Mohon tunggu...
yayan sunarya
yayan sunarya Mohon Tunggu... -

Staf pengajar pada jurusan pendidikan kimia UPI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggapai marifat melalui metode dzikrulloh bebas ruang dan waktu

20 Oktober 2010   14:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:15 7943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

1.Ahlak sebagai indikator iman

Fitrah manusia dan jin dilahirkan ke dunia ini tiada lain hanya untuk menyembah Alloh Azza wa Jalla (QS Adz-Dzariyat:56) berdasarkan syariat Islam yang telah dicontohkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari oleh Nabi besar kita Muhammad SAW, sehingga Beliau menjadi tuntunan sekaligus panutan bagi umat manusia dan jin. Makna penyembahan itu sendiri adalah penyerahan seluruh jiwa dan raga secara total (kaffah) hanya kepada Alloh menurut peraturan dan perundang-undangan yang diridhoi Alloh SWT.  Adapun tujuan utama dari penyembahan kepada Alloh Azza wa Jalla adalah hanya mengharapkan maghfiroh dan ridho-Nya semata.

Bagaimana menyembah Alloh yang Maha Gaib sementara manusia umumnya memahami dan menerima sesuatu yang sifatnya konkret dan logis? Hal ini bergantung pada tingkat keilmuan individu dalam memahami syariat Islam dan tingkat keimanannya dalam memahami kemahagaiban Alloh Azza wa Jalla atau ma’rifatulloh. Dengan kata lain, iman dan ilmu merupakan modal utama dalam menggapai ma’rifat kepada Alloh SWT, sebagaimana janji Alloh akan mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu ke derajat yang lebih dekat dengan-Nya. Makin tinggi iman dan ilmu seorang hamba, makin dekat hamba tersebut kepada Alloh SWT atau ma’rifatnya makin sempurna, dan ma’rifat yang tertinggi adalah ma’rifat kepada Dzat Alloh Azza wa Jalla. Inilah yang disebut dengan ikhsan, yakni dalam menyembah Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, kalaupun tidak bisa melihat-Nya sesungguhnya Alloh maha melihat apa yang dikerjakan (HR Bukhari dan Muslim).

Indikator kedekatan seorang hamba kepada Alloh SWT adalah budi pekerti. Menurut Rasululloh SAW: Hamba yang paling sempurna imannya adalah yang paling luhur budi pekertinya (HR Ibnu Majah, Turmudzi, dan Ibnu Hibban), dan manusia yang terluhur budi pekertinya adalah Nabi Muhammad SAW. Jadi untuk mencapai ma’rifat yang sempurna harus senantiasa memperbaiki ahlak menuju ahlak kamil mukamil sebagaimana sabda Rasululloh: Sesungguhnya aku diutus Alloh ke dunia ini tiada lain untuk menyempurnakan ahlak manusia (HR dari Abu Hurairah r.a) agar sesuai dengan tuntunan qur’an seperti yang dicontohkan oleh Nabi sendiri sebab Beliau adalah uswatun khasanah.

Disamping sebagai indikator tingkat keimanan seseorang kepada Alloh, ahlak juga dapat dijadikan indikator kesempurnaan sholat, karena Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar, dan dzikrulloh lebih utama mencegahnya (QS Al-‘Ankabut:45) Jadi, apabila seseorang biasa menunaikan sholat tetapi ahlaknya masih belum sesuai dengan tuntunan Rasululloh, maka bolehjadi sholatnya belum sempurna alias STMJ (Sholat Terus.. Maksiat Jalan).

Indikator dari ahlak sendiri dapat diamati dari apa yang dilahirkan seseorang, seperti ucapannya terutama ketika kaget atau marah dan dimarahi, sikap ketika dia mendapat musibah atau kesenangan, sikap terhadap pasangan hidupnya, apakah sangat mendominasi (berkuasa) atau berbagi rasa. Sejatinya, Di antara ahlak orang mukmin adalah berbicara dengan baik, bila mendengarkan pembicaraan tekun, bila berjumpa orang menyambut dengan wajah ceria dan bila berjanji ditepati (HR. Ad-Dailami). Rasululloh SAW bersabda: Sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling aku cintai di antara kalian semua serta yang terdekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah yang terbaik budipekertinya di antara kalian semua, dan sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling aku benci di antara kalian semua serta terjauh kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara, sombong bicaranya dan merasa tinggi apa yang dibicarakannya karena kecongkaannya (HR Tirmidzi).

Mengapa manusia dapat berbuat ingkar atau ta’at kepada Alloh SWT? Karena diantara semua makhluk ciptaan-Nya, yang dapat mencapai derajat paling mulia dan juga paling biadab adalah manusia. Jika manusia berbuat baik maka dapat terlampau baik sehingga para malaikat merasa iri kepadanya. Jika manusia berbuat jahat, maka dapat terlampau biadab sehingga syaitan-syaitan pun malu bersahabat dengannya. Itulah manusia, walaupun lemah secara fisik tetapi masih bisa mengingkari ketentuan Alloh yang Maha Perkasa. Oleh karena itu tidak heran jika mengaku muslim tetapi perilaku dzolim. Berpakaian Islami tetapi perilaku masih menyakiti makhluk Alloh yang sama-sama mengaku muslim dengan pentungan seraya mengucapkan takbir atau dengan ucapan keji yang menyakitkan hati.

2.Sumber dekadensi ahlak umat muslim

Banyak umat muslim yang melaksanakan sholat, zakat, puasa, bahkan menunaikan haji walaupun dengan cara menabung, tetapi mengapa ada sebagian umat muslim masih saja berbuat maksiat kepada Alloh Azza Jalla bahkan melakukan perbuatan syirik kepada-Nya dan perilakunya tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Mengapa?

Pada dasarnya semua itu disebabkan oleh penyakit yang bersemayam di dalam qolbu, yang bolehjadi penyakit itu sudah kronis sebagaimana sabda Nabi: Di dalam diri manusia ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh anggotanya, sebaliknya apabila ia buruk, buruk pula anggotanya. Ia adalah qolbu (HR Bukhari). Qolbu yang sakit akan melahirkan perilaku yang buruk dan qolbu yang baik akan melahirkan perilaku yang baik pula. Qolbu dikatakan baik jika diisi dengan taqwa, tawakal, tauhid, dan ikhlas kepada Alloh Azza wa Jalla dalam segala hal, sedangkan qolbu yang sakit adalah qolbu yang keras dan membatu bahkan lebih keras daripada batu (QS Al Baqarah:74). Keras disini dapat dimaknai sebagai hati yang bebal alias bedegong dan sombong yang selalu mempertuhankan nafsu, syahwat, dunia, serta mengikuti bisikan syaitan dan keinginan makhluk yang berwujud manusia dan jin. Orang-orang seperti ini tidak takut kepada Alloh Azza wa Jalla dan ketentuan-Nya melainkan takut kepada kekurangan harta alias miskin; takut kehilangan jabatan; takut kepada pemimpin mereka; takut tidak terkenal alias sum’ah, takut mati, pada prinsipnya hanya takut kepada makhluk. Mereka suka membangga-banggakan hartanya, keluarganya, ilmunya, keturunannya, profesinya, gelarnya, dan pangkatnya, serta merendahkan orang lain. Mereka adalah orang-orang yang sombong, pembohong, danpolontong alias arogan.

Bagaimana cara mengobati qolbu yang sakit alias keras sekeras baja titanium? Sabda Rasululloh: Bahwasannya bagi tiap sesuatu ada alat untuk mensucikannya, dan alat untuk mensucikan qolbu adalah dzikrulloh. Hadits lain yang senada: bagi tiap penyakit ada obatnya dan obat untuk penyakit hati adalah dzikrulloh (dzikrulloh syifa’ul qulub). Dengan kata lain, untuk menyembuhkan penyakit kronis yang ada dalam qolbu kita adalah berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla, sebab dengan dzikrulloh akan terhindar dari perbuatan keji.Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, kemudian mereka dzikir kepada Alloh dan memohon ampunan terhadap dosanya, karena siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Alloh. Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui (QS Ali Imran, 135). Sebaliknya,Barangsiapa yang berpaling dari dzikir kepada Alloh yang Maha Rahman, Kami sediakan baginya syaitan yang menyesatkan, sehingga syaitan itulah menjadi teman yang selalu menyertainya. Sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar, sementara mereka menyangka bahwa mereka sudah mendapat petunjuk(QS Al Zukhruf: 36-37). Dengan kata lain, dzikrulloh adalah jalan yang benar dan lurus, yang mampu meluluhkan qolbu kita menjadi orang yang taqwa dan takut kepada Alloh sehingga dilindungi dari godaan syaitan.

Dengan demikian dapat ditarik benang merah bahwa sebagian umat Islam yang melaksanakan sholat, zakat, puasa, bahkan sudah menunaikan haji tetapi masih saja berbuat maksiat dan syirik kepada Alloh Azza wa Jalla dan perilakunya tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW disebabkan qolbunya sakit alias keras, dan obatnya adalah berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla. Namun demikian, bukankah menunaikan sholat, zakat, puasa, berhaji, dan berbuat baik kepada sesama makhluk, semua itu tergolong dzikrulloh? Jawabannya belum tentu, mengapa? Sebab perbuatan zahir yang dilakukan manusia tergantung kepada niatnya, bolehjadi apa yang dilakukan itu bukan karena Alloh melainkan karena makhluk, seperti riya’ dan sum’ah. Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya … (HR Bukhari).

Jika sholat, zakat, puasa, menunaikan haji, dan berbuat baik kepada sesama makhluk dilakukan karena Alloh Azza wa Jalla tetapi masih saja tidak mampu mengendalikan keinginan nafsu, syahwat, dan bisikan syaitan maka bolehjadi berdzikirnya masih sedikit karena hanya menjalankan amalan yang terikat oleh ruang, waktu, dan/atau makhluk. Contoh, mendirikan sholat dibatasi oleh ruang dan waktu sebab tidak setiap saat kita dapat melaksanakan sholat (sholat terkait waktu) juga tidak dapat dilakukan di sembarang tempat. Menjalankan puasa tidak dapat dilakukan setiap saat, tetapi hanya pada waktu terbit fajar hingga matahari terbenam dan itupun tidak setiap hari karena ada hari-hari yang diharamkan berpuasa. Demikian pula amalan-amalan lainnya seperti zakat dan berbuat baik kepada sesama terikat makhluk yang mau menerima bantuan kita. Apabila berdzikir kepada Alloh sangat sedikit maka kita akan digolongkan sebagai orang yang munafik (QS An-nisa:142).

Ketika kita sedang tidak melakukan kegiatan yang sifanya ritual atau membantu sesama, seperti ngerumpi, hura-hura, dugem, bercanda hingga tertawa terbahak-bahak, ber-facebook-ria, searching internet porno, menghayal disaat sendiri atau mau tidur, bermain gapleh, menyakiti bibir ikan/mancing, nonton sinetron, dan aktivitas lain yang sifatnya mudarat, apakah itu juga tergolong berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla? Tentu kita akan malu jika perbuatan tersebut dikategorikan sebagai dzikrulloh. Pada saat aktivitas seperti inilah syaitan dengan leluasa masuk ke dalam qolbu kita dan menguasainya sehingga perilaku kita tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.

Dalam Surat Al-‘Ankabut:45 di atas dinyatakan bahwa dzikrulloh lebih utama dalam mencegah perbuatan keji dan munkar. Namun demikian dzikrulloh seperti apa yang mampu mencegah perbuatan tersebut? Membaca Al-Qur’an, bertasbih, berpuasa, dan amalan-amalan lainnya memang dikategorikan sebagai berdzikir kepada Alloh, tetapi terbatas ruang dan waktu. Contoh: kita tidak boleh membaca Qur’an atau bertasbih di tempat kotor seperti di toilet. Kita juga tidak dapat melakukan dzikir seperti itumanakala sedang belajar, berdiskusi, ngobrol, bercanda, atau kegiatan-kegiatan yang memerlukan aktifitas pikiran dan ucapan. Dengan demikian, permasalahan sesungguhnya adalah bagaimana agar kita dapat berdzikir kepada Alloh tanpa dibatasi ruang dan waktu maupun makhluk sehingga dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dalam keadaan atau melakukan aktifitas apapun, dengan kata lain berdzikrulloh setiap saat?

Berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla setiap saat dapat dilakukan hanya dengan qolbu TIDAK dengan ucapan bibir. Berdzikir dengan menyebut nama Alloh (Ismu Dzat) di dalam qolbu dilakukan tanpa kata tanpa suara sehingga dapat diamalkan setiap saat dalam keadaan apapun karena tidak terikat oleh ruang dan waktu maupun makhuk. Dzikir seperti ini disebut juga dengan dzikir khofi sebagai pembina (tatapamong) dari ahlak kita. Apa yang dimaksud dengan dzikir khofi dan bagaimana cara mengamalkan dzikir tersebut? Silahkan simak uraian berikut.

3.Dzikrulloh sebagai tatapamong ahlak

Bagaimana caranya agar kita dapat selalu mengingat Alloh kapanpun dan dimanapun kita berada selama beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari? Cara dzikrulloh seperti ini TIDAK dapat dilakukan dengan bibir melainkan harus dengan qolbu sebab dengan bibir terbatas ruang dan waktu, sedangkan dengan qolbu bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, sesuai perintah-Nya: Sebutlah nama Rab-mu di dalam hatimu dengan khidmat/merendahkan diri serta penuh rasa takut, dan janganlah diucapkan, pada waktu pagi hingga petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (QS Al-Araf: 205).

Jelas perintah ini ditujukan kepada kita untuk selalu berdzikir kepada Rab kita, Alloh Azza wa Jalla di dalam qolbu dengan khidmat, penuh rasa takut, dan rendah diri, serta tidak diucapkan dengan bibir melainkan di dalam qolbu tanpa kata tanpa suara seiring detaknya jantung (dzikir khofi) yang harus diamalkan sejak bangun tidur (pagi) hingga mau tidur lagi (petang). Jika kita tidak mau melaksanakan perintah ini tentu akan digolongkan ke dalam orang-orang lalai, yang mengabaikan perintah Al-Haq.

Pertama kali metode berdzikir khofi disampaikan oleh Rasululloh kepada Abu Bakar As-Siddiq r.a. ketika bersembunyi di Gua Tsur saat dikejar oleh orang-orang kafir. Saat itu Abu Bakar gemetar karena takut persembunyiannya diketahui orang-orang kafir. Abu Bakar r.a berkata: Ya Rasululloh, mohon Anda memberi petunjuk agar hati hamba tentram tidak takut dan bimbang seperti ini. Nabi bersabda: Ucapkanlah olehmu Nama Alloh (IsmuDzat). Bagaimana cara mengucapkannya Ya Rasululloh? Nabi bersabda: Ingatlah kepada Rabmu di dalam hati dengan merendah diri, merasa malu, dan takut, tidak usah diucapkan dengan lisan, cukup dengan getarnya hati dan detaknya jantung. Cara berdzikir seperti itu dari pagi sampai petang serta ingat terus jangan sampai lupa.

Kewajiban berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla dalam keseharian kita selama beraktifitas (sejak bangun tidur untuk memunaikan sholat subuh hingga mau tidur lagi sehabis sholat ‘isya) ditegaskan dalam ayat berikut: Apabila kamu sudah selesai sholat, maka berdzikirlah kepada Alloh baik dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring. Jika sudah merasa aman, maka dirikan lagi sholat, karena sesungguhnya sholat itu fardu yang waktunya telah ditentukan bagi orang-orang yang beriman (QS An-Nisa:103). Ayat ini menerangkan bahwa kita harus berdzikir kepada Alloh dari sholat ke sholat berikutnya atau berdzikrulloh setiap saat selama beraktifitas. Mengapa setiap saat? Sebab dalam keseharian kita tidak terlepas dari posisi berdiri, duduk, dan berbaring. Posisi bekerja atau ngobrol biasanya berdiri atau duduk; posisi istirahat biasanya berbaring. Pada dasarnya semua aktivitas kita sehari-hari tidak terlepas dari posisi berdiri, duduk, dan berbaring yang senantiasa harus dibarengi dengan dzikrulloh.

Berdzikir kepada Alloh bukan hanya untuk kalangan tertentu melainkan untuk semua umat manusia yang merasa telah diberi akal. Para ustadz, kiyai, ilmuwan, filosof, dosen, mahasiswa, petani, pebisnis, atau siapapun yang telah diberi akal akan disebut berakal jika dalam mempelajari fenomena alam atau fenomena kehidupan dibarengi dzikrulloh setiap saat karena: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi ulil albab (orang yang berakal), yaitu orang-orang yang berdzikir kepada Alloh baik sambil berdiri, duduk, maupun berbaring seraya mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi… (QS Ali Imran 190-191).

Apabila kita renungkan perjalanan hidup kita ternyata banyak waktu dalam keseharian kita tidak digunakan untuk mengingat Alloh Azza wa Jalla. Sewaktu kita remaja, qolbu kita banyak digunakan untuk mengingat urusan sia-sia, seperti menghayal, melamun, berprasangka jelek, membayangkan keelokan tubuh wanita, dan lainnya. Apalagi ketika kita sedang jatuh cinta, yang diingat dan disebut di dalam qolbu bukannya Nama Alloh melainkan nama sang kekasih, neneng .. neneng … neneeng saja yang ada di hati dan pikiran kita. Setelah menginjak dewasa, bukannya kita bertambah mahabbah kepada Alloh melainkan qolbu dan pikiran kita makin disibukkan oleh urusan keluarga dan pekerjaan, yang ada dalam qolbu dan pikiran kita hanya uang dan uang, pergi ke mana-mana yang dikejar hanya untuk urusan uang, jabatan, keluarga, dan sebagain lelaki adalah perempuan. Kapan kita akan tunduk dan takut kepada Maha Pencipta kita, kapan kawan? Segeralah sebelum pintu taubat ditutup.

{Kita diperintahkan mencari karunia Alloh, bahkan kalau bisa menjadi orang terpandang dan terkaya, tetapi semua kekayaan itu hanya sebatas di tangan jangan dimasukkan ke dalam hati, upayakan  hati ini hanya untuk mengingat Alloh}

Mengaku cinta kepada Alloh dan sebagai hamba-Nya tetapi yang diingat dalam qolbu bukannya Ismu Dzat:  Allohu … Alloh …,  melainkan makhluk-Nya dan selalu mengikuti nafsu, syahwat, keinginan, serta bisikan syaitan. Padahal yang disebut hamba Alloh adalah mereka yang selalu berdzikir kepada Alloh. Sesungguhnya hamba-Ku yang sebenarnya adalah yang selalu berdzikir kepada-Ku dan menolong kawannya (HR Tarmizi dan Thabrani). Mengaku cinta kepada Rasululloh SAW tetapi yang dilakukan banyak menyimpang dari tuntunannya, padahal beliau bersabda: Barang siapa yang segan mengikuti jejak sunnahku maka tidaklah ia termasuk golonganku (HR Muslim). Jadi pada dasarnya kita masih tergolong orang-orang lalai yang cenderung mempertuhankan nafsu, syahwat, keinginan, dan mengikuti bisikan syaitan yang semua itu tidak memberikan manfaat sedikitpun. Dengan kata lain kita masih durhaka kepada Alloh Azza wa Jalla bahkan syirik kepada-Nya.

Jika keadaan kita masih terus seperti itu wajar perilaku kita masih STMJ, tidak sesuai syariat Islam yang diridhoi Alloh SWT dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Seandainya kita banyak mengingat Alloh, insya-Alloh perilaku kita akan mengikuti jejak Rasululloh SAW bahkan Beliau dijadikan tuntunan sekaligus panutan. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasul itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Alloh dan kedatangan kiamat, dan dia banyak mengingat Alloh (QS Al-Ahzab:21).

Berdasarkan pengalaman penulis, ternyata gampang-gampang susah untuk dapat berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla di dalam qolbu ini setiap saat. Gampangnya hanya menyebut Ismu Dzat di dalam hati ini tanpa kata tanpa suara, susahnya lebih banyak lupanya daripada ingat kepada Maha Pencipta. Ingatnya satu menit sedangkan lupanya bisa berjam-jam.Astaghfirullohal-azhiim, ya Alloh ampuni dosa-dosaku yang telah lalai dalam berdzikir kepada-Mu. Semua ini akibat kerasnya qolbu bahkan lebih keras dari baja titania karena selalu dipakani dengan dosa dan cinta dunia (hubbud dunya) yang selalu condong kepada memperturutkan keinginan nafsu, syahwat, dan bisikan syaitan.

Indikator orang yang sudah lembut/halus qolbunya adalah mereka yang mudah menangis ketika ingat dosa-dosanya dan mudah menyebut Nama Alloh Azza wa Jalla di dalam hatinya karena jiwanya sudah terbebas dari kungkungan nafsu dan tidak cinta duniawi. Dengan sentuhan sedikit saja (misalnya membaca satu ayat Al-Qur’an) maka hatinya bergetar dan imannya bertambah, karena Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Alloh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambahlah iman mereka, dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal(QS Al-Anfal:2). Maha Suci Alloh dengan segala firman-Nya.

Analogi qolbu orang-orang yang beriman seperti zat padat meleleh atau menyublim. Partikel-partikel zat padat tidak dapat bergerak (kaku) karena terikat satu sama lain pada posisi kisinya. Tetapi jika meleleh/menyublim, ikatan antar partikel-partikelnya lemah bahkan putus sehingga sedikit saja diberi kalor maka partikel-partikel tersebut akan bervibrasi (bergetar) dan melepaskan diri dari kekangan partikel-partikel yang lain. Demikian juga hati yang lembut, ketika disebut Ismu Dzat di dalam qolbunya bergetarlah si qolbu itu karena begitu cintanya kepada Alloh Azza wa Jalla. Ketika terdengar adzan mereka berbegas untuk menunaikan perintahnya. Fenomena ini mengingatkan saya sewaktu remaja, ketika sedang jatuh cinta, begitu mendengar namanya langsung si qolbu ini dag dig dug, dan apapun permintaannya diusahakan semaksimal mungkin karena saking cintanya kepada si dia.

Bagaimana caranya agar qolbu yang keras dan legam ini dapat berubah menjadi qolbu yang lembut dan halus (bermetamorfosis) sehingga dapat berdzikir khofi setiap saat selama kita beraktifitas di dunia yang penuh dengan bujukan nafsu dan tipu daya syaitan? Metode yang dapat dikembangkan cukup beragam dan multi dimensi sebagaimana diungkapkan di dalam Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.  Beberapa diantaranya diuraikan pada tulisan berikut.

4.Tatakelola qolbu secara umum

Bagaimana caranya agar qolbu yang keras dan hitam berubah menjadi qolbu yang halus dan bening sehingga mudah mengingat Alloh setiap saat? Berdasarkan syariat Islam yang telah dicontohkan oleh Rosululloh SAW ada berbagai metode diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Bertaubat atas segala dosa

Memohon ampunan atas segala dosa kita, karena kerasnya hati disebabkan oleh dosa yang diserap qolbu setiap hari. Ingat: semua anak adam selalu berbuat dosa, dan sebaik-baiknya mereka yang berdosa adalah yang bertaubat (HR Tirmidzi dan Hakim dari Anas). Bertaubat diperintahkan oleh Alloh Ta‘ala: Hai orang-orang yang beriman! bertaubatlah kepada Alloh dengan taubat yang seikhlas-ikhlasnya (QS At-Tahrim:9). Bertaubat juga dicontohkan oleh Nabi SAW: Hai umat manusia, bertaubatlah kepada Rab-mu karena akupun memohon ampunan dan bertaubat kepada-Nya di dalam satu hari lebih dari tujuh puluh kali. Mengapa Nabi mencontohkan demikian, karena Iblis tidak pernah lelah menyesatkan kita selama kita masih hidup, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa’id dari Nabi, Beliau bersabda: Iblis berkataYa Tuhanku demi keagungan-Mu aku akan senantiasa menyesatkan Bani Adam selama ruhnya masih ada dalam jasad mereka‘, kemudian Alloh Ta’ala berfirman: Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, Aku akan senantiasa mengampuni mereka selama mereka minta ampunan kepada-Ku.

b) Membaca Al-Qur’an

Sering-seringlah membaca Al-Qur’an sebagaimana yang diperintahkan: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian sebuah peringatan dari Tuhan, juga penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang ada) dalam hati dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS Yunus:57). Demikian juga Nabi bersabda: Sesungguhnya hati itu bisa berkarat, dan sungguh penggosoknya adalah membaca Al-Qur’an, mengingat maut, dan menghadiri majelis-majelis dzikir.

Membaca Al-Qur’an dengan ikhlas akan diberi sebaik-baik pemberian. Barangsiapa disibukkan mengkaji Al-Qur’an dan menyebut nama-Ku, sehingga tidak sempat meminta kepada-Ku maka Aku berikan kepadanya sebiak-baik pemberian yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan kalam Alloh atas perkataan lainnya adalah seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya (HR Tirmidzi).

Bagi yang sudah hafidz Al-Qur’an harus disyukuri karena merupakan suatu kenikmatan dan rahmat dari Alloh, dan Alloh pun ridho kepada orang itu sebagaimana Abi Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Penghapal Al-Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al-Quran akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karomah (kehormatan), Al-Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu dipakaikan jubah karomah. Kemudian Al-Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku, ridhoilah dia, maka Allah SWT meridhoinya. Dan diperintahkan kepada orang itu: bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah SWT menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan ni`mat dan kebaikan.

c) Perbanyak bertasbih

Bertasbihlah kepada Alloh dengan mengucapkan subhanalloh walhamdulillah wa laa ilahaa illalloh wallohu akbar, atau salah satunya. Ketahuilah!! hanya dengan berdzikir, hati menjadi tentram (QS Ar-Radu:28), dan dzikir yang paling utama menurut Rasululloh adalah “Laa ilahaa illalloh” dan doa yang paling utama adalah “Alhamdulillah” (HR Ibnu Majah, Nasa-i, Ibnu Jibban, dan Hakim). Menurut Abu Hurairah, Rasululloh bersabda bahwa: Iman mempunyai tujuh puluh tujuh cabang, yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan, adapun yang paling utama adalah mengucapkan “Laa ilahaa illalloh“ (HR Bukhari, Muslim, dan lainnya).

d) Jauhi perbuatan riya’

Riya’ adalah melaksanakan ibadah kepada Alloh tetapi dengan maksud diketahui oleh manusia (riya’ sejati) atau ada maksud lain selain kepada Alloh (riya’ tersembunyi). Rasululloh sangat mengkhawatirkan perbuatan riya’, khususnya yang tersembunyi sebagaimana sabdanya: Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil, yakni riya’ (HR Ahmad). Mengapa riya’ begitu dikhawatirkan oleh Rasululloh SAW sebab gerilyanya sangat halus alias samar, ibarat semut hitam berjalan di atas batu hitam pada malam gelap gulita.

Biasanya riya’ muncul akibat ada dua daya dorong (drive force) yakni pendorong duniawi dan pendorong ukhrowi. Contoh: ketika seseorang mengerjakan sholat dhuha, sholatnya ibadah untuk kepentingan ukhrowi dan dijalankan dengan niat ikhlas hanya karena Alloh, tetapi kemurnian niat ini terkotori oleh maksud lain, biasanya sering dibarengi dengan niat yang terkait duniawi seperti agar dimudahkan rizkinya. Dua pendorong inilah jalannya riya’ yang paling sukar dihindari. Sejatinya dalam beribadah hanya kepada Alloh semata: …. padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan keta’atan-Nya dalam (menjalankan) agama secara lurus… (QS Al-Bayyinah:5).

Contoh lain, seseorang melakukan amal sholeh menyebabkan dia dipuji oleh masyarakat walaupun dia tidak bermaksud dipuji. Akibat dari pujian itu menimbulkan pencitraan bahwa dirinya sudah ikhlas. Pikiran seperti itu tergolong riya’ juga. Perbuatan riya’ yang lain adalah ketika seseorang akan melakukan amal baik kemudian niatnya urung karena khawatir dilihat oleh manusia. Hal ini pun termasuk riya’ karena meninggalkan ibadah bukan karena Alloh melainkan karena manusia.

e) Jangan menyakiti makhluk

Sesungguhnya perjalanan bertaqorub kepada Alloh akan terhalang oleh dua perkara, yakni memakan yang tidak toyyib dan menyakiti hati orang lain. Mencegah dari perbuatan yang berpotensi menyakiti orang lain ada dua macam, yakni (a) mencegah dari perbuatan yang dapat menyakiti anggota badannya dan (b) mencegah hati dari potensi yang dapat menyakiti hatinya. Misalnya berprasangka buruk kepada orang lain, sebagaimana sabda Nabi SAW:Takutlah kalian dari prasangka (buruk) karena prasangka itu sedusta-dustanya omongan(HR Bukhari dan Muslim).

f) Jauhi makanan subhat apalagi haram

Janganlah kita memakan makanan yang subhat apalagi haram karena akan menyebabkan hati menjadi keras dan menghalangi perolehan ridho Alloh. Sesungguhnya yang halal itu nyata dan yang harampun nyata. Diantara keduanya terdapat subhat dimana kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa takut akan subhat, maka benar-benar dia telah membersihkan agamanya dan dirinya. Barangsiapa terjerumus ke dalam subhat, berarti dia telah terjerumus ke dalam barang haram… (HR Bukhari dan Muslim). Barangsiapa memakan barang yang tidak halal, maka tidak akan terbuka tabir yang menutupi hatinya. Ibadahnya pun, baik sholatnya, puasanya, maupun sedekahnya tidak akan memberikan manfaat sedikitpun. Hal ini seperti burung yang mengerami telur busuk, dia telah memayahkan dirinya karena lamanya diam di tempat padahal tidak satupun yang menetas, melainkan telur itu akan mengeluarkan bau busuk.

g) Buang rasa malu dari watak sombong

Buang jauh-jauh rasa malu karena watak bukan malu karena Alloh, sebab yang demikian termasuk perilaku sombong. Malu karena watak sombong misalnya malu berdzikir jahar dihadapan orang banyak, malu berjalan bersama orang cacat atau lebih rendah derajatnya, malu pergi ke mesjid untuk sholat berjama’ah karena jarang ke mesjid, dsb. Rasa malu yang timbul dari watak sombong dilarang oleh agama. Akan tetapi malu kepada Alloh adalah termasuk cabangnya iman, karena agama Islam menganjurkan agar setiap umat muslim selalu merasa malu jika meninggalkan perintah Alloh SWT atau melanggar larangan-Nya.

Dalam sebuah hadits riwayat Abdullah bin Mas’ud, Rasululloh SAW bersabda:  Merasa malulah kalian kepada Alloh dengan sebenar-benar malu. Para sahabat berkata: Wahai Nabiyulloh, sesungguhnya kami telah merasa malu. Beliau bersabda: bukan demikian, akan tetapi barang siapa yang malu kepada Alloh dengan sebenar-benar malu, maka hendaklah ia menjaga kepalanya dan apa yang ada dalam kepalanya, perut dan apa yang ada di dalamnya, kemaluan, kedua tangan, kedua kaki, dan hendaklah ia ingat akan mati serta semua kebinasaan. Barangsiapa yang menghendaki akhirat, maka dia harus meninggalkan kemewahan dunia dan memilih akhirat yang pertama kali. Barangsiapa telah mengamalkan semua itu, maka benar-benar ia telah merasa malu kepada Alloh dengan sebenar-benar malu.

h) Bekerja dengan tangan sendiri dan jangan menipu

Kita semua diperintahkan untuk bekerja karena kita hidup tidak lepas dari kebutuhan dan kewajiban memberi nafkah anak dan istri, mencukupi kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kadar kemampuannya. Bekerjalah secara teliti dan jangan menipu karena menipu berarti telah mengkhianati agama, diri sendiri, dan masyarakat. Dengan bekerja kita akan terhindar dari minta-minta yang dilarang oleh agama. Jadikanlah kampak sebagai tasbih jika bekerja sebagai tukang kayu, pena sebagai tasbih jika bekerja sebagai pnulis, pikiran sebagai tasbih jika bekerja sebagai pemikir. Para Nabi pun bekerja dengan tangannya sendiri:Adalah Nabi Dawud AS tiada makan kecuali dari pekerjaan tangannya sendiri (HR Bukhari). Demikian juga Nabi Zakariya AS bekerja sebagai tukang kayu (HR Muslim).

Dengan demikian, sesungguhnya orang yang makan dari hasil pekerjaannya walaupun kerjanya makruh seperti tukang bekam atau pembuat senjata lebih baik daripada tukang ibadah yang makan dengan menggunakan agamanya. Namun demikian, bekerja untuk tujuan memperbanyak kekayaan atau untuk kesombongan dicela dalam agama, sebagaimana sabda Nabi: Barangsiapa yang mencari keduniaan dengan jalan halal tetapi bertujuan memperbanyak kekayaan atau kesombongan, niscaya dia akan menghadap Alloh (pada hari kiamat) sedang Alloh murka kepadanya (Al-Hadits).

i) Berjihad memerangi nafsu

Perangilah nafsumu dengan lapar dan dahaga, yaitu melakukan puasa sunnah karena hanya dengan lapar si nafsu akan tunduk. Mengurangi makan merupakan metode untuk melemahkan hawa nafsu, dan ini dilakukan oleh Rasululloh SAW. Dalam riwayat Imam Bukhari ada diceritakan bahwa Abu Hurairah r.a pernah melewati suatu kaum yang sedang bakar kambing (kalau sekarang kambing guling). Oleh kaum itu dia dipersilahkan makan bersama-sama, akan tetapi ajakan itu ditolak secara halus dan berkata: Rasululloh sampai keluar dari dunia ini (wafat) belum pernah beliau kenyang dari roti gandum (HR Bukhari). Jika kita makan hingga kenyang, sementara saudara kita di jalanan kelaparan, apakah tergolong bid’ah?

Kenyang itu bagaikan api sedangkan syahwat bagaikan kayu yang mudah terbakar. Tidak akan mati api dari kayu itu sehingga membakar orang yang memiliki syahwat dan nafsu. Barangsiapa yang menghendaki syaitan berlari dari bayang-bayang kita maka hendaklah kita mampu menundukkan syahwat dengan berpuasa dan berjaga dari tidur malam. Lemahkan nafsu itu dengan menjalankan amalan-amalan berat agar si nafsu ini tunduk kepada kita sehingga mau diajak menjalankan syariat Islam. Kurangilah tidur malam untuk memerangi nafsu karena banyak tidur tidak bermanfaat baik untuk dunia maupun akhirat. Memilih tidur daripada mengerjakan sholat malam sama saja dengan mengikuti nafsu dan tidak bersyukur, sebagaimana sabda Nabi SAW yang dituturkan oleh Aisyah: Adalah Nabi bangun untuk sholat malam hingga telapak kedua kakinya merekah. Lalu saya berkata kepada beliau: Kenapa engkau berbuat seperti ini, wahai Rasululloh? Padahal dosamu telah diampuni? Beliau kemudian bersabda: Tidakkah selayaknya saya menjadi hamba yang banyak bersyukur kepada Alloh? (HR Bukhari dan Muslim).

j) Jangan melupakan bangun malam

Jangan tinggalkan bangun malam untuk sholat karena bangun malam merupakan nur (cahaya) bagi orang yang beriman pada hari kiamat. Simak firman Alloh berikut: Dan pada sebagian malam hari sholat tahajjudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji (QS Al-Isra:79). Demikian juga Nabi bersabda: Seutama-utama puasa sesudah puasa bulan ramadhan adalah puasa sunnah pada bulan Alloh, muharam. Dan seutama-utama sholat sesudah sholat fardhu adalah sholat sunnah waktu malam (HR Muslim).

5.Tatakelola qolbu secara khusus

Jika seandainya anda sudah melaksanakan amalan-amalan di atas masih saja si qolbu ini belum halus, jangan bingung apalagi putus asa karena masih ada satu metode dzikir yang lebih ampuh dan lebih efektif dalam melembutkan qolbu, yakni berdzikir jahar mengucapkan:Laa ilahaa illalloh dengan metode tertentu, sebagaimana sabda Rasululloh SAW: Wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi selama di atas bumi ini masih ada orang yang mengucapkan “Laa ilaaha illalloh”. Ali bertanya, “Ya Rasululloh, bagaimana caranya? Rasululloh bersabda: ”pejamkan kedua matamu, dengarkan dariku tiga kali, kemudian ucapkanlah olehmu tiga kali juga dan aku mendengarkan. Lalu Rasululloh berkata: “Laa ilaaha illalloh”. Beliau mengucapkannya tiga kali sambil memejamkan kedua matanya dan meninggikan suaranya, dan Ali mendengarkannya. Kemudian Ali mengulang-ngulang lafadz tersebut juga tiga kali, sambil memejamkan kedua matanya dan mengeraskan suaranya dan Nabi mendengarkannya (HR Imam Ahmad dan Tabrani).

Hadits di atas oleh sebagian umat muslim dijadikan dasar hukum dalam berdzikir jahar mengucapkan Laa ilahaa illalloh dengan suara keras dan menggema. Hal ini diperkuat juga oleh hadits lain yang diceritakan oleh Ishak bin Abdurrahman dari Amir bahwa Ibnu Abbas berkata: Bahwasannya mengeraskan suara dalam dzikir ketika manusia selesai sholat fardhu benar-benar ada pada zaman Nabi SAW, karena Ibnu Abbas mendengar suara keras dalam dzikir itu (HR Bukhari). Mengapa harus keras, karena: Suara keras dalam berdzikir bersama-sama pada waktu tertentu/ba‘da sholat fardhu akan berbekas dalam menyingkap hijab dan menghasilkan nur dzikir (HR Bukhari).

Berdzikir Laa ilahaa illalloh dengan suara keras dan menggema bukan tanpa arah dan tujuan, melainkan salah satunya adalah untuk menghaluskan qolbu yang keras seperti batu dengan pukulan yang kuat dan hentakan yang keras agar si qolbu cepat luluh sehingga mampu mengingat/menyebut Ismu Dzat setiap saat. Metode berdzikir jahar seperti itu bukan main-main atau rekayasa melainkan perintah langsung dari Alloh. Simak surat Al-Baqarah berikut: Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada sungai-sungai yang mengalir….(74). Oleh karena itu: Pukullah batu itu dengan tongkatmu, hingga memancarlah dari batu itu dua belas mata air … (60). Makna ayat-ayat tersebut adalah agar qolbu kita yang keras seperti batu menjadi luluh, maka qolbu itu harus dipukul dengan tongkat Musa AS, yaitu tongkat tauhid yang meng-Esa-kan Alloh Azza wa Jalla. Apa yang dimaksud dengan tongkat tauhid Musa AS? Tiada lain adalah kalimah Laa ilahaa illalloh. Mengapa tongkat Musa AS dimaknai sebagai kalimat toyyibah?Sebab kalimat Laa ilahaa illalloh memiliki dua belas sifat Alloh yang akan terpancar (mengalir) dari qolbu orang-orang yang selalu mengingat Al-Haq Azza wa Jalla, seperti amanah, fatonah, pemaaf, penyayang, penyabar, penyantun, tawadhu, dsb.

{Jangan ada persepsi dalam benak kita bahwa Nabi Musa AS kemana-mana membawa tongkat seperti si buta dari gua hantu, karena ayat-ayat di atas adalah kiasan. Sesungguhnya Nabi Musa AS kemana-mana hanya menyeru untuk meng-Esa-kan Alloh dengan tongkat thoyyibah yang lurus, yakni Laa ilahaa illalloh. Dengan kalimah itu Nabi Musa AS dapat mengalahkan sihir, menundukkan lautan, berjumpa dengan Alloh, dsb.}

Jika kita tidak tahu tatacara atau metode berdzikir seperti di atas, maka harus bertanya kepada ahli dzikir, sebagaimana firman-Nya: ..maka bertanyalah kepada ahli dzikir jika kamu tidak mengetahuinya (QS An-Nahl:43). Dengan kata lain, kita diwajibkan untuk menemui ulama “ahladz-dzikri” yang akan memberikan arahan kepada kita tentang metode berdzikir yang benar sesuai perintah-Nya, baik dzikir jahar maupun dzikir khofi. Di samping memberikan arahan berdzikir, ulama tersebut juga akan membimbing kita menuju Nur Illahi sehingga kita bisa berdekatan dengan Alloh Azza wa Jalla dan selalu bersama-Nya setiap saat selama kita hidup di dunia yang fana ini. Dalam hal ini, ulama tersebut berperan sebagai washilah. Simak perintah berikut: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan hubungi/carilah washilah (jalan, media, perantara) untuk bisa mendekatkan diri kepada Alloh, dan berjihadlah di jalan-Nya supaya kamu mendapat keberuntungan (QS Al-Maidah:35).

Apakah di era millenium sekarang ini ada ulama ahli dzikrulloh, yang dapat membimbing kita menuju Nur Illahi hingga kita bisa dekat dan selalu bersama Alloh Azza wa Jalla setiap saat? Jika dalam benak kita ada pertanyaan seperti itu, berarti kita sudah kufur kepada ayat-ayat Alloh, mengapa? Sebab Alloh mewahyukan ayat-ayat Al-Qur’an kepada Nabi SAW bukan sekedar lipservice, tetapi Alloh Maha benar dengan segala firmannya, dan apa yang dinyatakan dalam Al-Qur’an pasti ada dan sudah dipersiapkan oleh Alloh.

Pada waktu Nabi Muhammad masih hidup, yang menjadi washilah atau pembimbing umat muslim menuju Nur Illahi adalah Nabi sendiri sebab Beliau adalah Rasululloh SAW. Setelah Beliau wafat, yang menjadi washilah adalah para Khulafa Ar-Rasyidin, khususnya Abu Bakar Siddiq r.a., Umar bin Khatab r.a, Utsman bin Affan r.a., dan Ali bin Abi Thalib r.a. Walaupun pada masa sekarang Nabi SAW sudah tiada, tetapi para pewarisnya akan ada hingga akhir zaman, siapakah gerangan, dia adalah ulama, Ulama adalah pewaris para Nabi dan Rosul(HR Turmudzi). Adapun tupoksi dari para ulama adalah untuk memperbaharui atau meneguhkan iman umat muslim, sesuai sabda Nabi SAW: Sesungguhnya Alloh akan membangkitkan atau mengutus untuk umat ini setiap seratus tahun seorang peneguh (pembaharu) iman umat Islam (HR Abu Dawud Al-Hakim dan Baihaqi dari Abu Hurairah r.a).

Permasalahannya bukan ada atau tidak tetapi ulama seperti yang diungkapkan di atas susah dicari sebab tidak memiliki motivasi duniawi saking takutnya kepada Alloh.Sesunguhnya yang takut kepada Alloh dari hamba-hamba-Nya adalah ulama (QS Al-Fathir:28). Ulama yang dimaksud memiliki sifat-sifat seperti Nabi Muhammad baik ucapan, perbuatan, maupun kema’rifatannya kepada Alloh karena dia ahli warisnya, tetapi kema’rifatannya tidak akan menyamai Nabi SAW apalagi melebihinya sebagaimana sabdanya: Aku adalah orang yang paling ma’rifat diantara kamu sekalian kepada Alloh, dan sesungguhnya ma’rifat adalah pekerjaan hati (HR Bukhari).

Mengapa ulama seperti itu susah dicari? Sebab tidak pernah menunjukan keunggulan jatidirinya, tidak pernah mengaku sebagai waliyulloh, dan yang lebih sulit tidak sum’ah (ingin dikenal), tidak seperti kita mengadakan event tak bermutu pun ngundang media dan dibewarakan agar kesohor. Jika didatangi para pejabat negara atau pengusaha kaya, tidak pernah meminta bantuan apalagi meminta balasan malahan sebaliknya, memberi nasihat dan selalu mengajak untuk belajar berdzikrulloh bersama-sama. Mengapa mengajak belajar dzikir bersama? Karena tidak pernah mengaku sebagai ahli dzikir. Oleh karena itu, Ikutilah orang-orang yang tidak meminta balasan kepadamu, karena mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk (QS Yasin:21).

Jika besok atau lusa anda bertemu dengan ulama seperti di atas, ikutilah dia karena dia akan membimbing anda menuju Alloh Azza wa Jalla. Mengapa harus diikuti? Sebab dia sudah bisa kembali kepada Alloh Azza wa Jalla dan akan menuntun anda untuk sampai juga kepada Alloh. Anjuran ini bukan dari penulis tetapi perintah Alloh. Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (QS Luqman:15). Perintah ini dianjurkan juga oleh Nabi SAW: Adalah kamu sekalian bersama Alloh, jika kamu sekalian tidak bersama Alloh, maka kamu bersama orang yang bersama Alloh, karena sesungguhnya dia akan menghantarkanmu kepada Alloh. Siapakah ulama yang sudah bisa kembali kepada Alloh? Tiada lain adalah ulama ahladz-dzikri Laa ilahaa illalloh. Mengapa harus dia? Sebab:Dengan kalimah thoyyibah, benar-benar anti kemusryikan. Maka Alloh memerintahkan kita supaya mengikuti jalannya orang-orang yang kembali kepada-Nya, yakni jalannya ahli Laa ilahaa illalloh (HR Bukhari).

Jika kita mengikuti metode atau jalannya ulama ahladz-dzikri yang sudah bisa kembali kepada Alloh Azza wa Jalla, mudah-mudahan kita juga bisa sampai kepada Alloh. Jika kita belum sampai kepada Alloh karena keburu ajal datang menjenguk, mudah-mudahan kita terbawa oleh ulama yang sudah bisa kembali kepada Alloh dan dijadikan pengikutnya (murid) sebagaimana perintah Alloh: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh, dan hendaklah bersama orang-orang yang benar (QS At-Taubah:119). Jika kita menjadi pengikut ulama ahladz-dzikri, insya-Alloh akan selalu bersama orang yang benar, yakni ulama yang selalu mengingat Allloh dan selalu bersama-Nya, sebab dzikrulloh adalah jalan yang benar (QS Al Zukhruf: lihat di atas).

Apabila anda telah menemukan ulama ahladz-dzikri dan mengikuti jalannya, maka bersabarlah terhadap apapun yang terjadi selama menempuh jalan itu karena banyak sekali godaan dan cobaan yang akan merintanginya dan jangan sekali-kali berpaling dari ajarannya maupun nasihat-nasihatnya, sesuai perintah Alloh: Sabarlah dirimu bersama-sama dengan mereka yang selalu menyeru Tuhannya baik pagi maupun petang semata-mata karena mengharapkan ridho-Nya. Dan janganlah engkau lepaskan pandanganmu terhadap mereka (QS Al-Kahfi:28).

Biasanya cobaan dan godaan yang datang itu dapat berupa kekurangan harta atau kelebihan harta, diberi jabatan atau dicopot dari jabatannya, difitnah dan dihinakan bahkan bisa masuk penjara karena fitnah, dan untuk kaum lelaki biasanya digoda oleh wanita yang bukan haknya, serta banyak lagi macam godaan dan cobaan yang akan menimpa kita. Kuncinya satu: Sabar.  Simak firman Alloh berikut: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (QS.Al-Baqarah: 155), karena sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar, …innalloha ma’as sobirin (QS.Al-Baqarah: 153).

6.Output dan outcome dari dzikrulloh

Marilah kita belajar dzikulloh bersama-sama jangan sedikit apalagi sungkan karena dzikir yang sedikit tergolong orang munafik (QS An-nisa:142). Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah  (sebut nama Alloh) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya (QS Al-Ahzab: 41). Perintah dzikir ini dialamatkan kepada dzikir khofi, yakni dzikir di dalam qolbu tanpa kata tanpa suara dan tanpa bilangan, karena jika masih terbilang (ribuan, jutaan, miliaran, atau trilyunan) belum dikatakan banyak. Jika kita terus-menerus berdzikir kepada Alloh maka akan memperoleh ampunan dan pahala yang banyak, sebab …laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Alloh, Alloh menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang banyak (Al-Ahzab:35). Oleh karena itu, apapun yang akan menghalangi kita untuk berdzikir kepada Alloh tinggalkan. Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Alloh, barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi (QS Al-Munafikun:9). Sebaliknya jika banyak dzikrulloh beruntung. Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Alloh dan ingatlah Alloh sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung (QS Al-Jum’ah:10).

Jika kita selalu mengingat Alloh maka kita pun akan selalu diingat Alloh Azza wa Jalla.Berdzikirlah kepada-Ku supaya Aku juga ingat kepadamu. Dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah engkau mengingkari nikmat dari-Ku (QS Al-Baqarah: 152). Adalah suatu kenikmatan dan kebahagiaan yang tak terhingga apabila kita diingat oleh Al-Haq karena merupakan rahmat dari Alloh SWT untuk hamba-Nya. Bahkan pernyataan itu diungkapkan lagi dalam hadits qudsi: Aku sesuai dengan dugaan hamba-Ku, dan Aku bersama dengannya ketika ia ingat kepada-Ku. Jika ia ingat kepada-Ku di dalam hatinya, Aku pun ingat pula kepadanya di dalam hati-Ku. Dan jika ia ingat kepada-Ku dalam lingkungan khalayak ramai, niscaya Aku pun ingat kepadanya dalam lingkungan khalayak ramai yang lebih baik. Dan jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku pun mendekat pula kepadanya sehasta. Dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, niscaya Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Dan jika ia datang kepada-Ku berjalan, maka Aku mendatanginya sambil berlari(HR Syaikhani dan Turmudzi dari Abu Hurairah).

Maukah kita diingat Alloh? Tentu kita semua akan mengamininya, hanya wong edan yang menolaknya. Oleh karena itu, mari kita sama-sama belajar berdzikir kepada Alloh baik dzikir jahar (diucapkan dengan bibir) maupun dzikir khofi (menyebut Ismu Dzat di dalam qolbu tanpa kata tanpa suara dan tanpa bilangan) agar kita dicintai Alloh Azza wa Jalla. Jika kita mencintai Alloh dan ridho terhadap ketentuan-Nya, maka Alloh pun akan meridhoi kita, sebabAlloh ridho terhadap mereka dan merekapun ridho terhadap-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (Al-Bayyinah:8).

Apabila Alloh mencintai hamba-Nya maka hamba tersebut akan menjadi wayangnya Alloh dan Alloh adalah dalangnya. Jika seorang hamba tidak putus-putus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan mengerjakan sunnah-sunnah setelah atau sebelum melaksanakan yang fardhu, sehingga Aku mencintainya, dan apabila Aku mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang ia mendengar dengan itu. Dan Aku adalah penglihatannya yang ia melihat dengan itu, dan Aku adalah tangannya yang ia menampar dengan tangan itu, dan Aku adalah kakinya yang ia berjalan dengan itu, dan jika ia memohon kepada-Ku pasti Aku beri, dan apabila ia memohon perlindungan kepada-Ku maka Aku lindungi (HR Bukhari). Dengan kata lain, segala gerak-geriknya dan diamnya hanya oleh Alloh semata, seperti halnya wayang: geraknya, diamnya, ucapannya, segalanya bergantung dalang. Pada tataran ini, hamba tersebut sudah mencapai ma’rifat sangat tinggi dan berada pada maqom: La haula wala quwwata illa billah. Hamba seperti ini akan selalu dilindungi Alloh dari godaan syaitan dan nafsunya. Jika hamba ini berdoa, maka doanya dikabulkan, menurut ungkapan sunda: saciduh metuh, sakecap nyata.

Hukum berdzikir jahar dengan kalimah Laa ilahaa illalloh adalah wajib jika kita mengikuti Nabi SAW, sebab Nabi bersabda: Wajib bagi kamu sekalian selalu bersama kalimah Laa ilahaa illalloh dan mohon ampunan dengan kalimah itu, perbanyaklah mengamalkan keduanya. Maka sesungguhnya iblis berkata: aku menghancurkan manusia dengan berbuat dosa-dosa, dan mereka menghancurkanku dengan kalimah Laa ilahaa illalloh (HR Abu Ya’la dari Abu Bakar). Barangsiapa yang mengamalkan kalimah Laa ilahaa illalloh, maka ia akan terbebas dari siksa Alloh Azza wa Jalla, sebab Kalimah Laa ilahaa illalloh adalah benteng pertahanan-Ku. Barangsiapa yang memasuki benteng-Ku, ia aman dari siksa-Ku (HR Abu Na’im, Ibnu Najjar dan Ibnu’Asakir bersumber dari Ali bin Abi Thalib).

Kehidupan di akhirat sangat bergantung kepada kehidupan di dunia. Jika selama hidup di dunia kita selalu berusaha berbuat baik dan mengharapkan ampunan serta ridho Alloh, maka di akhirat kita akan memperoleh apa yang diusahakannya, karena: Ahli surga akan masuk surga dan ahli neraka akan masuk neraka (HR Bukhari Muslim). Namun demikian jika kita tergolong ahli neraka tetapi banyak berdzikir Laa ilahaa illalloh walaupun amal sholehnya sedikit akan dikeluarkan dari neraka. Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan Laa ilahaa illalloh, sedang hatinya ada kebaikan walaupun seberat bijih kacang (HR Bukhari Muslim).

Dampak lain dari berdzikir jahar dengan kalimah Laa ilahaa illalloh antara lain adalah di alam kubur tidak ada ketakutan, pada hari qiamat akan memperoleh syafaat Nabi, serta diharamkan masuk neraka. Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimah yang tidaklah seseorang mengucapkannya dengan benar di hatinya lalu ia mati di atas kalimah itu, kecuali ia diharamkan masuk neraka, yaitu kalimah “Laa ilahaa illalloh” (HR Hakim). Hadits lain:Tidak akan ada bagi ahli Laa ilahaa illalloh ketakutan dan kerisauan di dalam kubur mereka dan di tempat pembangkitan mereka (HR Thabrani dan Baihaqi). Abu Hurairah bertanya kepada Nabi: Ya Rasululloh, siapakah manusia yang paling bahagia dengan syafaatmu di hari kiamat? Rasululloh bersabda: Ya Abu Hurairah, manusia yang paling bahagia dengan syafaatku di hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilahaa illalloh disertai ikhlas di hatinya (HR Bukhari).

Oleh karena itu perbanyaklah berdzikir jahar mengucapkan kalimah Laa ilahaa illallohdengan suara keras dan menggema disertai hati yang ikhlas, yakni hati yang selalu menyebut Ismu Dzat atau mengingat Alloh (dzikir khofi) agar di hari qiamat kita mendapat syafaat Rasululloh dan masuk surga. Jangan hiraukan ucapan orang lain di sekitar kita, mau ngomong apapun, biarkan alias EGP (emang gue pikirin), karena Nabi SAW telah bersabda:Berdzikirlah kamu sekalian kepada Alloh dengan dzikir yang banyak sehingga orang munafik berkomentar bahwa kamu riya’ (HR Tabrani dan Baihaqi). Lebih tegas lagi:Perbanyaklah dzikir kepada Alloh sehingga mereka berkata: “engkau gila” (HR Ahmad, Hakim, dan Ibnu Hibban).

Jika sekarang lain, sebagian umat muslim dan kafirin sering mengejek dan memfitnah orang yang sedang belajar berdzikir dengan ucapan: Naha dzikir teh tarik-tarik teuing jeung ngagerem siga maung da Alloh mah teu torek. Padahal mereka sendiri telah kufur kepada Alloh, mereka sudah memfitnah-Nya bahwa Alloh memiliki telinga dan berprasangka buruk kepada hamba-Nya. Ya Alloh ampunilah mereka karena mereka tidak tahu. Kalau sekiranya mereka tahu bolehjadi takut kepada-Mu.  Prasangka seperti itu tidak ada bedanya ketika umat Islam pergi ke Mekkah untuk umroh/haji. Orang-orang kafir sering berceloteh: ngapain buang-buang uang cuma untuk menyembah batu hitam dan melempari tugu dengan batu. Sungguh mereka sudah berprasangka buruk kepada umat muslim akibat kebodohan dan ketololan mereka.

Berdzikir jahar dengan kalimah Laa ilahaa illalloh disertai hati berdzikir khofi (hati yang ikhlas, yakni selalu meng-Esa-kan Alloh) dapat membukakan hijab hingga dapat melihat ‘Arasy dengan pandangan mata batinnya, bahkan dapat berada di bawah naungan ‘Arasy-Nya Alloh Azza wa Jalla. Tidaklah seseorang mengucapkan “Laa ilahaa illalloh” dengan ikhlas kecuali dibukakan baginya pintu-pintu langit sehingga pandangannya dapat menembus ‘Arasy selama ia menjauhi dosa-dosa besar (HR Tirmidzi). Dalam hadits qudsi Alloh berfirma:Dekatkanlah ahli “Laa ilahaa illalloh” dari naungan ‘Arasy-Ku karena sesungguhnya Aku mencintai mereka (HR Anas r.a). Dengan kata lain, berdzikir jahar dengan kalimah Laa ilahaa illalloh disertai hati ikhlasdapat mendekatkan hamba-Nya kepada Alloh hingga hamba itu berada dalam naungan Arasy-Nya.

Mengapa bisa demikian? Sebab orang yang banyak mengingat Alloh akan menjadi hamba Alloh yang istimewa di sisi Alloh, seperti yang diceritakan dalam hadits. Ada seorang badwi datang kepada Rasululloh SAW, ia berkata: Ya Rasululloh aku ingin menjadi manusia yang paling khusus di sisi Alloh. Rasululloh bersabda: Perbanyaklah dzikir kepada Alloh, tentu engkau akan menjadi manusia yang amat istimewa di sisi Alloh (HR Imam Ahmad bin Hanbal dari Khalid bin Walid). Keistimewaan seorang hamba yang banyak mengingat Alloh akan ditempatkan pada tempat paling mulia di sisi-Nya, sebagaimana sabda Rasululloh SAW: Di sebelah kanan dan di hadapan Alloh ada sekelompok manusia yang bukan Nabi dan bukan pula syuhada. Sinar wajahnya menyilaukan siapa saja yang melihatnya, sehingga para Nabi Bani Israil dan para syuhada merasa iri atas kedudukan mereka karena dekatnya mereka ke Hadirat Alloh Azza wa Jalla. Rasululloh ditanya, “siapakah mereka itu ya Rasululloh? Rasululloh menjawab: mereka adalah sekumpulan manusia dari berbagai kabilah yang berkumpul untuk berdzikir kepada Alloh. Mereka memelihara ucapan-ucapan yang baik seperti halnya orang makan kurma akan menjaga dan memilih hanya kurma yang baik-baik (HR Thabrani).

Mereka berdatangan dari berbagai peloksok/daerah menuju majelis-majelas dzikir untuk menunaikan sholat dan dzikir berjama’ah dengan suara keras dan menggema disertai hati ikhlas, yakni hati yang selalu mengingat Alloh (dzikir khofi). Pada saat seperti itu rahmat Alloh SWT menaungi mereka dan memberinya ketenangan batin, karena: Tidaklah duduk suatu kaum berdzikir kepada Alloh, kecuali malaikat melingkari mereka, rahmat Alloh memenuhi mereka, dan turunlah kepada mereka ketenangan, dan Alloh menyebut-nyebut mereka di lingkungan para malaikat (HR. Muslim, Tirmizi, dan Ibnu Majah). Tujuan mereka berdzikir hanya kepada Alloh dan memohon ridho-Nya sebagaimana terucap dari niatnya: Illaahi anta maqsuudii waridhooka mathluubii a’thinii mahabbataka wa ma’rifataka (Ya Tuhanku hanya Engkaulah tujuan hidupku dan keridhoan-Mu-lah yang diharapkan, berilah hamba kemampuan untuk mencintai-Mu dan marifat kepada-Mu).

Disamping memperoleh ketenangan hati dan diangkat oleh Alloh hingga berada dalam naungan ‘Arasy-Nya, orang-orang yang selalu menda’wamkan dzikir jahar setelah sholat fardhu dan berdzikir khofi setiap saat serta tidak meninggalkan amalan-amalan sholeh dan amalan sunnah lainnya akan memiliki perilaku yang kamil bahkan kamil mukamil, yakni berahlak sangat sempurna seperti yang dicontohkan oleh Nabi besar kita, Muhammad Rasululloh SAW. Mereka yang sudah mencapai maqom ini adalah para sahabat rasyidin di zaman Nabi, para tabi’in, para pengikut tabi’in, serta para ulama ahladz-dzikri. Mereka semua telah memperoleh kemenangan di dunia maupun di akhirat, dan mereka semua adalah waliyulloh, para kekasih Alloh SWT. Jika kita bercita-cita seperti mereka, ikutilah jalannya atau metodenya (napak tilas), sebab Wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Al-Khulafa Ar-Rasyidin (HR Ahmad Abu Dawud dan At Tirmidzi).

Jika dalam bertaqorub kepada Al-Haq kita bercita-cita ingin mencapai derajat ma’rifatul Dzat, dalam arti sampai kepada Alloh dan selalu bersama-Nya dalam setiap langkah kita, maka kita harus belajar kepada ulama yang sudah bisa kembali kepada Alloh, jangan kepada ulama yang belum mencapai derajat itu (ingin menguasai ilmu kimia sintesis harus berguru kepada profesor kimia sintesis, jangan berguru kepada yang baru master apalagi baru lulus sarjana kimia, moal bener). Apalagi di era sekarang banyak ulama yang bergelar KH, tetapi baru taraf memahami syariat Islam sedangkan keimanannya belum sempurna karena belum bisa kembali kepada Alloh alias belum inna lillahi wa inna ilaihi roji’unIlaihi roji’un-nya baru ditujukan kepada yang mati atau mendapat musibah, padahal ‘Nafs’ kita yang harus bisa kembali kepada Alloh dan berada dibawah naungan ‘Arasy-Nya sebelum ajal datang.

Setelah menjadi pengikutnya, jangan sekali-kali berpaling dari ajarannya atau dicampuradukan dengan ajaran lain yang tidak mendukung, melainkan istiqomah dan bersabar di jalannya hingga kita diangkat oleh Alloh mencapai derajat paling tinggi di sisi Alloh, karena hanya Alloh yang mengangkat derajat kita. Apabila sudah mencapai Mursyid untuk menjadi guru pengganti sebelumnya, maka ajarkan lagi hikmah itu kepada umat muslim yang ingin kembali kepada Alloh. Demikian seterusnya hingga akhir zaman. Ingat! tiap seratus tahun Alloh akan membangkitkan seorang peneguh (pembaharu) iman umat Islam.

Apakah ada contoh dari Rasululloh bahwa kita harus kembali kepada Alloh sebelum ajal datang? Tentu ada, yakni ketika Nabi diperjalankan oleh Alloh pada malam gelap gulita dan diangkat hingga ke sidratul muntaha untuk mendapat perintah sholat. Maha Suci Alloh  yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al masjidil Haram ke Al masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS Al-Isra:1). Disambung dengan An-Najm:13-18: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal. Muhammad melihat Jibril ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang menyelubunginya. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.

Peristiwa besar di atas mencontohkan kepada kita bahwa setiap hamba Alloh dapat melakukan perjalanan tersebut atas izin Alloh sesuai firman-Nya: Subhanal lazi asra bi abdihi…, ‘abdihi’ disini adalah semua umat muslim yang mengaku sebagai hamba Alloh, yang bercita-cita ingin bisa kembali dan pulang ke khadirat Alloh Azza wa Jalla sebelum ruh terpisah dari jasadnya alias mati.  Bedanya kalau Nabi SAW dibawah bimbingan malaikat Jibril AS, sedangkan kita dibawah bimbingan guru mursyid yang sudah bisa kembali kepada Alloh (QS Luqman, lihat di atas).

Mengapa dalam perjalanan isra mi’raj Nabi SAW harus dibimbing Jibril AS padahal Alloh mampu memberangkatkan Beliau ke Sidratul Muntaha sendirian tanpa harus dibimbing? Hal ini karena Nabi SAW adalah suri tauladan yang menjadi contoh bagi semua umat Islam, maka kita sebagai pengikutnya harus meneladani Beliau. Artinya kita tidak bisa kembali kepada Alloh Azza wa Jalla sendirian tanpa ada bimbingan dari wali mursyid.  Sebab perjalanan menuju Al-Haq Azza wa Jalla sangat sulit, banyak sekali godaan baik dari kiri dan kanan, depan maupun belakang (simak peristiwa isra mi’raj). Kalau perjalanan ke neraka sangat mudah karena melalui jalan tol walaupun harus bayar, seperi dugem, mabok, madog, maling, macek, main judi, dan lainnya. Tetapi kalau jalan yang lurus sangat rumit, dapat kita bayangkan jika di depan ada gunung harus didaki, ada lembah harus dituruni, ada hewan buas harus ditundukkan, ada apapun di sekelilingnya harus ditempuh dengan jalan sabar dan syukur karena tidak boleh bulak-belok alias menghindar dari cobaan dan godaan, namanya juga jalan yang lurus.

Makna dari jalan lurus adalah dalam bertaqorub kepada Alloh jangan ada tujuan lain selain memohon ampunan dan ridho-Nya semata. Jika niat beribadah kepada Alloh diselipi keinginan lain yang bersifat duniawi seperti ingin kaya, ingin jabatan, atau keinginan untuk kepentingan dunia, maka artinya kita sedang belok dari jalan lurus. Hal ini bukan berarti tidak boleh meminta urusan duniawi kepada Alloh, tetapi tujuan utama hidup kita, yakni dapat kembali kepada Alloh dan mengabdi dihadapan-Nya tidak akan pernah tercapai, karena perjalanan menuju Al-Haq sangat jauh dan melelahkan. Kenyataannya, sangat sedikit umat muslim yang bisa kembali kepada Al-Haq sebelum ajal datang.

7.Perjalanan spiritual menuju ma’rifatulloh

Tahap pertama yang harus kita lakukan untuk mencapai derajat ma’rifatul Dzat adalah menetapkan niat atau tujuan bahwasannya semua amalan yang kita lakukan karena Alloh dan hanya mengharapkan ampunan serta ridho-Nya. Selanjutnya untuk memurnikan tujuan tersebut adalah mencari ulama ahladz-dzikri yang sudah bisa kembali kepada Alloh dan berderajat waliyuloh agar semua amalan yang kita lakukan didasari oleh hati ikhlas, yakni hati yang selalu berdzikir kepada Alloh. Apabila sudah menemukan ulama tersebut tahap selanjutnya adalah minta diberikan petunjuk atau jalan menuju Alloh melalui metode dzikrulloh sesuai tuntunan Rasululloh SAW, disebut juga talqin dzikir. Dan adalah Nabi SAW mentalqinkan kalimah thoyyibah ini kepada sahabat-sahabat r.a. untuk menjernihkan hati mereka dan mensucikan jiwa mereka agar mereka bisa sampai kepada Alloh (HR Syadad bin Aos, Thabrani, Ahmad Yusuf Kaorani).

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa dzikrulloh ada dua macam, yaitu dzikir jahar (diucapkan dengan lisan) dan dzikir khofi (diucapkan dalam hati tanpa kata tanpa suara). Perintah dzikrulloh sudah jelas terpateri di dalam Al-Qur’an, adapun metode pengamalannya disyariatkan oleh Rasululloh SAW. Hadits tentang dzikir jahar dengan kalimah Laa ilahaa illalloh dan metode amaliahnya diuraikan di atas (HR Imam Ahmad dan Tabrani, lihat di atas). Satu lagi yang diriwayatkan oleh Syadad bin Aos: Kami semua dengan para sahabat berada di dalam masjid. Tak lama kemudian datang Rasululloh SAW, sabdanya: apakah dalam kumpulan ini ada orang asing? (maksudnya ahli kitab). Setelah dijawab tidak ada, selanjutnya Nabi memerintahkan menutup pintu dan bersabda: Angkatlah kedua tangan kalian dan ucapkan oleh kalian ‘Laa ilahaa illalloh’. Lalu para sahabat mengucapkan kalimah tersebut bersama-sama. Selanjutnya Nabi berdo’a….

Metode berdzikir khofi pertama kali ditalqinkan kepada Abu Bakar As-Siddiq r.a. ketika Nabi SAW dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur saat dikejar oleh orang-orag kafir. Ketika itu Abu Bakar r.a. gemetar karena takut persembunyiannya diketahui oleh orang-orang kafir. Abu Bakar r.a berkata: Ya Rasululloh, mohon Anda memberi petunjuk agar hati hamba tentram tidak takut dan bimbang seperti ini. Nabi bersabda: Ucapkanlah olehmu Ismu Dzat. Bagaimana cara mengucapkan dzikir itu Ya Rasululloh? Nabi bersabda: Harus ingat kamu kepada Rabmu di dalam hati dengan merendah diri, merasa malu, dan takut, tidak usah diucapkan dengan lisan, cukup dengan getarnya hati dan detaknya jantung. Cara berdzikir seperti itu harus dari pagi sampai petang serta ingat terus jangan ada lupanya. Bagaimana kalau lupa Ya Rasululloh? Rasul menjawab: Jika kamu lupa dari dzikir itu, maka lekas ingat/dzikir kembali. (lupa… ingatkan lagi, putus … sambungkan lagi, demikian seterusnya), cara ini berlaku bagi kita yang sedang belajar dzikrulloh karena banyak lupa daripada ingatnya.

Cepat atau lambat seorang hamba mencapai derajat tertentu dalam taqorub kepada Alloh bergantung pada ketekunan dalam mengamalkan dzikir dan amalan-amalan sholeh lainnya seperti taubat, sholat malam, puasa sunnah, infaq/sodaqoh, membantu sesama, dan amalan lainnya. Selain bergantung dari usaha kita, yang lebih menentukan adalah kehendak Alloh Azza wa Jalla. Jika Alloh menghendaki apapun pasti terjadi. Kemudian hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras dari batu. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air darinya dan diantaranya ada juga yang meluncur jatuh (QS Al-Baqarah:74). Makna ayat ini menyatakan kepada kita bahwa diantara sebagian hamba-Nya ada yang hatinya mudah luluh, ada juga yang langsung terbuka hijabnya hingga mencapai derajat tinggi. Tetapi ada juga yang atung eneh .. atung eneh (sunda) alias tidak maju-maju karena malas.

Apabila seorang hamba telah menjalankan perintah Alloh dan Rasul-Nya melalui bimbingan waliyulloh yang rasyidin (guru mursyid), yakni amalan-amalan sholeh yang dilandasi dzikrulloh dengan istiqomah, maka atas kehendak dan izin Alloh akan terbuka hijab yang menutupi qolbunya sehingga tabir yang selama ini menyelimutinya akan terbuka. Jika hijab sudah terbuka maka akan terpancar Nur Illahi dari dalam qolbu dan akan menyaksikan bahwa ruh kita berdzikir kepada Alloh dengan sendirinya atau autodzikrulloh. Pada tataran ini hamba tersebut sudah mencapai ma’rifatul Asma, dimana lisannya berdzikir jahar, qolbunya berdzikir khofi, dan ruhnya berdzikir sirr. Sifat ketiga jenis dzikir itu adalah dzikir jahar terikat ruang dan waktu dan sangat dekat dengan riya’, dzikir khofi bebas ruang dan waktu tetapi terikat dengan sifat lupa, sedangkan dzikir sirr adalah dzikir ruh yang bebas ruang dan waktu maupun lupa, bahkan dalam keadaan tidurpun ruh tetap berdzikir kepada Alloh (badan turu, ati tangi, roh mandep manjing Alloh).

Berdzikir seperti di atas dapat dianalogikan dengan bola lampu listrik, dimana qolbu adalah bola lampunya, sedangkan ruh adalah kawat wolframnya. Bola lampu listrik tidak akan tampak terang jika kacanya diselubungi oleh kotoran dan tidak akan nyala jika tidak dihubungkan dengan sumber listrik. Demikian pula dengan qolbu kita, apabila tidak ada penghubung antara hakikat kehambaan dan hakikat ketuhanan, maka ruh tidak akan hidup (dalam arti tidak dapat berdzikrulloh dengan sendirinya). Apa penghubungnya? Sebagai kabel penghubung adalah dzikir khofi sebagaimana dinyatakan dalam hadits qudsi: Jika ia ingat kepada-Ku di dalam hatinya, Aku pun ingat pula kepadanya di dalam hati-Ku (lihat di atas). Jika sudah terhubung dengan Tuhannya, maka ruh kita akan hidup alias berdzikir sirr tanpa batas. Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya dengan orang yang tidak berdzikir seperti orang hidup di antara orang mati (HR Thabrani). Darimanakah sumber energi listriknya? Sumbernya adalah kalimah Laa ilahaa illalloh melalui tajjaliyyah Alloh Al-kamil, yakni perpaduan Al-Jamil (kutub negatif) dan Al-Jalil (kutub positif). Sebagaimana firman-Nya dalam hadits qudsi: Manusia adalah sirr-Ku dan Aku adalah sirrnya.

Adapun dzikir jahar Laa ilahaa illalloh disamping sebagai sumber energi juga berperan untuk membersihkan kotoran yang menutupi kaca bola lampu atau membersihkan qolbu dari noda dan dosa yang dilakukan setiap hari hingga menutupi qolbu dan menjadi keras.Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalimah Laa ilahaa illalloh itu mendatangkan pengampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang mu’min laki-laki dan perempuan (QS Muhammad:19). Dengan kata lain, kalimah Laa ilahaa illalloh adalah kunci untuk membuka pintu hati sehingga hijab yang menutupi qolbu menjadi terbuka dan pandangannya dapat menembus ‘Arasy selama menjauhi dosa besar (lihat di atas). Fenomena di atas diungkapkan juga oleh Imam Al-Gazaly: bukalah pintu hatimu dengan kunci kalimah Laa ilahaa illalloh (dzikir jahar) dan bukalah pintu ruhmu dengan dzikir khofi, dan pikatlah burung rahasiamu dengan dzikir sirr.

Intensitas dan frekuensi cahaya dalam qolbu bergantung pada ketekunan dan keistiqomahan dalam mengamalkan dzikrulloh. Bagaimana ruh kita akan mampu berdzikir dengan sendirinya (autodzikrulloh) apabila tidak dibukakan pintu ruhnya dengan berdzikir khofi, demikian juga terangnya tidak akan tampak apabila pintu qolbunya tidak dibuka terlebih dulu dengan kunci kalimah Laa ilahaa illalloh yang dijaharkan dan terhujam hingga ke dalam qolbu dalam mengamalkannya. Inilah yang disebut dengan nur dzikir yang diungkapkan dalam hadits Bukhari (lihat di atas). Dengan memperbanyak dzikir jahar dan dzikir khofi maka intensitas dan frekuensi cahaya qolbu makin besar hingga cahayanya makin terang dan di akhirat kelak tidak perlu dicuci lagi di neraka (lihat di atas) karena qolbunya sudah bening sebening kaca dan kilaunya seindah mutiara seperti bintang di langit.

Jika hamba tersebut istiqomah di jalan yang lurus yakni jalannya orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Alloh Maha Rahman (QS Al-Fatihah: 7) dan ketetapan hatinya semakin teguh kepada Alloh Azza wa Jalla, maka Alloh akan menaikkan hamba tersebut ke derajat lebih tinggi hingga ke Sidratul Muntaha dan berada di bawah naungan Arasy’-Nya (lihat di atas). Umat muslim yang sudah sampai ke derajat ini adalah para Khulafa Ar-Rasyidin, para Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, dan Ulama ahladz-dzikri Laa ilahaa illalloh. Mereka semua adalah waliyuloh, yakni para kekasih Alloh Azza wa Jalla.

Apabila seorang salik telah dibukakan hijabnya oleh Alloh dan istiqomah di jalan lurus menuju Alloh, maka atas kehendak dan izin-Nya, hamba tersebut akan dinaikkan ke langit pertama. Di langit ini terdapat surga yang derjatnya paling rendah, hamba tersebut akan menjadi penghuninya dan qolbunya akan menerima Nur Illahi dengan frekuensi sesuai cahaya surga itu.

Apabila hamba yang sudah terbuka hijabnya itu tetap setia dan tunduk pada ketentuan Alloh, maka Alloh akan menaikkan lagi hamba tersebut ke langit kedua, yakni dimensi kesetiaan. Di langit ini terdapat surga Darul Qarar dan hamba tersebut akan menjadi penghuninya sebagai balasan atas kesetiaan pada ketentuan Alloh dan qolbunya akan menerima Nur Illahi dengan frekuensi lebih tinggi dari surga pertama.

Apabila hamba itu teguh di jalan lurus dan qolbunya tidak henti-hentinya berdzikrulloh (dzikir yang langgeng), maka Alloh akan menaikkan lagi ke langit ketiga, yakni dimensi keabadian sebagai balasan atas keistiqomahan dalam beribadah dan dzikir yang langgeng. Dia akan menghuni surga Darul Khulud dan qolbunya akan menerima Nur Illahi keabadian dengan cahaya sangat indah. Keindahannya akan terpancar hingga ke wajahnya, siapapun orang yang melihat wajah hamba ini akan terpesona dan tidak bosan dipandang mata, sebagaimana Zulaikha terpesona oleh ketampanan Nabi Yusuf AS.

Apabila perjalanan spiritual hamba tersebut sudah memasuki bentengnya Alloh dimana qolbunya diliputi Nur Laa ilahaa illalloh karena keikhlasannya, maka akan dinaikkan lagi ke langit keempat. Ingat!! Kalimah Laa ilahaa illalloh adalah benteng-Ku. Barangsiapa yang memasuki benteng-Ku, ia aman dari siksa-Ku. Langit keempat ini disebut juga alam Mulki, dimana terdapat surga Ma’wa yang hanya diperuntukkan bagi hamba-hamba Alloh yang muklis. Di surga ini qolbu yang muklis akan menerima Nur Illahi sebagai pelindung dari gangguan Iblis atas keikhlasannya terhadap ketentuan Alloh yang menjadi taqdirnya. Jarak yang ditempuh menuju alam ini sekira lima ratus ribu tahun cahaya, suatu perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan. Tanpa kasih sayang-Nya, tidak akan ada umat muslim yang dapat mencapai alam ini, karena begitu sulitnya untuk menjadi orang yang ikhlas (muklis), yakni orang yang selalu menjaga hatinya untuk tidak berpaling selain kepada Alloh semata.

Di langit kelima terdapat surga Na’im. Langit kelima disebut juga alam Jabarut. Bagi hamba Alloh yang mencapai derajat ini akan memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki, yang tidak akan pernah ditemukan di dunia ini. Sedangkan di langit keenam terdapat surgaAdn. Jika Alloh SWT menghendaki, hamba tersebut akan dinaikkan lagi ke langit paling tinggi, yakni langit ketujuh, disebut juga dengan alam Malakut. Dinamakan malakut karena alam ini adalah tempat bersujudnya para Malaikat kepada Alloh Azza wa Jalla dan di alam ini terdapat surga tertinggi, yakni surga Firdaus.

Dalam surga Firdaus qolbu hamba Alloh yang sholeh ini akan menerima Nur Illahi muth’mainah hingga jiwanya tenang. Dari jiwa-jiwa yang tenang ini terpancar sifat-sifat Alloh yang melahirkan perilaku seperti perilaku Rasululloh SAW, baik ucapan, perbuatan, maupun karakternya. Pada tingkat ini, hamba Alloh tersebut sudah mencapai Marifatul Af’al atau ma’rifatul sifat karena sudah tidak ada sifat tercela di dalam hatinya, yang ada hanya sifat-sifat Alloh. Inilah tingkat paling tinggi bagi umat muslim yang telah mencapai imanan wahtisya’ban dan kaffah dalam menjalankan syariat Islam.

Bagi hamba Alloh yang terpilih untuk menjadi waliyulloh berderajat Guru mursyid (rasydin), yakni sebagai seorang pembaharu atau peneguh iman umat muslim akan dipanggil Alloh menuju Arasy’-Nya dengan panggilan: Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku (QS Al-Fajr:27-29). Panggilan ini memberikan perintah kepada hamba terpilih untuk tidak diam di surga Firdaus melainkan harus terbang menuju Sidratul Muntaha di Alam Lahut, yakni alam tempat bersemayamnya Alloh Azza wa Jalla di atas singgasana ‘Arasy-Nya.

Untuk menuju alam lahut harus mandiri tanpa dibimbing gurunya lagi sesuai dengan uswah Nabi SAW. Ketika Beliau akan menuju alam Lahut tidak lagi dibimbing oleh malaikat Jibril AS karena tidak mampu menuju alam itu. Sedikit saja melangkah ke alam lahut, maka sayap-sayap Malaikat Jibril akan terbakar. Di alam Lahut, hamba terpilih akan memperoleh Rahmat Alloh dan ilmu secara laduni sehingga ilmunya sangat luas tanpa batas sebagaimana firman-Nya: …lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami (QS Al-Kahfi, 65). Inilah puncak tertinggi perjalanan spiritual menuju Alloh Azza wa Jalla, mencapai Ma’rifatul Wujud, yakni melihat Dzat Alloh dengan dengan wajah berseri-seri (QS Al-Qiamah: 22-23) melalui pandangan batinnya di alam Lahut. Jika dibandingkan dengan urat lehernya pun masih dekat kepada Alloh Azza wa Jalla.

Gambaran tentang masing-masing Nur Illahi di atas dinyatakan di dalam Al-Qur’an pada surat An-Nur, 35: Alloh (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Alloh adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca dan kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah baratnya, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Alloh membimbing kepada cahaya-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Alloh membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ayat di atas menggambarkan qolbu orang yang beriman diumpamakan sebuah lubang yang tidak tembus, dimana di dalam qolbu itu ada sumber cahaya Illahi (pelita besar) yang energinya sangat dahsyat dan tidak akan pernah padam (energi yang kekal). Sumber cahaya Illahi ini masih dibalut atau diselimuti oleh lapisan-lapisan cahaya yang sangat transparan seperti kaca dan bersinar seperti bintang dengan kemilau bak mutiara yang memiliki tingkat energi berbeda.

Jika diungkapkan secara fisika bolehjadi lapisan-lapisan cahaya di atas mirip dengan struktur atom yang diajukan oleh Bohr, dimana tingkat-tingkat energi elektron atau kulit menyatakan lapisan Nur Illahi tetapi nilai tingkat energinya kebalikan dari model atom Bohr. Di langit pertama terdapat Nur Illahi (cahaya surga pertama) yang energinya paling rendah. Langit pertama ini, jika dianalogikan dengan model atom Bohr menyatakan tingkat energi elektron terluar (n = 7), bukan tingkat energi pertama (n = 1). Pada tingkat energi terluar dihuni oleh elektron sebanyak 2n2, dan memang surga di langit ini banyak penghuninya karena banyak umat muslim yang dapat mencapai derajat ini.

Di langit kedua terdapat Nur Illahi yang energinya lebih tinggi dari Nur Illahi pada langit pertama. Jika dianalogikan dengan model atom Bohr bolehjadi langit kedua ini menyatakan tingkat energi elektron kedua dari luar atau n = 6. Demikian seterusnya sampai langit ke tujuh atau tingkat energi elektron pertama (n = 1) yang maksimal dihuni oleh dua elektron. Hal ini benar karena hanya sedikit umat muslim yang dapat menghuni surga Firdaus. Adapun inti atomnya dapat dianalogikan sebagai pelita besar yang terdapat di alam Lahut, dimana energinya sangat dahsyat. Bandingkan energi yang dihasilkan dari elektron (energi ionisasi) dengan energi yang dihasilkan dari inti atom (energi nuklir) perbedaannya sangat besar. Model lapisan Nur Illahi di atas jika divisualkan dengan model atom Bohr akan tampak seperti pada gambar berikut.

Jika kita ingin mencapai derajat tertinggi di sisi Alloh setelah meninggal dunia (wafat), maka kita harus selalu berusaha untuk mencapai ma’rifatulloh dengan memohom ampunan dan ridho-Nya, sebab apa yang akan kita peroleh setelah mati akan sama dengan apa yang telah kita capai di dunia (tidak kurang, tidak lebih). Jika kita belum sampai ke salah satu Nur Illahi di atas, maka bersiap-siaplah kita untuk masuk ke dalam neraka, di sana kita akan dicuci hingga semua noda dan dosa yang mengotori kita bersih. Jika sudah bersih dan memiliki amal sholeh walaupun sedikit, Insya-Alloh kita akan dimasukkan ke dalam surga karena kasih sayangnya Alloh, tetapi tidak tahu surga yang mana bergantung pada kehendak-Nya.

Apabila pada waktu hidup kita sudah sampai ke salah satu Nur Illahi yang terdapat pada langit tertentu, Insya-Alloh setelah mati kita tidak perlu dicuci lagi di dalam neraka melainkan akan langsung dimasukkan ke dalam surga sesuai dengan Nur-Illahi yang telah kita capai sewaktu hidup. Sekarang tinggal bertanya kepada diri kita masing-masing sudah sampai dimanakah kita dalam beribadah kepada Alloh? Dan Nur Illahi mana yang telah kita miliki? Jika belum mari kita sama-sama berusaha menjalankan semua syariat Islam secara kaffah yang dilandasi dzikrulloh secara ikhlas di dalam qolbu kita masing-masing, semoga Alloh membimbing kita kepada Nur-Nya.

8.Kesimpulan

Setelah menyimak uraian di atas dengan seksama maka sampailah pada kesimpulan sebagai berikut:


  • Apabila kita menjalankan ibadah kepada Alloh Azza wa Jalla yang biasa-biasa saja, seperti sholat, zakat, puasa, haji, dan berbuat baik terhadap sesama tanpa berupaya untuk mencapai marifat kepada Alloh seperti yang diuraikan di atas, maka pada hari qiamat kita akan digiring menuju padang masyar dan akan menerima catatan amalan kita. Jika kebaikan lebih banyak dari keburukan bolehjadi kita akan dimasukkan ke dalam surga setelah semua noda dan dosa yang telah kita lakukan selama hidup di dunia dicuci dan dibersihkan lebih dulu di dalam neraka. Dengan kata lain, kita akan dimasukkan dulu ke dalam neraka, setelah bersih dari dosa kita akan dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
  • Apabila kita tidak pernah mengakui Alloh itu Maha Esa (kafir) atau dalam beribadah menyekutukan Alloh dengan makhluk-Nya (musyrik) atau tidak pernah berbuat baik kepada sesama makhluk Alloh yang dilandasi iman  kepada-Nya maka kita akan dimasukkan ke dalam neraka tanpa hisab dan kekal di dalamnya, bahkan akan dijadikan suluhnya neraka jahanam.
  • Apabila dalam beribadah kepada Alloh berusaha mencapai ma’rifatulloh melalui metode dzikrulloh sebagaimana diuraikan diatas hingga kita sampai kepada salah satu Nur-Illahi yang ada di surga tertentu, maka pada hari qiamat kita tidak akan digiring menuju padang masyar melainkan langsung dimasukkan ke dalam surganya Alloh tanpa hisab sesuai surga yang telah kita capai di dunia, sebagaimana Alloh berfirman dalam hadits qudsi:Wahai Musa! Sesungguhnya hamba-Ku tidak akan menemui-Ku di medan pengadilan pada hari qiamat kelak, kecuali pada saat Ku-periksa apa yang ada padanya dan kecuali orang-orang wara’. Aku segan pada mereka dan akan Ku-hormati mereka dan Ku-masukkan ke dalam surga tanpa hisab (HR Hakim dan Turmudzi).
  • Apabila dalam beribadah kepada Alloh kita berusaha menggapai ma’rifat dibawah bimbingan guru mursyid yang berderajat waliyulloh tetapi tidak sampai kepada Nur-Illahi karena keburu ajal datang, mudah-mudahan pada hari qiamat kita dihimpun bersama guru kita dan terbawa olehnya sehingga kitapun dapat dimasukkan ke dalam surganya Alloh bersama-sama guru kita yang menjadi kekasih Alloh dan ahli waris Rasululloh SAW. Pada hari qiamat akan Kami panggil semua manusia bersama para pemimpinnya. Barang siapa yang diberi buku catatan amalannya di tangan kanannya, mereka membaca buku catatan amalannya itu dengan senang hati dan tidak akan dikurangi sedikitpun (QS Al-Isra:71).
  • Ma’rifat menunjukkan tingkat kedekatan seorang hamba kepada Alloh Azza wa Jalla. Makin tinggi ma’rifat seorang hamba, makin dekat hamba tersebut kepada Alloh. Makin dekat hamba tersebut kepada Alloh Azza wa Jalla, makin sempurna ahlaknya. Dengan kata lain, umat muslim yang tingkat ma’rifatnya tinggi adalah mereka yang sempurna ahlaknya. Manusia yang tertinggi tingkat kema’rifatannya kepada Alloh Azza wa Jalla adalah Nabi Besar kita Muhammad SAW, sehingga Beliau memiliki ahlak yang paling sempurna di antara semua makhluk cipataan Alloh Azza wa Jalla.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun