Suatu waktu saat rapat bulanan, tim manajemen memperlihatkan balasan email dari seorang kandidat. Pihak manajemen meminta calon pelamar untuk mengikuti tahapan tes TOEFL, tapi ia tidak mau.
Balasan email tersebut singkat!
Pihak manajemen langsung mendiskualifikasi lamaran dengan alasan sepele. Andai saja ia setuju untuk mengikuti alur seleksi, lamarannya jelas diperhitungkan oleh tim HRD.
Dalam aplikasi lamarannya, si pelamar ini cukup baik. Pengalamannya banyak. Namun, ia tidak bisa menunjukkan kepada HRD karena tidak bersedia mengikuti satu tahap lagi untuk finalisasi lamaran.
Pihak HRD menunjukkan email kepada kami dalam rapat. Kata mereka, banyak pelamar yang tidak mau repot. Ingin diterima, tapi balasan email mereka singkat, seperti tidak menginginkan pekerjaan yang dilamar.Â
Padahal, mayoritas pelamar memenuhi persyaratan dan cukup layak untuk diterima. Disini terlihat satu masalah, yaitu etika membalas email yang buruk. Banyak kandidat tidak memahami pola komunikasi yang baik saat mengirim surat lamaran, khususnya via email.Â
Apa hasilnya?
Aplikasi yang dikirim berhenti di tangan HRD. Seleksi berkas berjalan tidak mulus karena satu kesalahan kecil. Mungkin pelamar tidak mau repot. Tim HRD pun tidak ingin berlama-lama memeriksa aplikasi lamaran.
Terkadang apa yang dinilai HRD sudah terpampang jelas di sebuah CV. Namun dari itu, sebuah sikap cuek atau mungkin etika berkomunikasi yang buruk membuat sebuah jurang pemisah.Â
Pelamar perlu belajar menempatkan subject email yang benar. Bukan sekedar mengisi kolom yang kosong, tapi memilih bahasa yang tepat dan sesuai. Kesalahan kecil seperti ini sering tidak terlihat saat mengirim email.Â