Mohon tunggu...
Maun  Kusnandar
Maun Kusnandar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Harapan Baru: Cengkeh Pala di Tanah Para Raja

7 November 2017   09:47 Diperbarui: 7 November 2017   10:04 2601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

"Oiye 'oiye.. sina oiye, walanda he wasisil ee sina oiye. Pakalawange he bunga pala oo, tagal imi lua ee, hisa paparangan ee he Saparua oo,". (Mari bergerak menuju Waisisil, ayo mari ke Waisisil, di sana ada Belanda. Ini semua karena cengkih dan pala, maka kita harus berperang melawan Belanda di bumi Saparua).

Cukilan bait diatas adalah  kapata tanah yang pernah dilantunkan  warga Saparua di tahun 1950-an. Seakan mengenang kembali kisah heroik Pahlawan Pattimura, Said Perintah dan sederet kapitano di masa perlawanan  bangsa kolonial. Suara dalam donci ini dikumandangkan  penuh semangat juang.

 Saat  tengah  berlangsung prosesi permandian kapal perang Pattimura di Pantai Waisisil, Saparua. Inilah satu diantara deretan peristiwa penting yang menguatkan memori kelabu warga Saparua. Ingatan akan kejayaan Pulau mereka dan kejayaan Maluku sebagai pusat rempah-rempah dunia. Sayangnya, seakan hilang ditelan waktu. Hanya menyisakan kenangan.

Cengkeh dan pala  memang memiliki riwayat panjang. Sekaligus saksi  era penjajahan  dan awal pembangunan ekonomi dunia, Cengkeh dan Pala adalah  komoditas sektor perkebunan kepulauan Maluku yang pernah berjasa mengangkat martabat Maluku di kancah perdagangan dunia. Layaknya popularitas  emas, batubara dan minyak mentah saat ini. 

Selain bernilai ekonomis, cengkeh dan pala melekat sebagai identitas sosial.  Era kejayaan cengkeh dan pala Maluku sebagai primadona nusantara kini semakin bergeser. Mengacu pada data  yang dikeluarkan Kementerian pertanian (2017),  produksi pala dan cengkeh Maluku berada dibawah Aceh, Maluku Utara dan Papua Bara. Dari sisi produktivitas hanya  sedikit diatas Sulawesi Utara. Padahal pada masanya, pasar dunia hanya mengenal Pala Banda di Kepulauan Banda dan Pala Siau di Kepulauan Sitaro.

Penyusutan produksi ini menghadirkan tanda tanya besar. Ada apa dengan entitas kelompok  yang sudah bertransformasi menjadi identitas orang Basudara ini. Beragam penjelasan mengemuka. Mulai dari isu aflatoksin , sistem dusung yang tidak intensif  hingga gejala perubahan iklim yang memicu menurunnya produktivitas sektor perkebunan ini. Banyak pula argumen,  bahan perdebatan di warung kopi sampai ke tingkat seminar nasional. Masyarakat awam sampai pakar  bidang perkebunan  turut membincang alot nasib rempah tersebut. Hasilnya, tidak  berujung pada solusi.

Di Provinsi Maluku, salah satu sektor pertanian yang terancam  dampak negatif perubahan iklim adalah komoditas cengkeh dan pala. Beberapa riset memperkuat fakta ini.  Terdapat sekitar 43.641 ha pertanaman cengkeh dan 30.357 ha pertanaman pala rakyat  (BPS Provinsi Maluku, 2016). Sejarah perdagangan dunia pernah mencatatkan Maluku sebagai wilayah penghasil rempah, termasuk cengkeh dan pala berkualitas tinggi. Kedua komoditas tersebut bernilai ekonomis tinggi dan merupakan sumber pendapatan utama masyarakat  negeri seribu satu pulau ini. 

Perkebunan cengkeh dan pala sebagian besar dimiliki oleh masyarakat lokal, Hanya sebagian kecil yang dikelola oleh pemerintah dan swasta. BPS Provinsi Maluku mencatat di  2016 terdapat sekitar 72.063 petani cengkeh dan  27.782 petani pala.  Apabila tidak ada strategi adaptasi dampak perubahan iklim,  penghidupan ratusan keluarga terancam.

Iklim adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman (Las, 2007). Perubahan beberapa unsur iklim dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Peningkatan suhu udara mempengaruhi respirasi dan transpirasi tumbuhan sehingga menaikkan konsumsi air. 

Peningkatan tersebut juga dapat memacu perkembangbiakan Organisme Penggangu Tanaman (OPT). Suhu udara yang meningkat akan mempercepat pematangan buah dan biji sehingga menurunkan mutu hasil tanaman. Perubahan curah hujan mempengaruhi proses produksi tanaman. Beberapa variabel iklim saling mempengaruhi satu dengan lain. Sehingga dapat menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan dan produksi tanaman (Pattinama, 2017).

Kini,  upaya  membangkitkan  kejayaan Maluku sebagai penghasil rempah-rempah terutama  cengkeh  dan pala dihidupkan kembali. Usaha ini didorong dan digaungkan lewat berbagai wahana edukasi,  dan ruang kreatif. Baik dalam  dialog formal maupun tidak formal. Gerakan massif dan kolektif ini harapannya bisa memberikan jawaban, menjadi oase dari kegalauan.  Untuk cita-cita meraih kembali  identitas orang Basudara, menghidupkan legenda primadona dari Timur Indonesia.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun