar pesisir pantai Jakarta Utara, tetapi juga mengakibatkan terhambatnya jalur transportasi, baik jalur transportasi kereta listrik (KRL) maupun Pelabuhan Sunda Kelapa yang lokasinya tidak jauh dari wilayah Jakarta Utara.
Hal tersebut kemudian menimbulkan protes keras dari warga masyarakat luar Jakarta Utara yang aktivitas transportasinya terganggu. Misalnya, mereka yang hendak bepergian menggunakan kereta listrik akhirnya terhambat karena jalur kereta tergenang air, dan petugas keamanan stasiun tidak berani melanjutkan aktivitas perkeretaapian, sehingga dihentikan dalam jangka waktu yang ditentukan. Selain itu, aktivitas muatan kapal juga harus tertunda karena kondisi banjir yang menjangkau wilayah Pelabuhan Sunda Kelapa.
Secara garis besar, terdapat silang pendapat antara beberapa kelompok elemen masyarakat dan juga pemerintah, yang tentu merasakan secara langsung dan terdampak oleh bencana banjir yang terjadi dalam beberapa hari belakangan ini. Hal tersebut tidak hanya mengacu pada dampak material atau dampak moral secara langsung, tetapi juga memberikan gambaran bahwa kondisi permukaan air laut dan daratan wilayah Jakarta, secara khusus, dan Pulau Jawa, secara umum, sedang tidak baik-baik saja.Â
Banyak masyarakat yang menilai bahwa volume air laut sudah melebihi ketinggian wilayah daratan. Oleh karena itu, beberapa elemen masyarakat melancarkan protes karena menganggap pemerintah belum maksimal dalam penanggulangan banjir rob. Masyarakat berpendapat bahwa seharusnya sudah dibangun tanggul yang lebih kuat dan lebih tinggi dibandingkan sebelumnya untuk dapat mengatasi peningkatan volume air laut.
Rencana Pembangunan Giant Sea Wall
Fakta yang mengejutkan pula adalah ternyata pada pertengahan tahun 2024, pembahasan mengenai pembangunan 11 km tanggul baru baru mencapai tahap peresmian anggaran, sehingga proses pembangunannya pun belum dilaksanakan. Menurut beberapa media, seperti tempo.co dan kompas.com, pemerintah Jakarta menargetkan tanggul pantai tersebut rampung sekitar tahun 2028.Â
Tanggul yang dimaksud ini adalah tanggul yang sudah direncanakan sejak tahun 2020 pada masa pemerintahan Gubernur Anies Baswedan. Hal ini kemudian menjadi awal penyesalan masyarakat terhadap pemerintah yang dianggap lalai dan lambat dalam mengambil keputusan terkait pembangunan tanggul tersebut.