Mohon tunggu...
Matheus Giovanni CTNLP MBTLTA
Matheus Giovanni CTNLP MBTLTA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup adalah kesempatan jadi berkat

Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan. Tuhan ingin kita kembali istimewa. Melayani : Psikoterapi berbasis Neuro-Linguistic Programming, Time Line Therapy, Past Life Regression Therapy, Clinical Hypnotherapy Konseling Anak/Remaja/Keluarga/Pasutri Training/Workshop Neuro-Linguistic Programming, Time Line Therapy, Past Life Regression Therapy, Clinical Hypnotherapy Resensi Buku Call : 085700745872 (WA/Line) Instagram (@matheusgiovanniputragana) Rumah & Kantor : Jalan Cindelaras Gang Randu No 1 RT 07 RW 05 Kepuhsari Krodan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yakin Waras?

3 Juni 2018   02:29 Diperbarui: 3 Juni 2018   03:05 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apakah yakin kita dapat dikatakan WARAS manakala kita mengutuk teror bom sedangkan di sisi lain kita masih saling bertengkar? (ILUSTRASI)

"Sahabat, apakah Anda pernah mempertanyakan kewarasan Anda?"

Dalam berandanya Mona Sugianto bertanya kepada kita semua apakah kita semua sudah memiliki kemerdekaan dan keberanian yang cukup untuk mempertanyakan kepada diri kita sendiri "apakah saya waras?" dan bukannya untuk saling menghakimi "apakah kamu waras?".

Rangkain peristiwa bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya dan Sidoarjo pada bulan Mei 2018 masih tajam dalam ingatan masyarakat, tidak hanya dalam negeri namun juga masyarakat dunia. Banyak tokoh nasional maupun internasional mengutuk peristiwa tersebut serta secara sepihak menilai pelaku teror di Surabaya adalah orang gila atau tidak waras. 

Berikut pernyataan beberapa tokoh nasional yang berhasil dihimpun; Seperti dilansir dalam laman CNN Indonesia pada tanggal 22 Mei 2018, "Coba ada ibu bawa anaknya perempuan, ini disuruh bawa bom, itu saya pikir orang gila itu, jadi kita menghadapi orang gila sekarang," kata Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu, saat memberikan pengarahan ke ratusan prajurit Komando Cadangan Strategis TNI AD (Kostrad) di Cilodong, Depok Jawa Barat. "Itu orang gila, boro-boro masuk surga, kalau orang bunuh diri itu ya enggak diterima di bumi dan di akhirat," tambah mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu. 

Contoh lain seperti dilansir laman Tribun News 13 Mei 2018, "Pelaku sudah tidak waras, maka tindakan mereka punya juga demikian. Kalau yang waras cuma diam saja, para pelaku malah bisa jadi pemimpin," sebut mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif. Bahkan media Amerika Serikat, New York Times membuat judul Ancaman Baru nan 'Gila' Bom Bunuh Diri Indonesia: Orangtua dan Anak-anak Mereka. 

Penolakan dan stereotip gila atau tidak waras terus saja dilabelkan pada terduga teroris. Keluarga terduga teroris sendiripun menolak akui jenazah adalah bagian dari anggota keluarganya. Penolakan itu belum selesai sampai situ, penolakanpun terjadi dari masyarakat yang berada di sekitar tanah yang direncanakan akan dijadikan tempat pengebumian jenazah para terduga teroris. Seperti dilansir laman CNN Indonesia pada tanggal 18 Mei 2018 masyarakat di sekitar Makam Putat Gede, Jarak, Sawahan, Surabaya menolak rencana pemakaman jenazah terduga teroris di tempat pemakaman umum setempat.

Banyak pribadi yang mencibir para pelaku bom bunuh diri di Surabaya tersebut. Bahkan tidak jarang para pelaku bom bunuh diri di Surabaya itu dinilai sebagai orang yang tidak waras. Namun benarkah itu semua? Penulis "Yakin Waras? : Potret Ironi Hidup Manusia" dan saya mengajak pembaca semuanya bertanya kepada diri kita masing-masing. 

Apakah kita sendiri dapat dinilai waras ketika di dalam diri kita sedang dan masih dipenuhi oleh aneka pikiran buruk, amarah, dendam, dan berbagai bentuk emosi negatif lainnya? Apakah kita adalah pribadi yang waras manakala kita secara individual maupun kolektif memberikan pelabelan atau stereotip negatif kepada diri sendiri maupun kepada orang lain? Apakah diri kita masing-masing sudah layak disebut waras manakala kita sendiri terus menerus sampai detik ini masih menampik fakta bahwa kita pernah berbuat tidak adil dan tidak berperikemanusiaan kepada sesama kita? Apakah kita sudah dapat dinilai waras manakala kita terus menerus memaksakan salah satu atau lebih dari anggota badan kita untuk ideal? Apakah kita sudah dapat dinilai waras manakala kita selalu mengata-ngatai sesama kita ketika dia tidak berada di depan kita? 

Apakah kita sudah dapat dikatakan waras ketika kita mengecam peristiwa tidak berperikemanusiaan manakala kita masih tidak peduli akan keberlangsungan hidup sesama kita yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel? Apakah kita dapat dinilai waras jika kita terus-menerus menyalahkan pemerintah atas kebobrokan kehidupan berbangsa dan bernegara manakala kita hanya terdiam saja tanpa melakukan sebuah gerakan solidaritas dan perubahan? 

Apakah kita dapat dinilai waras jika kita mengingkari janji-janji yang telah kita buat sendiri dan yang telah kita tujukan demi kesejahteraan masyarakat luas? Apakah kita dapat dinilai waras jika kita terus-menerus jaim dan alim manakala kita memposkan foto kita yang sintal atau macho? 

Apakah kita dapat dinilai waras jika kita bertelanjang setengah badan atau seluruhnya ketika sedang video call dengan pasangan tidak resmi maupun resmi (baca: pasangan suami-istri sah secara agama dan sipil) demi memuaskan libodo kita sendiri maupun pasangan kita itu? Dan terakhir, apakah waras bila kita tidak bersedia mempertanyakan kewarasan kita dan memilih untuk pura-pura waras (padahal tidak)?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun