Mohon tunggu...
Muhammad Maulana Fitrah
Muhammad Maulana Fitrah Mohon Tunggu... Editor - Ikatlah Ilmu dengan Menulisnya. Karena Ilmu yang ditulis akan tetap tersimpan diatas keterbatasan daya ingat manusia

Stiem Bongaya Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menimbang Problematika Sistem Zonasi

4 Juli 2019   12:27 Diperbarui: 4 Juli 2019   13:24 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu kita ingin masuk sekolah negeri kita harus bersaing lewat nilai UN, jadi kita belajar kalau mau masuk sekolah negeri favorit. Sekolah favorit dalam pandangan masyarakat mengalami kesenjangan yang dimana siswa yang pintar akan bersama dalam satu tempat, sedangkan siswa yang kurang pintar atau "bodoh" akan terlempar di "sekolah pembuangan". Hal seperti ini akan mempengaruhi intelektual atau psikis siswa. 

Terlebih lagi eksklusivitas sekolah favorit juga tercoreng dengan adanya sistem lewat jendela atau yang biasa didengar "letjen" saat pendaftaran masuk sekolah. Tentunya hal seperti ini yang membuat sekolah favorit bukan lagi diutamakan untuk siswa yang pintar atau pandai saja, yang nilainya memenuhi syarat, tetapi untuk siswa kaya yang sanggup membayar berapapun harga yang ditentukan. Kita bisa bayangkan kedepannya bagaimana. Orang kaya semakin kaya karena mendapatkan pendidikan yang berkualitas atau terbaik, sedangkan orang yang kurang mampu akan stagnasi karena kurangnya kesempatan yang diberikan untuk berkembang.

Saya mendengar keluhan yang dilontarkan oleh keluarga ataupun tetangga, itu terkati problematika PPDB 2109 dengan sistem zonasi. Dengan adanya sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah mulai diterapkan sejak tahun 2017 dan disempurnakan pada tahun 2018. Juknis ini diatur dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018. Juknis ini ditujukan kepada seluruh kepala daerah, gubernur dan bupati, karena sekolah-sekolah negeri berada di bawah koordinasi pemerintah daerah, untuk menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan, menentukan sistem pendaftaran, menetapkan zonasi paling lama 1 (satu) bulan sebelum proses PPDB, dan lain sebagainya.

Sistem ini berdasarkan jarak rumah ke sekolah, karena adanya sistem seperti ini siswa yang ingin masuk ke sekolah negeri tapi jarak rumahnya jauh dari sekolah jadi susah untuk masuknya bahkan banyak dari mereka yang nilai UN-nya tinggi tidak masuk disitu dan akhirnya kecewa. Dan sebaliknya ada beberapa siswa yang "mohon maaf" nilai UN-nya tidak seberapa tinggi akhirnya bias masuk sekolah negeri favorit itu karna sistem zonasi ini.

Coba dibayangkan jika penyebaran siswa ke sekolah yang dekat dari rumahnya bisa mengurangi keterlambatan siswa, menghemat biaya yang dikeluarkan oleh orang tua karena jarak yang mudah dijangkau, meminimalisir tingkat kemacetan, dan lain sebagainya. Faktanya, di banyak Negara maju seperti Australia dan Jepang telah menerapkan sistem zonasi sejak lama dan menjadi problem solving terhadap masalah-masalah tersebut.

Menurut perspektif pribadi, sistem zonasi ini tujuannya bagus yaitu untuk meratakan pendidikan, agar semua orang bias merasakan pendidikan yang sama tapi kalau semua sekolah sama levelnya atau kualitasnya. Yang jadi masalahnya sekarang masih ada sekolah favorit yang dimana guru-gurunya bagus, fasilitasnya bagus, ekstrakulikulernya bagus. Seandainya dibandingkan dengan sekolah lain yang kualitasnya dibawah sekolah favorit tersebut. Kalau menurut logika kita, kita pilih yang mana? Pasti pilih yang lebih baguslah, jadi kalau sistem zonasi ini ingin diterapkan tidak boleh ada perbedaan antara yang bagus dan kurang bagus harus seimbang mau pilih sekolah manapun sama saja tidak ada bedanya.

Kuncinya adalah pemerataan kualitas pendidikan, tidak boleh ada sekolah lebih bagus dari yang lainnya harus sama semua. Nah disinilah tugas pemerintah untuk meratakan pendidikan baik dalam segi kualitasnya, fasilitasnya, guru-gurunya, ekstrakulikulernya dan sebagainya. Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) harus bisa mendorong sekolah-sekolah yang fasilitasnya yang masih kurang. Dengan memberikan bantuan-bantuan baik berupa fasilitas laboratorium, alat bantu kebersihan, buku untuk disimpan diperpustakaan, dan lainnya yang menjadi penunjang sekolah-sekolah seperti ini.

Sehubung dengan itu bisa jadi semua ini belum memuaskan untuk kita atau anak kita. Tetapi mohon maaf, pemerintah sedang bekerja, ada proses dan tahapan yang pemerintah harus lalui demi mengutamakan keadilan sosial.

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun