Mohon tunggu...
Maudy Serilda
Maudy Serilda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya membaca dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Labubu Boneka Viral Asal Tiongkok Redflag?

1 November 2024   14:29 Diperbarui: 1 November 2024   14:58 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar lihatjarbar.com

Fenomena tren gantungan kunci lucu tas atau bag charm semakin marak setelah populer karakter Labubu mainan asal Tiongkok karya seniman Kasing Lung, karakter labubu yang menggemaskan telah menarik perhatian banyak orang terutama di kalangan kolektor aksesoris, dan pencinta mainan. Bagi mereka yang takut tertinggal tren rela antri berjam-jam di bawah teriknya matahari dan menyeisihkan uang setengah juta untuk membeli satu boneka lucu Labubu. Mainan Labubu tersebut tenar setelah member Blackpink, Lisa mengenakannya sebagai aksesosis tas.


Sejarah Labubu
Sejarah Labubu berawal dari tulisan anak yang berjudul "The Monsters" yang ditulis oleh seniman kelahiran Hong Kong Kasing Lung pada tahun 2015, Lung mengungkapkan cerita ini terinspirasi dari mitologi Nordik dan imajinasi anak-anak yang liar dan bebas. "The Monsters" sendiri mengisahkan kehidupan di kampung monster kemudian Labubu merupakan salah satu karakter "The Monsters" yang paling terkenal, dalam kisah aslinya, Labubu digambarkan sebagai monster perempuan tapi lebih sering dikira laki-laki.Pada awalnya karkter Labubu ini peri tapi wujudnya lebih mirip monster lucu, karena telinga panjang dan runcing, serta mempunyai 9 taring gigi dan senyum menyeringai jahil membuat boneka ini unik dan memikat banyak penggemar di seluruh dunia.

Pada tahun 2019, Lung resmi bekerja sama dan menandatangai kontrak lisensi dengan salah satu perusahaan mainan terbesar di Tiongkok yaitu, Pop Mart Internation Group Ltd. Saat itu Pop Mart meluncurkan Labubu dengan bentuk mainan koleksi terdapat juga format blind box atau beli tanpa tahu isi di dalamnya dengan begitu konsumen memiliki rasa penasaran yang membuat penuh kejutan ketika membukanya. Hingga Juli 2024, popmart sudah mengeluarkan 2 versi Labubu. Pertama versi tegak, kedua versi duduk. Selain labubu, Popmart juga megeluarkan variasi The Monsters yang saat ini sudah dikeluarkan hingga belasan seri yang dapat menguras kantong pecinta mainan, tetapi seri yang sebanyak itu dan blind box yang sudah semenarik itu masih dianggap tidak cukup sama Pop Mart.

Karakter Limited Edition
Inovasi perusahan tiongkok tersebut terus berkembang hingga kembali merilis karakter rahasia dari koleksi Labubu , karakter rahasia ini memiliki peluang untuk didapatkan sekitar 1:72. Namun, dengan melonjaknya peminat mainan tersebut membuat banyak produk palsu bermunculan dan menawarkan harga yang lebih ekonomis dibandingkan harga asli satu set Labubu seharga satu juta tiga ratus ribu.

Tiga Aspek Redflag
Ternyata ditengah ramainya popularitas Labubu, mainan ini memilik tiga aspek konflik. Pertama sosial, kedua hukum, ketiga genosida.

Pertama sosial, fenomena labubu ini menjadi salah satu contoh fear of missing out atau akronim dari FOMO. Fomo merupakan rasa takut dan cemas akan tertinggal sebuah tren yang sedang terjadi saat ini apabila tidak membeli suatu barang yang sedang hits saat ini seseorang akan merasa teringgal zaman. Fomo di tengah masyarakat kita masuk melalu impulsive buying yang merupakan tindakan membeli barang atau jasa secara mendadak tanpa mempertimbangkan dengan matang, pelaku impulsive buying saat ini didominasi kaum hawa gen Z mereka dengan tidak sadar membeli sesuatu karna termakan iklan yang menawarkan diskon besar-besaran serta adanya kesenjangan sosial yang terjadi dilingkungan mereka.

Kedua, Gharar. Gharar merupakan ketidakpastian dalam jual beli. Format blind box atau mystery box dalam Labubu termasuk akad jual beli yang tidak sah dan melanggar syariat karena mengandung ketidakjelasan yang menimbulkan spekulasi ketika membukanya.

Ketiga, Genosida. Pop Mart ialah salah satu brand yang bekerja sama dengan negara pendukung aksi Israel, masyarakat mayoritas belum sadar bawah secara tidak langsung berkontribusi dalam genosida ini, membuat saudara kita di Gaza porak-poranda melalui pembelian brand-brand yang terafiliasi zionazi jika kita masih membeli dan memakai barang-barang yang terafiliasi dengan Israel berarti sama saja kita masih ikut mensupport kehidupan dan akomodasi biaya perang Israel, karena barang dan produk tersebut menyumbang dana untuk genosida, dengan begitu kita harus membangun kesadaran serta menjaga kewarasan dengan memboikot barang yang terafiliasi untuk meruntuhkan perekonomian mereka secara perlahan. Jangan menunggu sempurna, baru bergerak. Melainkan bergeraklah sampai Allah sempurnakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun