Mohon tunggu...
Maulisna AinunNisa
Maulisna AinunNisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum.

Just started it, not a prodigy.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Jurnalisme Kampus di Tengah Digitalisasi Post-Millenials

2 Desember 2020   20:10 Diperbarui: 3 Desember 2020   12:59 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

lpmgemakeadilan.fh.undip.ac.id -- Hampir setiap universitas memiliki lembaga independen yang berfokus pada jurnalistik berbentuk unit kegiatan mahasiswa, umumnya lembaga ini bernama Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Citra LPM sangat disoroti lampu utama pada masa pergerakan reformasi. 

Kegiatan jurnalisme pada masa itu penuh dengan antusiasme pergolakan politik. Baik para jurnalis maupun penikmat karya jurnalisme merasakan antusiasme yang tinggi. Namun, 22 tahun reformasi berlalu, nampaknya jurnalisme di Indonesia juga telah ikut bereformasi. Antusiasme yang dirasakan ikut pula bereformasi, terutama pada jurnalisme kampus.

Reformasi pada teknologi membuat jurnalisme kian dipermudah. Segala hal telah didigitalisasi pada era post-millenial ini. Sajian berita kini lebih mudah disajikan dengan media elektronik. Sekarang siapapun bisa menjadi jurnalis. Portal berita daring membuka rekruitmen jurnalis secara terbuka dan dengan syarat yang mudah, platform berbagi video seperti youtube pun bisa dimanfaatkan dengan baik untuk membagikan berita, dan sebagai bentuk digitalisasi dari jurnalisme radio bentuk karya jurnalisme semacam podcast juga merupakan tempat yang nyaman untuk berkarya.

Efek dari digitalisasi memang bukan main, Valian selaku pemimpin umum LPM Momentum Undip juga mengakuinya. "Dulu jurnalisme semuanya harus lapangan, sekarang bisa pakai OSINT. Jurnalisme modern sering investigasi pakai ini, contohnya para jurnalis bisa menemukan keberadaan hotel Habieb Rizieq sewaktu di arab. Data-data sekarang bisa didapat lebih mudah daripada dulu, sekarang jurnalisme juga ada penggabungan sama ilmu-ilmu lainnya," menurutnya sewaktu kami mintai pendapat tentang digitalisasi jurnalisme.

Dengan adanya digitalisasi Valian bersuara kalau jurnalisme sekarang jauh lebih kreatif dari jaman sebelum reformasi atau jurnalisme kuno. Pada era post-millenials yang serba digital membuat jurnalis bisa mencari data lebih mudah, apa yang dulu tidak mungkin bagi para jurnalis sekarang sah-sah saja dilakukan. 

Namun Valian sangat menyayangkan tentang satu hal, "Cuma minusnya kalau lihat beberapa portal berita daring beritanya itu agak murahan, karena tekanan berita sekarang yang bukan cuma dari koran, jadinya ada kesan bahwa sekarang jurnalisme lebih dibayar secara kuantitas bukan kualitas."

Kualitas jurnalisme secara umum tampak jelas menurun, termasuk jurnalisme kampus. Lampu utama yang pernah menyororti LPM kini menjadi milik Badan Eksekutif Mahasiswa, Senator, dan Himpunan. Ketiga organisasi tersebut memiliki fokus yang berbeda dengan LPM, mereka berfokus pada berorganisasi dan berpolitik. 

Organisasi dan politik memang erat hubungannya dengan kekuasaan, mungkin itu yang disukai oleh pemuda-pemudi pada era post-millenials ini. Valian juga merasakan eksistensi LPM yang diketuainya itu memang menurun karena SDM yang tertarik dengan jurnalistik dan isu sosial-humaniora biasanya sudah ditarik oleh tiga organisasi tadi.

Kurang tertariknya SDM yang dikira bisa meningkatkan kualitas jurnalisme kampus terhadap LPM-nya itu dihadapi oleh Valian langsung ketika melakukan open reqruitment, katanya yang memang berminat dengan bidang jurnalistik pasti sudah punya tanggung jawab di lain tempat, sisanya yang memang kurang tertarik saja. Dengan sumber daya yang minim kualitas jurnalisme kampus bisa tidak berhasil optimal.

Selain karena tiga organisasi yang merebut lampu sorot itu alasan lain dari menurunnya minat mahasiswa terhadap LPM adalah digitalisasi itu sendiri. Mahasiswa yang hidup pada era post-millenials lebih suka membagikan informasi lewat media sosial. Peristiwa-peristiwa yang terbagikan lewat media twitter, instagram, dan sebagainya itu dengan cepat diterima masyarakat tanpa perlu diolah menjadi sebuah karya jurnalistik. Masyarakat cenderung lebih mementingkan seberapa cepat ia mendapatkan informasi daripada apakah informasi yang didapatnya itu bersifat faktual dan diberikan oleh narasumber yang memiliki kredibilitas.

Untuk mengakali kemerosotan eksistensi dan kualitas jurnalisme kampus dibalik digitalisasi, Valian mengungkapkan bahwasanya di era post-millenials jurnalis kampus harus bisa aktif, baik melalui media cetak maupun media online. Media online memiliki keunggulan yaitu lebih murah dan mudah diakses. 

Sementara itu, media cetak memberikan karya fisik yang bisa dibanggakan bagi penulisnya. Bukan pilihan yang mudah untuk memilih di antara keduanya, sehingga Valian juga lebih menegaskan untuk menjalankan keduanya saja dan membagi porsi di antara keduanya sesuai kebutuhan. Selanjutnya LPM harus menggencarkan promosi yang mengedepankan kualitas dibandingkan kuantitas. Dengan begitu, konten yang dipublikasikan tidak murahan dan memiliki kekhususan sendiri seperti membuat desain, judul, dan isi poster untuk promosi yang semenarik mungkin.

Di tengah digitalisasi memang terjadi kemerosotan pada jurnalisme baik secara umum maupun kampus. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menutupi kekurangan yang terjadi, mungkin saran Valian bisa menjadi solusi yang efektif untuk jurnalisme kampus yang sedang minim sumber daya dan kualitas. Bagaimanapun jurnalisme kampus harus tetap berjalan karena jurnalis adalah pihak yang dapat memverifikasi segala informasi demi kepentingan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun