Belum ada respon positif terhadap dua problem itu, muncul lagi satu problem yang cukup membuat gerah kaum pekerja. Sejak beredarnya Rancangan Undang-Undang Cipta (lapangan) Kerja, gelombang protes bermunculan dari berbagai kalangan, terutama mereka yang bernaung di bawah bendera serikat pekerja.Â
Bagaimana tidak, sejumlah persoalan klasik yang selalu dibawakan dalam setiap momentum Mayday bukannya mendapat pertimbangan khusus malah sangat jauh dari harapan hingga menimbulkan kontroversi. Setidaknya kontroversi bagi kalangan pekerja atas asa yang selalu diasah.
Pernyataan emosional datang dari presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, dengan mengatakan pemerintah dan pengusaha sama-sama tak ada otak. Dan saya tak mampu membayangkan apa yang akan terjadi jika Mayday tanpa pandemi Covid-19.
Pada salah satu konsideran rancangan undang-undang cipta kerja berbunyi "Dengan cipta kerja diharapkan menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi."Â
Ya, hal itu dapat terjadi tetapi pekerja lebih tepatnya menjadi hamba yang harus patuh kepada tuannya. Tidak ada lagi konsep kemitraan dalam relasi industrial.Â
Dalam hubungan industrial, pekerja dan pengusaha adalah saling membutuhkan. Setiap pengusaha pasti membutuhkan pekerja, dan setiap pekerja pasti membutuhkan kepastian kerja dan kepastian upah sebagai jaminan masa depannya.
Dalam RUU Cipta Kerja, pemerintah dan pengusaha seolah menilai permasalahan investasi pada bangsa ini ada pada sejumlah persoalan ketenagakerjaan. Karena itu, RUU Cipta Kerja sejatinya lebih berpihak kepada pengusaha atau calon pengusaha. Jangan sampai Omnibus Law Cipta Kerja semacam menganakemaskan kelompok pengusaha dan menganakloyangkan kelompok pekerja.
Lalu, haruskah emosional yang muncul seperti di atas disuarakan secara lantang dan terbuka pada kondisi bangsa seperti saat ini? Bangsa kita sedang sakit karena pandemi Covid-19. Semua orang perlu berpikir secara holistik untuk masa depan bersama.
Kerja Sama Tripartit
Sangat sejuk ketika mendengar Pemerintah dan Wakil Rakyat telah "bersepakat" untuk menunda pembahasan RUU Cipta Kerja yang membahas khusus tentang ketenagakerjaan.Â
Hal ini perlu disambut baik dan perlu diapresiasi karena pemerintah dan wakil rakyat tidak "memanfaatkan" wacana pandemi untuk melanggengkan RUU Cipta kerja. Poin penundaan ini selain menghindari konflik sosial, pemerintah dan wakil rakyat sama-sama ingin mendengar lebih banyak masukan.
Dengan begitu sejatinya kerja sama tripartit perlu dilakukan. Antara pemerintah, pengusaha dan pekerja perlu membahas secara baik. Kerja sama tripartit kali ini tidak hanya berkaitan dengan masalah hubungan industrial, tetapi juga terhadap masalah yang tengah dihadapi bangsa.