Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Perempuan Bersatu (Bagian Lima)

1 Agustus 2021   18:53 Diperbarui: 1 Agustus 2021   19:00 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan Lintas Iman (Pelinta) berkarya dalam kebersamaan/dokpri

KESELARASAN VISI, NILAI DAN PRAKTEK

Kepemimpinan bukan hanya kemampuan manajerial dan memengaruhi orang lain, tetapi keberanian untuk meluruskan yang tidak selaras,  mencerahkan dimana ada kekaburan.  (Mathilda AMW Birowo)

Tulisan ini merupakan bagian pamungkas dari lima bagian artikel yang disampaikan secara bertahap. Pada bagian ini kita akan meninjau Organisasi Independen dan Komunitas Feminis. Perlu saya kemukakan terlebih dahulu, pada bagian Ke-Empat ada revisi terhadap penulisan Bah yang seharusnya Baha'i. Saya mengambil dari kamus yang penulisannya menggunakan ejaan /bahasa asli namun tak terbaca penuh dalam format biasa. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. 

Semoga 5 seri tulisan ini membawa kita lebih mengenal kekuatan sekaligus tantangan organisasi-orgaisasi perempuan baik di Australia maupun di Indonesia. Tentunya tak dapat menggambarkan secara menyeluruh dan juga tak dapat kita generalisir, namun yang terpenting adalah bahwa perempuan dengan segala kelebihannya akan semakin kuat ketika mereka lebih kompak, saling peduli dan menghargai.  

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah lembaga negara yang independen untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia. Komnas Perempuan dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005. Lahirnya Komnas Perempuan berdasarkan tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Latar belakangnya adalah  tragedi kekerasan seksual yang terutama dialami oleh perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di Indonesia.

Pasca Kerusuhan, Presiden Habibie meminta usulan dari Saparinah Sadli yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Perempuan (saat ini bernama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) mengenai tindak lanjut kasus perkosaan sistemik yang terjadi. Saparinah Sadli, memberikan usulan kepada Presiden guna membentuk Komisi Nasional yang bergerak dalam isu perempuan di Indonesia. Usulan ini juga didasarkan pada pemikiran bahwa kepentingan perempuan harus disuarakan tidak hanya sekedar dititipkan kepada lembaga yang bisa jadi berbeda ideologi dengan gerakan perempuan.

Presiden menawarkan sebuah komisi yang diberi nama "Komisi Nasional Perlindungan Wanita", ditempatkan di bawah naungan Menteri Negara Urusan Wanita. Tawaran ini ditolak oleh para aktivis perempuan. Hingga akhirnya disepakati nama Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang secara eksplisit menunjukkan penolakan terhadap kekerasan terhadap perempuan, sekaligus dinyatakan sebagai lembaga yang cara kerjanya bersifat mandiri dan independen. (website Komnas Perempuan)

Komnas Perempuan tumbuh menjadi salah satu Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM), sesuai dengan kriteria-kriteria umum dalam The Paris Principles. Lembaga ini  telah banyak melakukan advokasi kepada perempuan terkait kebijakan dan hukum. Melalui laporan yang secara berkala dipublikasikan, masyarakat dapat mengetahui kegiatan-kegiatan serta terobosan yang telah dilakukan Komnas Perempuan.  

Hal ini menunjukkan bagaimana keseriusan Komnas Perempuan dalam mengatasi masalah gender serta kekerasan terhadap perempuan. Kiprah aktif Komnas Perempuan menjadikan lembaga ini contoh bagi berbagai pihak dalam mengembangkan dan meneguhkan mekanisme HAM sebagai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. 

Cermin Kewibawaan Lembaga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun