Mohon tunggu...
simaulss
simaulss Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat Lintas Ruang

Bercakap, Berjabat, Beramal

Selanjutnya

Tutup

Money

Green Economy: Menuju Pembangunan yang Harmoni

23 Juni 2021   11:51 Diperbarui: 25 Juni 2021   22:09 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari Rabu (23/10/2019), Presiden Jokowi resmi memilih para menterinya. Ada orang lama yang tetap dipertahankan, namun banyak pula pos-pos strategis diisi oleh orang-orang baru, baik profesional maupun politisi. Tim yang disebut Kabinet Indonesia Maju ini memilih jargon "Kerja Keras, Kerja Ikhlas, Kerja Produktif. Kita amat menanti aksi, kiprah, program, hingga kesesuaian target yang sungguh-sungguh pro rakyat, bukan pesanan oligarki. Kita amat mendambakan di awal pemerintahan ini, kebijakan demi kebijakan yang lahir didasari kebutuhan yang nyata adanya. Salah satu problematika yang masih perlu pembenahan adalah sektor pembangunan.

Persoalan ekonomi ialah persoalan mendasar bagi seluruh negara-bangsa. Negara maju akan terus mempertahankan statusnya dengan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pesat. Sementara negara berkembang, upaya apapun dilakukan demi keluar dari kubangan keterbelakangan, yakni kebodohan, kemiskinan, dan ketimpangan. 

Untuk mewujudkan itu, sebagian besar mereka bertumpu pada ketersediaan sumber daya alam. Padahal, beberapa diantaranya  terbatas dan tidak dapat diperbarui. Hal itu diperparah pula dengan ambisi yang tinggi, akibatnya tujuan mulia berupa kesejahteraan, kerap mengorbankan etika dan moral para pengelolanya. Paradoks.

Demi dan atas nama pembangunan, dimensi sosial-budaya dan lingkungan nyaris tidak dilibatkan dalam aktivitas pembangunan. Sebab faktanya, pembangunan yang dimaksudkan menyejahterakan di satu sisi, justru sebaliknya,  menimbulkan permasalahan baru di sisi lain. Kebakaran hutan, longsor, banjir, konflik lahan, ketersediaan dan abstraksi air tanah, rusaknya terumbu karang, hingga tercemarnya air dan udara yang menimbulkan penyakit merupakan sederet contoh pembangunan yang tidak memadukan ragam pendekatan. Di samping itu, kita menyaksikan konflik juga terjadi di tataran horizontal. 

Ketimpangan, penindasan, bentrok dengan aparat, hingga kecumburuan sosial menyertai pembangunan yang dielu-elukan. Media-media kita tak henti-hentinya memberitakan itu. Aksi massa, demonstrasi, dan advokasi korban jadi makanan sehari-hari para aktivis dan LSM. Pada tahap ekstrim, permasalahan ini bisa mengarah pada tindakan radikal. Terbaru, kasus penusukan mantan Menkopolhukam diduga disebabkan karena tersangka adalah korban penggusuran tol mebidangro (Medan-Binjai-Deli Serdang-Karo). Nyata, pembangunan yang tidak harmonis punya dampak serius yang mesti segera diperbaiki.

Mengubah cara pandang

Semua kerugian itu bermula dari cara pandang antroposentrisme. Perspektif ini memahami bahwa manusia adalah pusat dari segalanya. Adanya alam yang disediakan Tuhan dipandang untuk kelangsungan hidup manusia itu sendiri. 

Olah pikir ini mengarahkan manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, amat konsumtif dan tidak bertanggungjawab. Kalkulasi daya dukung, ketersediaan kuantitas, alternatif sumber daya belum atau tidak menjadi diintegrasikan ke dalam perencanaan pembangunan. Selain itu, buruknya pembangunan juga dipicu sempitnya ruang pemahaman. 

Sejauh ini, manusia dianggap sebagai makhluk sosial, yang membentuk sekaligus dibentuk komunitas sosialnya. Nilai seseorang bergantung bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya. Padahal, selain makhluk sosial, manusia juga merupakan makhluk ekologi yang berarti manusia bagian daripada alam semesta. Bumi, gunung, laut, hutan dan seterusnya juga merupakan makluk hidup bagi manusia. Karenanya, alam yang seharusnya dimaknai juga bagian dari sistem kehidupan yang berharga, justru sebaliknya, tidak bernilai sama sekali.

Di satu sisi, pembangunan merupakan bagian inti dari perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan negara, namun di sisi lain, pembangunan justru melahirkan problematika baru. Untuk itu, diperlukan penanganan mengenai pembangunan secara mendasar, sistemik, dan berkelanjutan agar pembangunan tanpa perselisihan baik sosial maupun lingkungan hidup dapat sejalan. 

Salah satu rekomendasinya adalah green econmy. Green econmy adalah sebuah konsep pembangunan berkelanjutan yang pro lingkunagn dan pro masyarakat. Green economy merupakan paduan pembangunan yang memperhitungankan aspek sosial dan lingkutan. Bukan hanya sekadar memberikan dana CSR pada warga lokal, sembako murah, apalagi barang sekali pakai, bukan juga pembangunan yang ramah lingkungan. Lebih dari itu, green economy, mendesain pembangunan dengan perhitungan saat ini dan masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun