Mohon tunggu...
Asep Maulana
Asep Maulana Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

Bukan Mahasiswa ABADI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Polemik Covid-19 dan Aktivitas Pendidikan di Masa New Normal

20 Juli 2020   18:17 Diperbarui: 20 Juli 2020   18:13 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seperti yang kita ketahui wabah virus corona sudah menyebar sampai ke Indonesia pada maret yang lalu, ditambah dengan kurangnya kesadaran masyarakat dan terbatasnya fasilitas untuk menangani corona membuat virus ini menyebar dengan ganas di negeri kita. Bahkan angka penyebarannya menaik hari ke hari bahkan hingga menembus angka 1000 lebih dalam sehari. Tentu saja ini menjadi perhatian pemerintah, tetapi apalah daya kenyataannya kita masih belum mampu menangani virus ini dengan baik.

Virus Corona atau Covid-19 ini sudah dinyatakan menjadi pandemi oleh WHO organisasi kesehatan dunia. Berbagai opsi sudah dipertimbangkan untuk mengatasi penyebaran ini, yang paling kentara adalah dengan menerapkan lockdown. Di beberapa negara sudah menyatakan lockdown dan fokus untuk menghentikan virus ini, akan tetapi kenapa di negara kita belum bisa. Ada beberapa alasan kenapa kita mengesampingkan opsi lockdown untuk menhentikan penyebaran virus ini. 

Yang paling jelas karena masalah ekonomi, beberapa negara yang sudah menerapkan lockdown mereka memiliki ekonomi yang baik, sedangkan negara kita akan kocar-kacir jika kita memaksakan untuk lockdown. Mungkin itula yang menjadikan pemerintah tidak mengambil opsi ini sebagai pilihan utama, pemerintah memiliki opsi lain yang hampir serupa yaitu PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Dalam kebijakan PSBB ini masyarakat dihimbau untuk melakukan kegiatan di rumah saja, baik itu dalam bekerja maupun pendidikan. Sejak maret pemerintah sudah menghimbau untuk melakukan pembatasan kegiatan sosial, bahkan gubernur Dki Jakarta Anies baswedan sudah mulai meliburkan sekolah dan menghimbau untuk bekerja dari rumah saja. Hal itu dilakukan karena tingginya penyebaran covid-19 terutama di jakarta, walaupun demikian nyatanya masih belum efektif karena jumlah korban positif masih meningkat bahkan semakin menyebar hingga ke 34 provinsi di Indonesia.

Tagar #stayathome pun meramaikan media di Indonesia, kampanye ini terus dilakukan agar muncul kesadaran masyarakat bahwa virus ini bukan rekayasa, virus ini tidak main-main, penyebarannya sangat luas karena virus ini mampu bertahan lama di permukaan benda bahkan di kulit kita. Bahkan sempat beredar bahwa virus ini bisa menyebar melalui udara, walaupun hal ini masih dibantah oleh WHO selaku organisasi kesehatan dunia. WHO mengklaim virus ini bisa menyebar lewat cairan yang keluar saat kita bersin. 

Virus ini akan tetap hidup selama beberapa waktu ketika mengenai benda seperti baju, besi, dinding dan dikulit kita. Virus ini tidak langsung menghilang jika tidak dilakukan penanganan langsung seperti menyemprot cairan disenfektan, mencuci baju sesudah dipakai, dan selalu mencuci tangan dengan sabun.

Masyarakat juga dihimbau untuk menyediakan hand sanitizer sebagai solusi ketika berada diluar rumah sebagai pengganti air, selain menggunakan hand sanitizer masyarakat juga dihimbau untuk menggunakan masker dan hindari memegang muka sebelum mencuci tangan. Diharapkan dengan himbauan-himbauan ini masyarakat bisa menjaga diri sendiri dan membantu mengoptimalkan langkah pencegahan terhadap virus ini.

Senjata Biologis

Sempat menghebohkan publik ada beberapa pihak yang mengaku mempunyai data-data yang akurat bahwa virus ini sebenarnya bukan murni virus yang mengalami mutasi melainkan diproduksi di laboratorium Amerika Serikat sebagai senjata biologi. Senjata ini sengaja dikirim ke cina untuk melemahkan negara tersebut, seperti yang kita ketahui hubungan kedua negara ini memang sedang panas.

Akan tetapi hal ini juga banyak dibantah oleh ahli-ahli di dunia, jikalau memang ini adalah virus buatan kenapa mereka tidak mengirim virus yang lebih mematikan. Sebab jka dilihat secara global angka kematian akibat corona ini sekitar 5 persen. Sedangkan menurut data Asian Development Bank, virus SARS memiliki angka kematian yang lebih tinggi yaitu 10 persen. Lebih mematikan lagi dari pada SARS ada virus MERS sekitar 35 persen angka kematian dan Ebola hingga 50 persen angka kematian.

Jika melihat data tersebut memang angka kematian akibat Corona jauh lebih rendah dibanding virus lainnya. Akan tetapi kita jangan melupakan bahwa virus ini termasuk kedalam pandemi. Apa itu, yaitu angka penyebaran yang sangat tinggi hingga bisa membuat satu negara menerapkan lockdown untuk mengatasi virus tersebut. Ini bukan masalah kecil karena taruhannya adalah ekonomi negara tersebut yang akan menurun jika menerapkan lockdown, akan tetapi jika opsi ini tidak diambil virus ini akan semakin merajalela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun