Mohon tunggu...
Ima Rochmawati
Ima Rochmawati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - lihat.dengar.rasa.laku

Blogger dan Penikmat Seni https://www.matakubesar.com http://matakubaca.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sebuah Monolog Wawan Sofwan: Sidang Sosial yang Tak Kunjung Usai

15 November 2016   17:01 Diperbarui: 15 November 2016   17:15 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monolog teater Wawan Sofwan.

“Tok tak!.”  Wawan Sofwan membuka monolog teater dengan memukul dua belah kayu, lalu kembali disimpan di lantai.  Salah satu adegan dibatasi oleh suara kayu menuju adegan yang lain.  Tak ada tata cahaya dan tata musik layaknya seperti di panggung pertunjukan.  Monolog ini dibawakan dengan memainkan kemampuan akting si aktor, kemampuan tubuhnya, 3 buah topeng yang menggantung sebagai penanda tokoh-tokoh di dalam cerita Dam tersebut.  Kostum yang digunakan menyerupai model baju tahanan namun warna merah.  Permainan yang lugas dan enak untuk dinikmati, menandakan bahwa aktor itu pandai menularkan energi yang sedang dibawakannya. 

Ruang tengah The Goodlife di Jl. Anggrek No. 15 Bandung ini, memiliki luas kurang lebih 7x7 meter.  Ruang tersebut tidak begitu luas, membuat penonton dan pemain tidak ada batas yang tegas.  Penonton bebas memilih tempat nontonnya, tersedia karpet, kursi, sofa, maupun lantai untuk duduk.  Suasana sengaja dibuat santai, ringan, simple, dan intim.  Sementara aktor bermain diantara topeng-topeng yang bergantungan dan 3 buah kursi sebagai artistik.  Cahaya bohlam yang menjadi penerang ruang, membuat suasana terasa hangat, semua orang dalam ruang itu semacam dilanda kerinduan akan pertunjukan monolog. 

Suasana ruang The Goodlife
Suasana ruang The Goodlife
Cerpen berjudul Dam karya Teguh Karya ini diadaptasi untuk kebutuhan monolog, beberapa kali pernah dibawakan oleh Wawan Sofwan.  Bagi penikmat seninya, monolog ini seolah membuka kenangan lama.  Cerita khas tahun 80-an tentang situasi ruang sidang dengan kasus pembunuhan dengan alasan kesenjangan sosial.  Kemarahan si pembunuh pada orang yang menggunakan kendaraan mewah dan alasan-alasan panjangnya pada keadaan.  Cerita berputar dari sebab musabab terjadinya pembunuhan.  

Sesekali aktor mengajak dialog ke penonton dan ketika dialog si tokoh salah, si aktor membelah diri jadi tokoh sebenarnya dan penonton diajak tarik menarik ke beberapa suasana.  Kadang aktor menjadi tokoh sebenarnya kemudian menggambarkan sedikit situasi, lalu berubah menjadi terdakwa, menjadi hakim yang gemulai dan jaksa yang gagu. 

monolog-wawan-sofwan-582adc9f5fafbd310b9ec45b.jpg
monolog-wawan-sofwan-582adc9f5fafbd310b9ec45b.jpg
Selama kurang lebih 30 menit, para penonton dimanjakaan dengan ruang imajinasi si aktor dalam membentuk sebuah rangkaian pertunjukan.  Orang-orang yang hadir, diajak, terlibat langsung dan menjadi bagian dari pertunjukan itu.  Pemilihan ruang pertunjukan ini sangat menarik, kita seolah “dipaksa” untuk mengisi tiap ruang kosong.  

Meskipun cerita ini berat, selama 30 menit Wawan Sofwan berhasil membawakan cerita dengan sangat santai dan emosi tetap terjaga.  Meskipun sesekali kami seolah diajak dialog, diajak berteriak, diajak memaki, dan mewakili emosi si terdakwa.  Kesadaran kembali diredakan oleh beberapa situasi, bahwa kami tetap berada di tengah kesadaran ruang pertunjukan.

Pertunjukan teater itu biasanya mengangkat kondisi yang terjadi sesuai dengan keadaan zamannya, kejadian yang memang terjadi saat ini.  Rupanya, cerita Dam yang dibawakan Wawan Sofwan berpuluh tahun lalu masih relevan dengan keadaan Negara saat ini.  Kondisi persidangan yang berputar-putar, keberpihakan dan kesenjangan sosial yang masih sama.  Hal yang membedakan hanya waktu, sekarang tahun 2016 dulu cerpen ini muncul tahun 1984.  Ada apa dengan Negara ini?

@imatakubesar

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun